Hendrik berjalan menghampiri Leon dengan langkah berat, ekspresinya serius. Leon yang baru saja duduk di kursi, kepalanya tertunduk lesu, ia tak tahu harus bagaimana untuk mendapatkan hati Rebecca, 3 tahun telah berlalu perasaannya untuk Rebecca masih begitu pekat.
"Leon, lo serius mau nyerah gitu aja? Ayolah jangan jadi pengecut! Rebecca itu masih pacar lo, kalian belum pernah putus. Si Bara bisa ada dateng lagi ke Rebecca."
Leon menghela napas panjang, matanya sayu menatap langit-langit ruangan, ia memijat pelipisnya karena kepalanya terasa pusing.
"Gue gak tahu lagi harus gimana. Rasanya dia udah menjauh, gue kayak gak ada harapan lagi. Dari awal semua juga udah salah gue. Seharusnya gue ngga pernah mainin perasaan dia, dan gue juga ngga ngira kalo rasa gue sama dia bakal sedalem ini. Ujung-ujungnya gue yang menyesal."
"Itu cuma pikiran lo aja! dia mungkin cuma butuh waktu. Tapi bukan berarti lo bisa nyerah gitu aja. Kalau lo masih cinta, jangan biarin hal bodoh kayak gini merusak semuanya. Lama-lama gue resign aja kalo lo gini." Kata Hendrik mengancam.
"Gue ngga pernah maksa lo kerja sama gue juga" kata Leon.
"Eh-ya??? Ngg-?? Nggak gitu juga maksudnya arhhh... pokonya lo ngga boleh nyerah!" Kata Hendrik
Leon terdiam sejenak, hatinya bimbang. Namun, ia tahu Hendrik benar. Ia tidak boleh menyerah begitu saja.
Flashback
2 minggu telah berlalu Rebecca sudah pulang ke apartemennya ia mencoba menenangkan pikirannya yang berat dengan beristirahat. Tiba-tiba, dia melihat Leon berdiri di ambang pintu menatap Rebecca dengan tatapan yang sulit di jelaskan, entah bagaimana bisa Leon masuk kedalam apartemennya. Jantungnya berdebar cepat, ketakutan merayapi tubuhnya. Tanpa berpikir panjang, Rebecca mundur beberapa langkah, wajahnya pucat.
"Le-Leon-???" Gumam Rebecca ketakutan
Leon melihat reaksi Rebecca dan bergegas mendekatinya.
"Caca," panggil Leon khawatir karena Rebecca masih berjalan dengan sempoyongan. Tapi melihat Rebecca yang berjalan mundur hingga punggungnya menabrak dinding Leon menghela nafas melihat reaksi Rebecca, selalu saja begini, selalu saja Rebecca menghindarinya.
Rebecca mulai menangis. Air mata mengalir di pipinya, tubuhnya gemetar. Kepalanya menggeleng menatap Leon seolah ingin Leon memaafkannya dan segera pergi meninggalkan Rebecca.
"Jangan ganggu aku, Leon! Aku minta maaf"
Sudah kesekian kalinya Rebecca melontarkan kalimat yang sama saat melihat Leon, hingga membuat hatinya terasa hancur.
"Apa? Balas dendam? Rebecca, aku nggak pernah kepikiran hal gila kayak gitu. Aku cuma pengen kita ngobrol."
Rebecca menggeleng, air matanya semakin deras.
"Nggak, Leon. Tolong... aku nggak mau! Aku nggak bisa!"
Leon diam di tempat, perasaannya campur aduk. Dia ingin memperbaiki semuanya, tapi kini Rebecca menolaknya dengan ketakutan yang tidak ia mengerti.
"Rebecca" panggil Zhu tiba-tiba yang masuk kedalam kamar Rebecca dan membantu Rebecca berjalan menuju tempat tidurnya.
"Lebih baik kau keluar saja dulu" kata Zhu pada Leon, yang mau tak mau Leon pun keluar membiarkan Rebecca bersama Zhu.
"Kau juga Seharusnya keluar Zhu!" Kata Rebecca masih dengan sesegukan. Zhu menghela nafasnya.
Rebecca sudah tahu semuanya, Rebecca sudah tahu jika Zhu adalah dokter psikolog yang Leon bayar untuk menjaga Rebecca dan sekaligus memberikan informasi tentang keadaan Rebecca. Pantas saja Zhu berulang kali menghubungi Rebecca setelah Rebecca konsul melalui aplikasi kesehatan. Ternyata Leon sudah sedetail itu untuk menjaganya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade ( 21+)
Teen Fiction⚠️mengandung unsur dewasa dan bahasa kasar Sequel of Leon King 18+ Sebuah keadaan yang membuat Zoey Rebecca terjebak di masalalunya dan mengalami mental disorder. Dimana ia merasakan kecemasan ketika berada di dekat orang-orang yang sebelumnya perna...