Malam ini aku tidak bisa tidur karena merindukan Ayahku, meski sering memberi kabar melalui surat. Namun Ayah yang sudah tak pulang selama setahun lebih membuat Kastil tempat tinggal kami menjadi sunyi.
Para keluarga yang berada dibawah pengawasan Ayahku pun sering mengeluhkan perihal wilayah yang kekurangan bahan pangan karena mulai memasuki musim dingin.
Ibuku sebagai perwakilan dari ayahku mencoba mengatasi beberapa masalah yang timbul sejak kepergian ayahku berperang.
Namun masalah lainnya terus berdatangan hingga ibuku jatuh sakit karena kelelahan.
Meski hari ini ibu sering tersenyum dan terlihat ceria, aku tahu kalau sebenarnya ia memaksakan diri karena tak ingin aku menjadi sedih."Cedric apakah kau belum tidur?".
Di kegelapan malam dalam kamarku, terlihat bayangan ibu yang terpantulkan dari cahaya obor. Ia menggenggamnya dengan tangan kanannya.
"Belum bu, aku tidak mengantuk".
Bayangan ibu semakin mendekat, hingga sosok ibu tepat berada di hadapanku.
Ibuku tersenyum, sembari mengusap rambutku.
"Baiklah, ibu akan bersamamu sampai kau terlelap".Senang rasanya karena ibu menemaniku sebelum tidur, kesepian yang kurasakan akhir-akhir ini semenjak kelahiran adik perempuanku seketika musnah.
Aku rindu belaian ibu, serta kehangatan yang dibuat ayah setiap harinya.
Aku teringat saat ayah mulai mengajariku berpedang ketika umurku menginjak lima tahun.Perlahan mataku mulai mengantuk, hingga tanpa sadar akupun terlelap.
***
"Tuan muda bangunlah, Yang Mulia Putri telah menunggu anda diruang tamu bersama anak laki-laki yang belum pernah saya temui".
Sebuah suara membuatku terpaksa membuka mata.
Aku menatap seorang wanita tua dengan sangat lama, ia adalah bibi pengasuh yang dahulunya pernah mengasuh ayahku sebelum akhirnya menetap sebagai kepala pelayan."Bibi, apakah aku kesiangan?".
Ucapku pada wanita tua itu yang sudah kami anggap sebagai keluarga."Tidak Tuan, namun sebaiknya anda segera bergegas mandi, karena teman-teman anda sudah menunggu cukup lama".
Pungkasnya sembari membuka gorden yang menutup seluruh jendela kamarku."Baik bibi, bantulah aku bersiap untuk menemui mereka".
Seperti biasa, tiap pagi Bibi membantuku mandi. Dan memakaikan bajuku.
"Tuan, hari ini adalah hari terahir saya membantu anda".
Seketika aku terkejut sedih, karena aku belum siap jika bibi diharuskan pensiun.
"Mengapa bibi?."
Tanyaku untuk memastikan keingintahuanku.
"Anda mulai beranjak dewasa, dan saya akan kesulitan jika harus mengurus kastil serta membantu nyonya mengasuh Nona Muda, maka dari itu, saya memerintahkan pelayan yang lebih kompeten serta seorang pelayan muda yang nantinya akan menjadi pelayan pribadi anda."
Perlahan aku hanya mengangguk mematuhi perkataan Bibi, karena aku tidak ingin membuatnya kerepotan.
***
Dengan langkah cepat, aku berjalan menuruni anak tangga menuju lantai dasar yang langsung menghadap keruang tamu.
Ku lihat Odelia duduk bersama seorang anak laki-laki berambut merah, mereka tampak saling bercanda.
"Ekhem."
Aku berdehem hingga membuat perhatian mereka tertuju padaku.Odelia yang melihatku, tersenyum sembari melambaikan tangannya.
"Hei, ini teman yang ku ceritakan itu. Namanya Edward ternyata kalian seumuran".
Wajahku datar, perlahan aku duduk disebuah kursi yang berhadapan langsung dengan mereka.
"Bukankah sudah kubilang untuk memanggilku kakak?".
Anak laki-laki itu menarik rambut Odelia pelan, seperti sedang bercanda."Tidak mau, kau hanya tiga tahun lebih tua dariku. Kalaupun aku meliliki kakak, aku ingin kakak perempuan".
Sembari menjulurkan lidahnya, Odelia tak menuruti permintaan anak laki-laki itu.
"Perkenalkan, aku Cedric Eleanor Rothesay, anak sulung Duke".
Aku mengulurkan tanganku untuk berjabat tangan dengan anak laki-laki yang datang bersama Odelia."Tentu, aku Edward Garrick. Putra Grand Duke selatan".
Ia menerima uluran tanganku sembari tersenyum.
Dengan cepat aku menarik tanganku kembali karena aku merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.***
Setelah sarapan bersama dan saling berbincang, Odelia memutuskan untuk mengadu ilmu berpedang kami.
Seperti perkataannya minggu lalu, ia ingin tahu siapa yang terhebat diantara kami.
"Ayo mulai, tidak ada yang boleh curang, siapapun yang memenangkan pertandingan ini, aku akan memberikannya hadiah".
Mendengar ucapan dari Odelia, seketika membuatku bersemangat.
Namun tidak dengan Anak laki-laki yang bernama Edward, sedari tadi ia terlihat tak menunjukkan keseriusannya.Dengan posisi siap, aku meletakkan pedangku lurus kedepan menggunakan kedua tanganku.
Setelah mendapat aba-aba dari Odelia, aku maju menyerang Edward, tangkisan yang dibuat olehnya membuatku kesulitan.
Hingga akhirnya aku berhasil menjatuhkan pedang kayu yang digenggam Edward.
"Wow, lumayan".
Ucapnya sembari menepuk-nepuk tangannya.
"Cedric, Kau yang terbaik".
Odelia berlari menghampiri kami, seraya membawa benda yang dibungkus kain bewarna hijau.
"Terima Kasih". Ucapku sebagai jawaban atas pujian mereka.
"Sepertinya aku harus belajar banyak darimu, aku sangat suka caramu menggunakan pedang".
Edward tak berhenti memujiku hingga kekesalanku terhadapnya mulai menghilang.
"Bukalah hadiah dariku".
Odelia menyerahkan bungkusan itu padaku dan dengan cepat aku membukanya sesuai dengan ucapannya.
Hingga terlihatlah buku yang pernah ku baca bersama Odelia ditaman bunga Lily.
"Buku dongeng? Sungguh sesuai dengan sifatmu yang kekanak-kanakan hahaha".
Persis dengan responku ketika pertama kali melihat buku itu sebelum Odelia membacakannya untukku.
"Berikan, aku tidak jadi menghadiahkannya".
Odelia yang merajuk karena perkataan Edward, menarik buku itu dari tanganku.
"Tidak Odelia, aku sangat menyukai buku ini. Namun bukankah ini hadiah dari Permaisuri? Apakah tidak apa-apa memberikannya padaku?".
"Aku senang dengan hadiahnya, namun ini buku yang berharga bagi Odelia, sulit untukku menerimanya begitu saja".
"Buku ini telah menjadi milikku, jadi aku bebas memberikannya pada siapapun".
Jawab Odelia masih dengan wajah cemberutnya.
"Baiklah Odelia, Terima Kasih atas hadiah yang kau berikan".
____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Cedric Eleanor Rothesay
Historical FictionBagaimana Duke menghadapi perasaannya? Apakah akhirnya ia terpaksa menikah dengan lady yang dibencinya? atau putri mahkota yang ingin dilindunginya? Sementara itu, hanya seorang pelayanlah mengerti akan dirinya.