Di ruang tamu yang sepi, Rebecca menatap Bara dengan tatapan yang penuh kekecewaan. Hati dan pikirannya berperang, tidak percaya bahwa orang yang dicintainya telah menyimpan rahasia besar. Bara sudah mempunyai anak, Kejutan itu begitu dalam menghancurkannya, hingga air mata mulai mengalir tanpa bisa ia bendung.
"Ternyata lo juga jahat banget." suaranya bergetar, penuh emosi yang membuncah. Ia tidak tahu harus mulai dari mana, rasanya seperti dunia di sekelilingnya runtuh.
"Pantes aja, lo masih ngejar gue dan ngga mempermasalahkan kalo gue pernah bohongin lo soal Gue samaa Leon. Lo ngga masalah sama apa yang gue lakuin,? Ternyata-???" Rebecca membuang muka tak menatap Bara.
Bara berdiri di sana, bingung dan ketakutan. Ia tidak pernah ingin menyakiti Rebecca. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa berbohong. "Gue ngga maksud ngelakuin itu"
"Ngga maksud???" Rebecca tertawa getir. "Anak itu umur 4 tahun, lo pergi ninggalin gue tanpa kabar 3 tahun,? Berarti selama kita menjalin hubungan anak itu udah berumur 1 tahunan kan,? Lo udah punya anak waktu kita pacaran,? Lo udah pernah nikah sebelumnya?"
"Apa jangan-jangan lo sebenernya duda,? sama kaya Adam dan Elang, temen lo di bengkel dulu,?" Rebecca menatap Bara penuh kecewa "jangan-jangan semua cerita lo itu sampah,? Sad love yang lo ceritain itu bohong,? Nggak abis pikir gue,? Lo duda,? Apa Lo hamilin anak orang,? Atau lo sebenernya sampe sekarang masih punya istri,? Gue ngapain lo kasih cincin,?" Rebecca melepas cincin yang Bara pasangkan di jari manisnya dengan kasar dan melemparkannya ke arah Bara. Cincin itu meluncur, jatuh ke lantai setelah mengenai dada Bara, seolah mencerminkan hancurnya harapan-harapan yang ia pelihara.
Rebecca merasakan kepalanya berdenyut sakit, sebisa mungkin ia menahan sakit itu saat di depan Bara.
"Lo menjual kesedihan lo di depan orang-orang, dan di depan gue,? Lo bohongin semua dengan cerita sampah lo,? Jangan-jangan lo yang ninggalin pacar lo waktu itu,? Lo hamilin dia dan lo kabur gak mau tanggung jawab.?" Rebecca tak habis fikir untuk mengira-ngira apa sebenarnya yang ia tak tahu tentang Bara dan Anaknya.Bara merasakan sesak di dadanya. Ia tahu konsekuensi dari semua ini, namun ia sangat menyayangi Oscar dan tidak bisa membayangkan kehilangan Rebecca.
"Mulai sekarang kita ngga ada hubungan apapun lagi" putus Rebecca kemudian berbalik, meninggalkan Bara yang terpaku di tempatnya, hati Bara terasa remuk. Ia hanya bisa menyesali semua yang terjadi, berharap bisa mengubah masa lalu.
🍋🍋🍋
Rebecca duduk di tepi jembatan, larut dalam kesedihan dan ketidakpastian. Tiba-tiba, di ujung sana, ia melihat sosok laki-laki yang tampak gelisah, memanggil namanya. Tak bisa Rebecca pungkiri karena tempat ini pernah menjadi tempat favoritnya bersama Bara untuk melihat bintang.
Raut khawatirnya membuat jantung Rebecca berdegup kencang. Namun, rasa marah dan kecewa membuatnya tak ingin berjumpa dengan Bara. Dengan panik, ia berdiri dan berusaha menghindari Bara sebelum Bara mengetahui keberadaannya, tetapi kakinya tiba-tiba terpeleset.
Ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Tubuhnya meluncur ke arah sungai yang mengalir deras di bawah jembatan.
Air dingin menyambutnya dengan kejam, menariknya ke dalam kegelapan. Rebecca tenggelam, terhisap jauh ke bawah, melawan arus yang kuat. Ia merasakan panik memenuhi seluruh tubuhnya saat air mengelilingi wajahnya, menenggelamkan suara dan pikirannya.
Dalam keadaan gelap, pikirannya melayang, teringat momen-momen manis bersama Bara, lalu terlintas bagaimana semuanya berubah menjadi pahit. Semua harapannya terasa hancur, dan kini, dalam kedalaman air, ia merasa seolah terjebak dalam kegelapan abadi.
Jantung Bara berdegup kencang, rasa putus asa menyelimuti setiap detik. Ia tak menemukan keberadaan Rebecca setelah 5 jam ia mencarinya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Dengan tangan yang masih bergetar khawatir, ia mengangkat panggilan itu. Suara Raka terdengar panik di seberang.
Ia terdiam dan Tanpa berpikir panjang, Bara segera mengubah arah. Pikiran tentang Rebecca terlupakan sejenak, dan naluri keayahannya yang kuat mendesaknya untuk kembali. Ia harus ada untuk putranya, karena Raka menelpon jika Oscar menangis mencarinya. Bara segera bergegas pergi dan menyerah mencari Rebecca.
30 menit perjalanan menuju apartemen, Bara menemukan Oscar berdiri di tengah ruang tamu, wajahnya basah oleh air mata. Bersama Raka yang baru saja datang membawa susu untuk Oscar. Namun Raka kembali masuk ke kamarnya membiarkan ayah dan anak itu bersatu setelah meletakkan susu itu di meja.
Begitu melihat ayahnya, Oscar langsung berlari ke arah Bara dan melompat ke dalam gendongannya. Bara merasakan beban di dadanya terangkat sedikit saat memeluk anaknya.
"Papa…" suara kecil Oscar bergetar, mencerminkan semua ketidakpastian yang dirasakannya.
"Kenapa nangis,?" Bara berusaha menenangkan, mengelus punggung Oscar hingga ia mulai tenang.
"Papah kenapa nangis,? Ocal ngga mau papa sedih, Ocal nakal ya pah,? Ocal minta maaf" katanya dengan perasaan sedih.
"Papah ngga nangis. Oscar juga ngga nakal" kata Bara masih menenangkan "udah jangan nangis Oscar kan Raja harus tangguh, seorang tangguh ngga boleh menangis" kata Bara tak lama kemudian, suara tangisnya mereda, dan mata kecil itu mulai terpejam, lelah dalam pelukan ayahnya.
Bara duduk di sofa, memegang Oscar dengan lembut, tetapi pikirannya terus melayang kembali kepada Rebecca. Ia kembali meneteskan air mata karena harus kehilangan Rebecca, ia tak menyalahkan keberadaan Oscar, Oscar bukan sebuah kesalahan baginya, dia adalah Anak yang tuhan berikan ketika dia benar-benar membutuhkan seseorang untuk menyemangatinya.
Raka muncul di pintu, wajahnya menunjukkan keprihatinan. "Perlu gue cari,?" tanya Raka, duduk di sebelah Bara.
Bara menggeleng pelan, napasnya berat. "Gue ngga percaya semua ini udah berakhir, Hidup gue hampir sempurna ketika bisa kembali menyatu dengan gadis kecil itu"
Raka mengangguk, memahami beban yang dipikul Bara. "Gue bantu cari," Raka menepuk punggung Bara, berusaha memberi dukungan. Raka segera bangkit dan bergegas keluar untuk mencari Rebecca.
Dalam kesunyian, Bara memeluk Oscar lebih erat, berusaha merasakan ketenangan yang belum sepenuhnya ia miliki. Ia tahu bahwa perjalanannya belum selesai, tapi ia tak tahu hal apa yang akan terjadi lagi.
Pukul 3 pagi, Bara masih terjaga, matanya tidak bisa terpejam. Suasana di apartemen terasa sunyi, hanya terdengar desah napas Oscar yang tertidur di sampingnya. Namun, ketenangan itu tidak meredakan kegelisahan yang menggerogoti pikirannya. Ia terus menunggu pesan dari Raka, berharap ada kabar baik tentang Rebecca.
Dengan gelisah, ia membuka aplikasi media sosial, menatap layar yang menampilkan status Rebecca yang offline. Rasanya seperti ada sesuatu yang kosong dalam dirinya. Bara merasa tidak bisa berbuat banyak, terjebak dalam ketidakpastian yang mengganggu.
Ia beralih menatap cincin yang sebelumnya diberikan kepada Rebecca yang sekarang kembali lagi padanya. Cincin itu berkilau samar di bawah cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Bara merasa sakit saat mengingat momen-momen indah ketika ia memberikannya, saat harapan mereka tampak cerah.
Waktu berlalu, tetapi Bara tetap tidak bisa menutup mata. Setiap detak jam hanya menambah beban di hatinya. Ia tahu ia harus bertindak, tetapi apa yang bisa ia lakukan untuk mengetahui keberadaan Rebecca?
Tbc..
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade ( 21+)
Подростковая литература⚠️mengandung unsur dewasa dan bahasa kasar Sequel of Leon King 18+ Sebuah keadaan yang membuat Zoey Rebecca terjebak di masalalunya dan mengalami mental disorder. Dimana ia merasakan kecemasan ketika berada di dekat orang-orang yang sebelumnya perna...