BAB 26

90 5 4
                                    

"Rona, bagaimana keadaanmu?"

Begitu sampai duchy aku langsung menghampiri kamar pelayan  pribadiku, karena aku sangat khawatir akan keadaan Rona, apalagi saat itu kulihat ia menggigil meski suhu tubuhnya tinggi.

Ia yang terbaring seraya memejamkan mata, membuatnya tak menjawab pertanyaanku.

"Biarkan aku yang merawatnya, kau pergilah beristirahat."

Ujarku pada seorang pelayan yang saat itu membasuh sapu tangan kesebuah wadah berisi air.

"Baik Tuan, saya permisi."

Pelayan itu membungkuk dan perlahan melangkah pergi, kini hanya aku dan Rona disana.

Dengan lembut ku letakkan handuk itu pada kening rona, aku yang tak sempat berganti pakaian terus menatapnya seraya mengelus surai panjangnya.

"Rona, kuharap kau segera sembuh."

Lenguhku menatapnya nanar, hingga tanpa sadar aku tertidur dalam keadaan duduk tanpa melepaskan  genggamanku pada jemarinya.

                             ***

Sebuah sinar yang terpantul dari jendela kaca membuatku mengernyitkan dahi, hingga akhirnya aku membuka mata.

Betapa terkejutnya saat aku melihat ruangan ini adalah kamar tidurku.

"Apakah para pelayan pria yang memindahkanku?"

"Selamat pagi Tuan."

Sambut seorang pelayan saat aku berjalan membuka pintu.

"Dimana Rona?"

Itulah kalimat pertama yang keluar begitu saja dari bibirku.

"Rona sedang membantu kepala pelayan menyiapkan sarapan untuk Tuan."

Timpalnya yang seketika membuatku lega, karena Rona telah sembuh dari penyakitnya.

"Bisakah kau panggilkan dia kemari, seperti biasanya aku ingin dia membantuku untuk bersiap."

Tuturku yang ingin memastikan bahwa Rona benar-benar sembuh.

                            ***

"Tuan, apakah anda mencari saya?"

Saat menatap Rona yang tampak sehat, seketika aku memeluknya. Dan seketika itu pula aku melepaskan pelukan itu.

"Maafkan aku, semua ini karena aku mengkhawatirkanmu, syukurlah kau telah sembuh."

Sontak pipi Rona memerah, seraya menatapku dengan ragu-ragu ia berkata, "Terima Kasih atas perhatian anda tuan, sakit yang seperti itu tak berarti apa-apa bagiku. Ah, sepertinya sarapan segera disiapkan, saya akan membantu anda."

Ia mendorongku menuju bak mandi, tanpa sempat menjawab perkataannya itu, aku menuruti tindakannya.

Seperti hari-hari sebelumnya, Rona menyiapkan air yang telah diberi parfum pada wadah mandiku dan kemudian ia melepaskan pakaianku, aku sudah terbiasa seperti ini, dan ia tahu bagian terdalam tubuhku.

Rona membasuhku menggunakan tangan kasarnya, sama kasarnya dengan telapak tanganku yang penuh dengan kapalan, karena sedari kecil aku selalu menggenggam pedang.

Sesekali ia memijatku lembut, membuatku melepaskan kekakuan dalam diriku.

"Rona, apakah benar kau tidak akan menikah?"

Ntah mengapa kalimat itu terucap begitu saja dilidahku.

Rona yang saat itu berada dibelakang punggungku, perlahan melangkah hingga akhirnya ia berlutut tepat disampingku, hingga membuat posisi kami tampak sama.

"Mengapa anda menanyakan hal yang sudah pernah kita bahas? Apakah anda takut saya meninggalkan anda? meski anda akan menikah dengan Lady Charlotte, bukankah sayalah yang akan selalu menjadi pelayan anda?"

Kala itu ekspresinya sedih, aku tak tahu mengapa ia bersedih. Namun, didalam diri inipun merasakan kesedihan, yaitu takut kehilangan pelayan yang sedari kecil bersamaku, aku tidak mau lagi jika harus berganti pelayan untuk mengurus keperluanku.

                            ***

"Tuan, sudah lama saya tak melihat Tuan Putri, setelah kepulangan anda dari peperangan."

Ujar Rona yang saat itu sedang mengancing pakaianku, ntah mengapa hatiku nyeri mengingat namanya, terkadang aku bingung, sebenarnya aku mencintai Odelia atau hanya obsesi untuk melindunginya, karena aku terus merasa melindunginya adalah kewajibanku, apalagi mengingat keluargaku yang telah tiada, aku terus berpikir tak ingin merasakan penyesalan kesekian kalinya.

"Kau benar, bahkan Odelia tak menghadiri pengangkatan count yang baru, karena kudengar ia sedang tak enak badan."

Meski begitu, aku tak mampu mengunjunginya karena semua orang tahu jika kaisar sangat membenciku, ia tak rela jika aku dekat-dekat dengan putrinya, padahal saat kedua orangtuaku masih hidup, dia sendirilah yang menyuruh putrinya itu untuk berteman denganku, aku berpikir jika sebenarnya ia punya maksud lain saat membiarkan kami menjadi dekat.

Sayangnya aku tak bisa membenci Odelia, jika memang benar ia adalah alat untuk menghancurkan keluargaku.

"Ah, saya tak bermaksud apa-apa Tuan, saya harap Tuan Putri segera sembuh."

Ekspresinya tampak bersalah, saat ia menyisir rambutku.

"Rona, bagaimana caramu menyisir rambut panjangmu itu? Apakah pelayan lain membantumu?"

Ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan, saat itu aku merasa tak ingin membicarakan tentang Odelia.

"Aku menyisirnya sendiri Tuan."

Saat mendengar ucapan itu, aku menjadi penasaran akan sesuatu.

"Apakah kau tak keberatan jika kali ini aku yang membantumu untuk menyisirnya? Bukankah akan sulit jika menyisir rambut panjang itu?"

Seketika ekspresi tampak terkejut, hingga ia menundukkan pandangannya, dalam hati aku terkekeh melihatnya dari pantulan kaca yang berada tepat dihadapanku.
Ia tampak imut, hingga aku ingin terus menggodanya.

"A,apakah i,itu tak ma,salah Tuan? Sa,saya hanya seorang pelayan, sa saya merasa tak pantas."

Tutur Rona, kini raut wajahnya berubah menjadi sedih.

"Rona, kau adalah orangku yang berharga, kuharap kau tak merasa rendah diri."

Seketika ia tersenyum seraya menganggukkan wajahnya, perlahan ia melepas sanggulnya, hingga rambut panjang indahnya itu terurai.

Kala itu aku menyisir rambutnya yang lembut, rambut panjangnya yang begitu cerah bagaikan cahaya matahari membuatku terus ingin membelainya.

"Tuan, Terima Kasih karena mengizinkan saya berada disisi anda, sejujurnya dulu saya takut terhadap anda, apalagi ketika anda menatap saya dengan ekspresi marah, kala saya menggantikan kepala pelayan terdahulu untuk mengurus anda."

Kalimat itu tak mengejutkanku, karena memang benar dulu aku membencinya.

"Aku minta maaf karena sikapku dahulu, namun kini aku tak tahu apa yang akan terjadi jika bukan kau yang menjadi pelayan pribadiku, aku merasa hanya kaulah yang kini mengerti diriku, saat berada didekatmu aku bisa menjadi diriku sendiri Rona."

Setelah kalimat yang kulontarkan, ia tak lagi menjawab, hingga akhirnya ia bangkit dan kemudian ia berpamitan untuk menyiapkan sarapan.

____________________________________

pecintasenjamu

Cedric Eleanor Rothesay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang