28

107 9 2
                                    

Rebecca akhirnya tiba di Shanghai, sebuah kota besar yang tampak samar-samar dari balik kabut dingin. Ia mengenakan mantel tebal, berharap bisa melawan angin yang menusuk. Pemandangan yang asing dan langit yang kelabu semakin menambah beban di hatinya. Di bandara, ia disambut oleh seseorang dari perusahaan Moon-Yu yang telah menyiapkan segalanya untuk Rebecca. Perjalanan ini adalah keputusan besar, dan dengan berat hati, ia meyakinkan diri untuk memulai hidup baru di sini tanpa Leon, tanpa Bara, dan tanpa siapa pun dari masa lalunya.

Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Rebecca tenggelam dalam pikiran-pikiran yang menyakitkan. Leon, yang kini bahkan tak lagi memberi kabar selama tiga hari, masih menghantui pikirannya. Hanya beberapa hari yang lalu, Rebecca merasa yakin pada perasaannya untuk Leon. Namun sekarang, keheningan dari pihak Leon memaksanya untuk menerima kenyataan yang pahit. Ia menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri, dan perlahan mencoba meyakinkan hatinya.

Akhirnya, mobil berhenti di depan sebuah gedung apartemen mewah yang cukup dekat dengan kantor Moon-Yu. Apartemen itu tampak nyaman, dengan desain modern dan nuansa hangat yang membuat Rebecca merasa sedikit lebih tenang. Setelah mengurus akses masuk, Rebecca melangkah masuk ke apartemennya dan mulai mengatur barang-barang yang ia bawa buku, baju, dan beberapa kenangan kecil. Kegiatan ini sedikit banyak membantu Rebecca mengalihkan pikirannya dari bayangan Leon yang selalu terngiang-ngiang.

Saat sedang sibuk menata barang-barang, bel pintu tiba-tiba berbunyi. Rebecca tersentak dan segera menuju pintu, membukanya. Seorang pria berdiri di depan pintu, menyerahkan sebuah kunci mobil Mercedes padanya. Sambil tersenyum, pria itu berbicara dalam bahasa Mandarin, "Mobil Anda sudah tiba." Katanya kemudian pamit setelah Rebecca mengatakan trimakasih.

Rebecca pun meletakkan kunci itu di atas meja setelah menatapnya selama 5 detik, mobil pemberian Bara yang senagaja ia bawa.

🍋🍋🍋

Rebecca duduk diam di meja makan, di depannya sepiring makanan yang masih utuh, sama sekali belum ia sentuh. Sendok yang digenggamnya hanya bergerak naik-turun, Perasaannya kosong, jiwanya terasa hampa. Setiap detik berlalu dengan perasaan yang semakin menghimpit, seolah ruangan ini semakin menyempit, hingga terasa seolah menekan napasnya.

Sudah berminggu-minggu sejak Leon menghilang begitu saja tanpa kabar. Tanpa sepatah kata, tanpa jejak, seolah ia benar-benar lenyap ditelan bumi. Rebecca telah mencoba mencari informasi, tetapi semuanya nihil. Leon seakan-akan adalah bayangan yang sirna di balik sinar mentari yang kini dapat Rebecca lihat melalui jendelanya.

Kehidupan di Shanghai yang berjalan hampir 4 minggu ternyata tidak semudah rencana awalnya, hanya karena masalah kepergian Leon yang bisa dibilang begitu saja.

Pikiran Rebecca tak pernah lepas dari laki-laki bernama Leon itu. senyum hangatnya, tatapan lembut di matanya, suara lembut yang selalu bisa menenangkannya kini semua kenangan itu hanya membawa luka yang semakin dalam.

Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia membiarkan dirinya larut dalam kesedihan yang tak tertahan. Bahunya bergetar, dan tangisnya yang sempat tertahan sejak kini pecah di meja makan, memenuhi keheningan ruangan yang tak lagi berwarna.

Mengapa? Pertanyaan itu berulang kali muncul di benaknya. Mengapa Leon pergi tanpa sepatah kata pun? Mengapa dia meninggalkan Rebecca di dalam kekosongan ini?

"Gue inget banget, Bara pergi dengan alasan kerja, abis itu dia hilang tiba-tiba. Dan sekarang-?? Leon, gila gue ngga abis pikir-??" Rebecca berdiri menatap keluar jendela langit sore di Shanghai.

Tangisnya semakin mengeras. Ia menangis tersedu-sedu, tak peduli akan dunia di sekelilingnya. Hanya ada dirinya dan kerinduan yang tak kunjung terjawab.

Tinggg...tunggg...

Rebecca menengok ke arah pintu setelah mendengar bel berbunyi. Ia melangkah pelan kemudian mengintip View door memastikan dan melihat siapa yang datang.

Lemonade ( 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang