Chap 25.

1.3K 72 7
                                    

Malam harinya, Nata sedang duduk di sofa ruang tamu dengan Mochi di pangkuannya. Ia sedang menikmati acara favoritnya yang tayang di televisi.

"Nata." Satu panggilan tersebut mengalihkan atensi Nata untuk melihat siapa yang memanggilnya. 

Tentu saja itu sahabatnya yang kini terlihat berpakaian rapi dengan jaket kulit hitam yang ia bawa. 

"Loh Achen mau kemana?"

"Gua izin keluar malam ini ya? Mau ke rumah Nara ngerjain tugas kelompok." Keduanya memang mendapat tugas kelompok tadi, namun Archen tak satu kelompok dengan Nata, melainkan dengan Nara. 

Nata menganggukkan kepalanya tanda mengizinkan, "lama ngga?" Tanya Nata. 

"Paling cuma sejam kalo materinya mudah."

"Boleh nitip cemilan ga?"

Archen terkekeh mendengarnya, "boleh, dengan syarat lo tidur sama gua lagi malam ini."

"Iya-iya! Tinggal bilang ga mau tidur sendiri aja susah banget, pake segala nyogok dulu..." Gerutu Nata.

"Yang kemarin datang ke kamar gua terus bilang ga mau tidur sendiri siapa?" Tanya Archen sembari menaikkan satu alisnya guna menggoda Nata. 

Memang kemarin malam Nata datang ke kamar Archen dengan merengek bahwa dirinya tak mau tidur sendiri, dan meminta tidur bersama Archen.

"Nyebelin!" Nata mendengus kasar, bibirnya kini kembali cemberut.

Archen tertawa melihatnya. Sungguh, menggoda Nata sudah menjadi kebiasaan Archen dari dulu. 

"Sini cium dulu sebelum gua pergi." Archen merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan Nata yang duduk di sofa.

Tetapi, bukannya mendapat kecupan lembut dari bibir sang sahabat, Archen justru mendapat geplakan tangan yang cukup keras. "Ga mau! Lo nyebelin!" 

Archen sedikit meringis memegang pipinya, berpura-pura kesakitan agar Nata iba kepadanya.

"Ga usah pura-pura sakit ya lo! Nanti pasti obatnya minta cium." 

Archen menatap Nata dengan ekspresi datar, "cemilannya ga jadi berarti." Lalu ia pun hendak pergi meninggalkan Nata.

Belum sampai di depan pintu, tubuh besarnya serasa dipeluk oleh seseorang dari belakang.

"Ihh gue bercanda." Nata mencegah Archen dengan memeluknya dari belakang. Namun, Archen segera melepaskan dirinya dari pelukan yang lebih muda.

Nata yang merasa pelukannya dilepas paksa segera memegang kedua bahu Archen, dan memutarnya agar keduanya saling berhadapan. Ia sedikit merasa bersalah telah menolak Archen dengan ketus.

"Maaf... Jangan marah." Archen tak menjawabnya, hanya menampilkan ekspresi datar kearah sahabatnya. 

Tak mau menunggu lama, Nata sedikit berjinjit untuk menggapai wajah Archen, lalu ia mengecup bibir yang lebih tua. 

Ketika ingin melepaskan tautan bibir mereka, Archen justru menahan tengkuk Nata. Yang lebih tua sedikit merendahkan tubuhnya agar dapat sejajar dengan Nata. 

Tangan kekar milik Archen sudah melingkar indah di pinggang ramping milik Nata, Archen terus mendorong bibirnya untuk memperdalam ciuman keduanya. 

"Ahh.." Lenguhan yang lebih muda terdengar jelas oleh Archen, tangan kanannya terus menekan tengkuk Nata membuat ciuman keduanya semakin panas.

Saliva menetes di dagu keduanya, entah itu milik siapa. Tangan kiri Archen yang berada di pinggang Nata tanpa dosa menelusup masuk ke dalam piyama dan meremat sensual pinggang Nata. 

Nata menepuk pelan pundak Archen, nafasnya mulai tersengal-sengal. Dengan berat hati Archen melepas tautan keduanya, membuat jembatan saliva diantara mereka.

"Chen... Bentar duluhh.." Nata menghirup oksigen dengan rakus.

Archen semakin mendekatkan dirinya ke wajah Nata, "sepertinya gua ga jadi buat tugas." Setelah berkata demikian, Archen kembali meraup bibir Nata tanpa izin. 

Ciuman kali ini benar-benar Archen yang memimpin, membuat yang lebih muda sedikit kewalahan. 

Tak lama, ciuman Archen menurun ke jenjang leher milik Nata. Ia melumat kasar leher yang lebih muda, sesekali menggigit kecil membuat Nata meringis atas kelakuan Archen.

Drrtt..

Tiba-tiba saja terdengar suara ponsel berdering membuat kegiatan keduanya menjadi terjeda.

Archen merogoh kantong celananya untuk melihat siapa yang menelpon, dengan sedikit mengumpat Archen pun tetap mengangkat panggilan tersebut. 

"Apa?"  Tanya Archen dengan ketus.

"Buset, gua ganggu lo kah?"

"Sangat."

"Anjing.

"Cepet tudep sialan."

"Kapan lo kesini bego? Niat ngerjain tugas ga?"

"Sabar. Telat dikit ga bikin tugas kita dapet nilai F juga."

"Yeu anying-"

Tanpa mendengar lebih lanjut jawaban dari seseorang yang menelponnya, Archen segera memutus sambungannya sepihak, lalu beralih menatap Nata yang memang sedari tadi tak ia lepaskan tangannya pada pinggang milik Nata.

Terdengar helaan nafas kasar dari oknum yang lebih tua membuat Nata terkekeh kecil.

Tanpa aba-aba Archen menjatuhkan kepalanya pada pundak Nata. "Tuhan lagi ga berpihak sama lo kayaknya." Ucap Nata, tangannya dengan lembut mengelus surai hitam milik Archen.

Archen tak bergeming, tangannya justru terangkat untuk mengelus leher Nata yang kini menampilkan bekas merah keunguan karena ulahnya. 

"Milik gua." Gumam Archen sembari terus mengelus leher Nata.

"Lo bilang apa, Chen?" Tanya Nata sebab ia tak mendengar ucapan Archen.

"Gua bilang bekasnya bagus." Bohong Archen. 

Yang lebih muda mendengus kesal mendengarnya, "lo sih!" 

Nata kemudian menarik paksa kepala Archen dari pundaknya, "udah sana berangkat, ntar Nara ngomel lagi." 

Archen dengan berat hati melepas tangannya pada pinggang milik Nata. 

"Jangan cemberut mulu, kan udah dapet cium." Ucapan Nata mengundang kekehan ringan dari Archen. 

"Gua berangkat ya."

"Hati-hati Achen!" 

Archen mengangguk, lalu segera keluar dari rumah Nata menuju rumah Nara untuk mengerjakan tugas kelompok.

Setelah Archen benar-benar pergi, Nata segera berlari menuju kaca besar yang berada tak jauh dari ruang tamu. Ia melihat di pantulan kaca bahwa memang benar ada bekas cupang pada lehernya, yang tentu saja disebabkan oleh oknum Archen.

"Anjir bekasnya jelas banget, dasar Achen sialannn!" Umpat Nata sambil terus melihat bekas cupangnya dari pantulan cermin. 

FWB || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang