BAB 24

43 5 1
                                    

"Rona, aku akan mandi dahulu kau bisa berbaring disana."

Ucapku tanpa menjawab pertanyaannya itu, untungnya kamar yang diberikan kepala desa tersedia kamar mandi, hingga aku tak perlu repot kembali keluar.

"Ah, baik Tuan, tapi mengapa anda mandi sendiri? Bukankah harusnya saya yang memandikan anda?"

Sontak aku terkejut karena ntah mengapa aku merasa malu saat mendengar kalimat yang diucapkannya.

"Kau benar Rona, namun kali ini aku ingin mandi sendiri karena aku sangat lelah dan ingin langsung beristirahat."

Pungkasku yang tak ingin membuat ia menjadi sedih, karena memang benar yang diucapkan Rona, selama ini ia yang membantuku mandi, mengenakan pakaian, dan menyiapkan makanku, karena ia adalah pelayanku.

"Baik tuan."

Rona masih menatapku bingung.

Hingga tak berselang lama, aku yang telah selesai mandi disambut Rona dengan pakaian yang telah disiapkannya.

"Tuan, saya akan membantu anda mengenakan pakaian."

Hal itu membuatku tak tahu harus menjawab apa, karena ntah mengapa aku merasa canggung.

"Rona, kau juga mandilah, kali ini kau tak perlu melakukannya, aku tahu kau lelah, aku ingin kau segera beristirahat."

Aku mencoba meyakinkan dirinya, agar ia tak merasa dikecewakan.

"Baiklah tuan, Terima Kasih."

Kala itu ia mengangguk kemudian berjalan menuju kamar mandi, aku merasa bersalah karena malu pada pelayanku sendiri, begitu bodoh jika aku canggung pada gadis muda itu.

                             ***

"Tuan bangunlah, saya tak ingin tubuh anda kesakitan jika tidur dalam posisi duduk seperti ini tuan."

Samar-samar aku mendengar lenguhan Rona disaat aku mulai terlelap, hingga perlahan aku membuka mata, kulihat ekspresinya cemas.

"Tuan, berbaringlah ditempat tidur dengan saya, saya berjanji tak akan bertanya hal yang membuat anda tak nyaman."

Ucap gadis muda itu lagi, yang membuatku perlahan bangkit dan menuruti perkataannya, kini kami berbaring diranjang yang sama, hal yang canggung ini membuat kami saling memunggungi, Hingga akhirnya aku memejamkan mata.

Sontak aku tertegun saat aku merasa jarak kami begitu dekat, dan benar saja, ketika aku kembali membuka mata, aku telah memeluk tubuh mungilnya itu, dan seketika aku melepaskannya karena takut membuat ia kesulitan bernapas.

Untungnya rasa kantuk ini telah musnah dan saat aku menatap keluar jendela, langit tampak bewarna orange, menandakan sore hari telah tiba.

Dengan langkah perlahan, aku menuju pintu dan keluar dari kamar, kulihat kepala desa sedang termenung duduk disebuah kursi.

Mungkin langkah kakiku ini membuyarkan lamunannya, hingga seketika ia menoleh kearahku.

"Bagaimana istirahat anda tuan?"

Tanya pria tua itu seraya tersenyum dengan wajah yang tampak ceria, berbeda saat aku pertama kali menemuinya.

"Terima kasih, karenamu aku kembali segar."

Sahutku singkat.

"Saya akan menyiapkan makan untuk anda dan nona yang bersama anda, namun sebelum itu, saya mengucapkan terima kasih, karena anak-anak didesa ini tak lagi merintih kesakitan, para orangtua menghampiri untuk  memberitahukan langsung kepada anda bahwa anak-anak mereka sudah bisa menyantap makanan, hal itu membuat para orangtua lega dan bisa tidur dengan nyenyak, namun karena anda sedang beristirahat, saya menyuruh mereka untuk tidak menganggu anda."

Ucapan yang dilontarkan kepala desa membuatku bersyukur, karena kesulitan ditanahku akhirnya bisa teratasi, dan akupun tak perlu menyalahkan diriku yang merasa selalu sial ini.

"Aku senang mendengarnya, biarkan mereka beristirahat, katakan pada mereka untuk kembali kesini besok pagi karena ada yang ingin kukatakan."

                             ***

"Mengapa anda tak membangunkan saya tuan? Saya tak tahu jika sore hari hampir usai."

Lenguh Rona saat kulihat ia merapikan tempat tidur.

"Aku sengaja tak membangunkanmu agar kau bisa beristirahat."

Jawabku seraya melangkah menuju dirinya, sore itu aku mengatakan kabar baik mengenai anak-anak desa padanya, hingga ia begitu senang dan kemudian memelukku.

Namun anehnya aku tak lagi terkejut akan tindakan Rona, aku merasa kami telah dekat dan memiliki suatu ikatan, mungkin ia menginginkan kehadiran sesorang teman untuk mengisi hatinya yang kosong, mengingat sedari kecil ia tak memiliki satupun orang yang bisa ia andalkan, dan lagi hal seperti ini sudah biasa diantara para bangsawan, bahkan ada yang  sengaja menjadikan pelayan pribadi sebagai selir.

Perlahan aku membalas pelukan itu hingga akhirnya kami saling mendekap.

"Tuan, terima kasih telah mempercayakan saya membuat obat."

Ujar Rona usai melepas pelukannya.

"Akulah yang berterima kasih, berkatmu anak-anak didesa ini telah sembuh."

Seraya mengelus surainya yang indah, aku masih berpikir tentang Odelia jika melihat dirinya.

                           

____________________________________

pecintasenjamu

Cedric Eleanor Rothesay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang