BAB 2

439 40 0
                                    

Semenjak hari itu aku dan Odelia sering bertemu, seminggu sekali pasti ia mengunjungiku, namun kali ini ia datang bersama pengawalnya. Terkadang dengan terpaksa aku menyetujui keinginannya untuk bermain permainan anak perempuan, seperti bermain boneka ataupun masak-masakan.

"Cedric, bagaimana kalau hari ini kita membaca buku bergambar? Aku mendapat hadiah dari ibuku karena aku berhasil menghapal buku sejarah Kekaisaran".

Odelia menunjukkan sebuah buku berbentuk persegi yang tipis, aku yakin itu adalah buku untuk anak-anak.

"Sebentar saja ya, karena aku harus berlatih pedang".

Untungnya aku memiliki alasan agar tidak membaca buku kekanakan seperti itu.

"Kebetulan sekali buku ini bercerita tentang ksatria pedang yang hebat, aku sudah membacanya setengah. Tapi aku akan membacanya kembali dari awal bersamamu".

Kami duduk disebuah kursi yang terletak ditaman bunga lily. Dengan antusia Odelia membuka lembaran demi lembaran dan membacakan cerita itu untukku.
Tanpa sadar, aku mendengarkannya sampai bacaan itu selesai.

"Ceritanya menarik".

"Benarkan, kau harus berterima kasih karena aku membacakan buku ini untukmu. Setelah dewasa aku akan menikah dengan ksatria hebat seperti dibuku ini".

Wajah Odelia sangat ceria menceritakan ksatria yang ada dibuku itu.
Ntah mengapa aku merasa tidak suka mendengarnya.

"Baiklah Odelia, maukah kau melihatku berlatih pedang?".

Mata Odelia berbinar, ia berdiri secara tiba-tiba sembari menganggukkan kepalanya.

"Tentu, aku ingin melihat apakah kau pandai menggunakan pedang".

Dengan senyuman tipis, aku melangkah perlahan, Odelia mengikutiku dari belakang sembari mengeluarkan ocehannya, seperti biasa ia selalu saja cerewet.

                           ***

Kala itu aku melihat Odelia yang memasang wajah takjub setiap aku mengayunkan pedangku.

Dibantu Oleh guruku, salah satu ksatria terbaik di Kekaisaran.

Ayahku memerintahkannya untuk mengajariku hingga mahir, sembari melindungi keluargaku saat Ayah sedang berperang.

"Kau hebat!".

Odelia berlari kearahku setelah melihatku membuka perisai yang melekat pada tubuhku.

"Tentu saja, karena aku akan menjadi Duke terkuat seperti Ayahku".

Dengan penuh kebanggaan, aku menyombongkan diriku pada Odelia.

"Tuan muda, Nyonya Duchess menyuruh saya agar anda dan yang mulia menemuinya setelah berlatih pedang".

Sembari merapikan peralatan latihanku, guru menyerahkan pengawalan kami pada pengawal yang datang bersama Odelia.

"Baik guru, Terima Kasih untuk hari ini".

"Tentu Tuan, sudah kewajiban saya untuk melakukan yang terbaik bagi keluarga Duke".

Setelah menerima penghormatan darinya, aku dan Odelia berlari menghampiri ibuku yang duduk sembari menggendong Chloe yang kini berusia Delapan bulan.

"Apakah kalian ingin makan kue bersama Ibu?".

Dengan sebuah senyuman, ibuku menawari kudapan yang tampak memenuhi meja kecil berbentuk bundar.

"Aku mau nyonya Duchess, aku sangat suka kue manis".

Seketika Odelia meraih beberapa cookies dan langsung memasukkan kemulutnya, hingga pipinya terlihat menggembung karena penuh.

"Curang, aku juga mau cookies".

Tak mau kalah, aku melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Odelia.

Ibuku tertawa sembari menggelengkan kepala karena melihat tingkah kami.

"Anak-anak, makanlah dengan perlahan".

Ini adalah hari yang sangat menyenangkan, Odelia yang ku pikir akan menjadi pengganggu, ternyata setiap ia mengunjungiku malah mengisi kekosongan yang dibuat Ayah.

                             ***

"Odelia, apa tidak masalah kau selalu kesini setiap akhir pekan, Kaisar dan Permaisuri tidak memarahimu?".

Aku penasaran dengan niat Odelia yang selalu mengunjungiku secara rutin.

"Ayahku lah yang telah menyuruh untuk aku bermain denganmu, mana mungkin dia akan marah".

Mendengar jawaban yang dilontarkan Odelia, membuat hatiku lega.

"Benar kah? Aku senang kau mau menjadi temanku".

Odelia melompat senang, tubuh pendeknya tetap tidak bisa menyamai tinggi badanku.

"Tidak ada yang tidak senang saat bermain denganku yang mulia putri".

Aku menaikkan alisku karena tidak paham dengan ucapannya.

"Apa maksudmu Odelia?".

Ia menggenggam kedua tanganku, sembari tertawa sehingga gigi ompongnya kembali terlihat, ia berkata "Apakah boleh aku mengajak temanku yang lain minggu depan?".

"Kau punya teman, selain diriku?".

Perlahan aku melepaskan genggaman Odelia, ntah mengapa aku sedih mendengar Odelia memiliki teman lain.

"Dia setinggimu, sepertinya kalian seumuran".

Tutur Odelia sembari menjijitkan kakinya mencoba mengukur tubuhku dengan tangannya.

"Tidak mau, aku tidak suka ada orang lain yang bermain bersama kita".

Dengan ekpresi sedih, tanpa sengaja aku meninggikan suaraku, sehingga seperti sedang membentak Odelia.

"Sayang sekali, padahal ia juga bisa menggunakan pedang, aku ingin melihat siapa yang paling hebat diantara kalian".

Kedua Bola mata Odelia melirik keatas, jari telunjuknya diletakan didagu, ia seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Baiklah, kau boleh mengajaknya. Aku akan menunjukkan padamu kalau akulah yang paling hebat selain Ayahku".

Aku sangat tidak suka dibandingkan dengan orang itu, aku akan mengalahkannya saat latihan berpedang nanti.

"Kau yakin sekali, aku semakin penasaran".

Ucap Odelia, sembari menatap wajahku sambil menunjukkan ekspresi aneh. Matanya menyipit, bibir Odelia dimiringkan kesebelah kanan.

"Tentu saja, bukankah kau sudah sering melihatku berlatih pedang?".

Aku mencoba meyakinkan Odelia, agar ia berpihak padaku.

"Hmm, aku akan menilainya setelah melihat pertandingan kalian".

Jawaban Odelia membuatku gemas ingin memarahinya karena sulit sekali membujuk gadis kecil ini.

____________________________________

pecintasenjamu

Cedric Eleanor Rothesay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang