25

198 12 3
                                    

Rebecca membuka matanya yang masih terasa berat oleh sisa kantuk. Matahari baru saja merayap naik seolah menghangatkan udara dingin pagi itu dan waktu menunjukkan jam 8 pagi, Ia merenggangkan tubuhnya, merasa sedikit tenang dengan suasana sunyi di luar kamar. Namun, begitu ia bangkit dan melangkah untuk membuka pintu, tubuhnya langsung terkejut.

Di depan pintu, berdiri Leon, dengan ekspresi yang sulit diterka. Sebelum Rebecca sempat mengatakan apa pun, Leon dengan cepat melangkah masuk dan mendorong tubuh Rebecca hingga kembali ke dalam kamar, Dengan gerakan cepat Leon mendorong pintu dengan 1 tangannya. Tanpa memberinya kesempatan untuk bernafas, Leon mendesak Rebecca hingga ia jatuh terduduk di tepi ranjang, napasnya tertahan oleh kejut.

"Le-Leon,??"

Rebecca hanya bisa menatap Leon, matanya melebar bingung, sementara Leon membungkuk di depannya dan langsung menjatuhkan tubuh Rebecca di ranjangnya. Matanya mengkilat tajam, penuh dengan perasaan yang sulit ditebak. Ia terlihat menahan sesuatu di dalam dadanya. Tidak ada senyum, tidak ada sapaan lembut pagi ini.

"Leon, kenapa?" Bisik Rebecca bertanya dengan suara bergetar.

Leon tetap terdiam, menatap dalam ke arahnya, seolah mencari jawab di balik sorot mata Rebecca. Dengan napas yang terdengar berat, Leon akhirnya membuka mulut.

"Semalem kemana,?" Tanya Leon lirih, namun nada suaranya sarat dengan emosi. "Bara lagi,?" Tanya Leon. Membuat wajah Rebecca tiba-tiba memerah ketakutan dan seolah detak jantungnya berhenti.

"Leon duduk dulu" Rebecca mendorong tubuh Leon untuk duduk.

"Aku ngga sengaja ketemu dia, aku juga ngga ngapa-ngapain sama dia" kata Rebecca menunduk menjelaskan. "Tapi-tapi kalo kamu ngga percaya aku juga-???" Rebecca terdiam merasa tak berdaya. "Maaf" katanya meneteskan air mata tak bisa membela diri, karena menyadari kesalahannya.

"Aku ngga mau kamu berurusan lagi sama Bara, kamu cuma tau Bara itu laki-laki Sad Love dan kamu itu terjebak sama story-story yang dia ceritain." Kata Leon menangkap wajah Rebecca.

"Aku percaya sama kamu, tapi tolong jangan ulangi lagi, aku cemburu." Kata Leon menatap lekat-lekat kedua bola mata Rebecca.

Rebecca pun langsung memeluk Leon dengan erat, ia meneteskan air mata di sana. Merasa  bersalah atas perasaan yang ia punya.

"Aku udah siapin penerbangan ke Singapura nanti sore, Jovan kritis di sana." Kata Leon membuat Rebecca terkejut dan melepas pelukannya.

"Jadi Kamu tau kalo Jovan sakit di Singapura,?"

"Eumm" Leon mengangguk, ia berdiri dan mengecek ponselnya. "Aku denger kamu pernah ketemu sama dia,?" Tanya Leon membuat Rebecca mengangguk.

"Waktu itu aku ngga tau kalo dia sakit."

"Kamu juga ngga harus jauhin dia karena dia sakit." Katanya dengan masih menatap ponsel.

"Kamu ngga tau aja gimana dia kalo lagi deket sama aku" gumam Rebecca sedikit tak setuju dengan kalimat terakhir yang Leon katakan.

"Ngomong apa barusan,?" Tanya Leon melemparkan ponselnya di kasur.

Rebecca menggeleng, ia bangkit dari duduknya dan berpamitan akan pergi mandi kemudian akan sarapan. "Aku mau mandi, abistu masak. Mau makan soalnya laper," kata Rebecca.  "kayanya kamu dateng ngga bawa apapun yang bisa aku makan" lan9rjutnya bergumam.

"Kan bisa Go-food, lagian aku pikir kamu udah sarapan" kata Leon.

"Alasan. Ngaku aja kalo kamu tuh ngga kepikiran" kata Rebecca membuat Leon sedikit menahan senyum, karena apa yang Rebecca katakan itu benar.

"Serius aku pikir kamu udah sarapan."

"Aku aja baru bangun, emang kamu liat Mamah sama Papah di bawah,? Sepi kan,?" Kata Rebecca.

Lemonade ( 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang