"Leon,!" Seseorang tiba-tiba membuka pintu dengan tergesa-gesa masuk kedalam ruangan kerja dan menghampiri Seseorang yang dipanggil Leon itu. "Anj*r gue telpon ga di angkat lo?!!"
Pukk... /aduhhh
Dia meringis sakit saat Leon melempar pulpen kearahnya hingga mengenai dahinya.
"Masih di kantor!" Peringat Leon.
"Iya-iya sorry" kata Hendrik, dia adalah Hendrik Asisten pribadi Leon sekaligus teman dekat Leon. Sudah yang kesekian kalinya Leon memperingati Hendrik untuk memanggilnya Pak/Boss ketika di kantor dan di jam kerja, namun temannya itu sering kali lupa. Bukan ingin menunjukkan bahwa ia adalah Boss-nya, hanya saja agar karyawan lain tidak mencontoh dan sepele kepada Leon. Sering kali Leon memaklumi Hendrik ketika tak sengaja memanggilnya tanpa embel-embel Boss. Namun ketika sedang ada karyawan lain Leon tak mau dia seenaknya.
"Kenapa,?" Tanya Leon memasukkan kedua tangannya di kantung celana dan menyandarkan pantatnya pada meja kerjanya.
"Lo jadi ke singapura kan,?" Tanya Hendrik.
"Penerbangan nanti sore kan,?" Kata Leon mengecek jam yang melingkar di tangannya.
"Aduhhh,???" Hendrik mondar-mandir dan menggaruk kepalanya kebingungan.
"Makanya kalo ada orang nelpon, ato kalo gue chat itu di angkat, ya minimal chat gue di buka lah di baca!" Kata Hendrik kesal.
"Rebecca di rumah sakit" kata Hendrik. Leon langsung membelalak dan menegakkan tubuhnya.
"Gue dapet kabar dari Rama"
"Sialan" umpat Leon langsung bergegas keluar dari kantornya.
Leon sedang diperjalanan menuju bandara, kabar tentang Rebecca yang jatuh dan tenggelam di sungai membuat Leon panik. Tanpa berpikir panjang dan persiapan Leon langsung bersiap terbang ke Singapura di temani oleh Hendrik.
Tangan Leon terkepal setelah selesai membaca laporan yang diberikan oleh Rama tentang Rebecca.
Leon mengarahkan ponsel ketelinga setelah menerima panggilan. "Kenapa bisa kecolongan,?" Tanya Leon di panggilan itu tanpa banyak basa-basi.
"I don't give a f*
🍋🍋🍋
Setelah perjalanan yang terasa melelahkan dan penuh kecemasan, Leon akhirnya tiba di rumah sakit di Singapura. Bersama Hendrik, sahabat sekaligus asistennya yang tak pernah lelah mendampinginya, Leon berjalan cepat menuju ruang rawat di mana kekasihnya berada, Rebecca, dirawat setelah kecelakaan, hal itu membuat hatinya terguncang.
Di depan pintu ruang rawat, Leon dan Hendrik disambut oleh Rama dan Zhu. Keduanya sama-sama asisten Bara, yang selama ini membantu mengawasi Rebecca, Rama adalah mantan polisi sementara Zhu adalah seorang dokter psikolog yang menangani Rebecca, selama 2 tahun terakhir. Leon memasang wajah marah saat melihat Zhu, amarahnya yang terpendam meledak dalam satu tatapan dingin.
"Bagaimana bisa ini terjadi? Kau seharusnya menjaga Rebecca dengan lebih baik!" sergah Leon pada Zhu tanpa basa-basi. Ucapannya mengandung kekecewaan dan ketidakpercayaan.
Zhu menatap Leon dengan tenang, namun sorot matanya menunjukkan bahwa ia mengerti betapa berat situasi ini bagi Leon. "Leon, aku adalah seorang psikolog. Tanggung jawabku bukan hanya pada Rebecca, tapi pada pasien-pasien lain yang juga membutuhkan bantuanku. Aku tidak selalu bisa berada di sisinya setiap saat, tapi aku berjanji akan selalu ada jika Rebecca membutuhkan. Ini kecelakaan, sesuatu yang tidak bisa kita prediksi," ujar Zhu dengan suara yang tetap tenang, meski sedikit tajam. Anggap saja menggunakan bahasa inggris karena Leon tidak bisa bahasa mandarin dan Zhu tidak bisa bahasa Indonesia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade ( 21+)
Teen Fiction⚠️mengandung unsur dewasa dan bahasa kasar Sequel of Leon King 18+ Sebuah keadaan yang membuat Zoey Rebecca terjebak di masalalunya dan mengalami mental disorder. Dimana ia merasakan kecemasan ketika berada di dekat orang-orang yang sebelumnya perna...