Hari itu aku kembali ke duchy tanpa berpamitan dengan tunanganku, meski aku tak mencintainya ntah mengapa hatiku gundah kala melihat dirinya yang tampak menderita.
Aku ingin mengatakan padanya untuk membatalkan pertunangan ini jika dirasa iapun sama tak bahagianya seperti diriku.
Perihal hukuman yang akan diberikan oleh kaisar, biarlah aku yang akan menanggungnya.
"Tuan, saya akan membantu anda untuk mandi."
Ujar pelayan yang terus bersamaku sedari remaja, pelayan yang menggantikan bibi untuk menyiapkan segala keperluanku.
Ia bernama Rona, seorang gadis yang tak pernah berekspresi, wajahnya selalu datar."Terima kasih Rona."
Perlahan aku bangkit dan melangkah menuju bak mandi, dengan lembut ia membasuh tubuhku menggunakan air hangat yang harum.
Aku teringat dirinya yang selalu berada disisiku menggantikan Odelia, disaat aku berada dalam titik terendah dalam hidupku. Pelayan itu mencoba menenangkanku, aku mengerti mengapa ia melakukan itu, karena aku adalah tuannya, orang yang memang harus dilayaninya.
Ia membantuku mengenakan pakaian, menyiapkan makanku, mengobati lukaku setelah aku pulang berperang, terkadang aku berpikir, aku ini seperti orang yang tak bisa apa-apa, namun lagi-lagi aku membantahnya, karena seorang bangsawan memang terbiasa hidup seperti itu.
***
Pagi itu aku disuguhkan sarapan dengan berita buruk tentang kematian tunanganku dan count yang akan menjadi ayah mertuaku.
"Apakah aku seorang pembawa sial?".
Tak cukup kehilangan orang-orang yang aku sayangi, bahkan orang yang tak kusukaipun pergi setelah adanya kehadiranku.
"Count dan putrinya meninggal secara tak wajar Tuan, cirinya mirip dengan kematian mendiang countess, apakah benar yang dikatakan orang-orang bahwa keluarga itu mendapat kutukan?".
Ujar seorang pengawal baru yang ketika aku membawanya, Selir count langsung menyuruhnya untuk tinggal, dengan alasan ia ingin meminjamnya karena kastilnya yang besar itu tak cukup pengawalan.
"Aku akan bersiap menuju county."
Timpalku yang seakan tak percaya dengan kejadian yang menimpaku ini.
"Maaf Tuan, Nyonya Barbara tak mengizinkan anda ikut kepemakaman, itulah alasan saya langsung kemari selain memberikan berita ini."
Ucapan yang dilontarkan pengawal itu membuatku tertegun, seketika aku menaikkan salah satu alisku sembari melipat kedua tangan pada dadaku.
"Meski pertunangan kami secara tak langsung telah dibatalkan, apakah aku tetap tak boleh menghadiri pemakaman itu dengan alasan berbela sungkawa antar bangsawan?".
Tanyaku yang sedikit gusar, mendengar ucapan pengawal yang masih dibawah kepimpinanku, sontak ia merendahkan tubuhnya dan kemudian sujud pada kakiku yang telah beralaskan sepatu.
"Ampuni saya Tuan, saya tak bermaksud menyinggung anda, namun sebaiknya memang anda tak perlu kesana, karna pemakaman itu digelar tertutup dengan alasan mereka tak ingin mayat count dan putrinya memberikan efek buruk bagi peziarah."
Mendengar ucapan yang dilontarkannya, perlahan aku mendinginkan kepalaku karena menurutku itu memanglah masuk akal.
"Baiklah aku mengerti dan segeralah bangun, karena kau tak perlu melakukan itu."
Pungkasku yang segera kembali keruangan kerjaku.
***
Aku merasa berdosa saat tersenyum sembari menatap lukisanku bersama Odelia ketika kami masih kecil.
Mungkin kami memang ditakdirkan untuk bersama, Aku selalu menganggap bahwa melindunginya adalah kewajibanku, karena aku tak ingin kehilangannya seperti kehilangan orang-orang yang ku sayangi dahulu.
"Tuan, saya membawakan anda teh seperti biasa."
Seketika aku tersadar dari lamunanku kala Rona menghampiriku sembari membawa nampan yang diatasnya tampak sebuah cangkir dan teko.
"Terima kasih Rona."
Ia meletakkan teh itu diatas meja kerjaku, suasana hening dan dingin seketika hangat akan kehadiran dirinya.
Terkadang aku merasa aneh kala melihat dirinya, kesepian yang kurasakan selama ini seperti menghilang. Ntah apa yang akan terjadi jika suatu saat Rona tak lagi menjadi pelayanku.
"Rona, bagaimana keadaan para pelayan, apakah ada keluhan disaat kalian melakukan pekerjaan?".
Tanyaku yang sedikit penasaran akan dirinya, selama ini aku tak tahu apapun tentangya, bagiku ia hanyalah pelayan pribadiku.
"Semuanya tampak baik-baik saja Tuan, kami tak memiliki keluhan apapun."
Jawab pelayan itu dengan wajahnya yang datar tanpa ekspresi, ia selalu seperti itu, bahkan aku tak pernah melihatnya tersenyum.
____________________________________
Terus dukung cerita ini dengan memberikan vote kalian, Terima Kasih 😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Cedric Eleanor Rothesay
Historical FictionBagaimana Duke menghadapi perasaannya? Apakah akhirnya ia terpaksa menikah dengan lady yang dibencinya? atau putri mahkota yang ingin dilindunginya? Sementara itu, hanya seorang pelayanlah mengerti akan dirinya.