Rintik-rintik hujan yang tadinya turun perlahan, kini sudah seperti air yang mengalir deras membasahi bumi. Merasa hujan sudah tak bisa ditempuh lagi, Tala mencari tempat yang aman untuk berhenti sejenak. Tala yang melihat sebuah ruko kosong langsung membelokkan motornya ke ruko tersebut.
Setelah sampai pada ruko kosong itu, Faza turun diikuti oleh Tala. Sore ini hujannya sangat lebat, hujan yang turun pertama kali setelah sekian lama. Tercium di indera penciuman Faza aroma khas yang menyengat. Aroma khas hujan, yap hujan memiliki aroma khas saat ia turun. Namun, hanya muncul sekali-kali, petrichor namanya. Aroma khas yang timbul ketika hujan turun membasahi bumi setelah sekian lama. Aroma tanah kering yang basah sederhananya.
Orang-orang sekitar pun mulai berdatangan untuk berteduh dari hujan yang mengguyur kota Yogya.
"Kenapa gak diterobos aja Tala?" tanya Faza kecewa, padahal tadinya ia mengira Tala akan menerobos hujan di sore ini. Sehingga ia bisa merasakan bermain hujan setelah sekian lama. Menikmati dinginnya air hujan ketika mengalir menyentuh tubuhnya.
Mendengar itu, Tala menatap Faza sejenak. "Gua pernah menerobos hujan supaya cepat sampai tujuan. Gua memang berhasil mencapai tujuan. Namun setelahnya gua sakit," terang Tala beralih menatap hujan yang masih mengalir deras.
"Tala gak suka hujan?" tanya Faza penasaran.
"I hate rain," balas Tala menatap Faza.
"Tala tau? bagi sebagian orang hujan itu adalah kenangan, bahkan bisa menjadi sesuatu yang menyakitkan. Tapi bagi Faza, hujan adalah pengorbanan," ujar Faza menatap Bumantala.
"Pengorbanan?" tanya Tala penasaran.
"Iya, dia rela jatuh berkali-kali oleh cakrawala. Namun balasannya adalah petrichor yang arumi. Hujan sebijaksana itu Tala," ucap Faza beralih menatap kendaraan yang berlalu lalang.
Mendengar itu Tala hanya diam mencoba mencerna perkataan gadis di sampingnya ini. "Tapi lu tau kan hujan bisa bikin seseorang itu sakit?" tanya Tala lagi.
"Tahu, Faza bahkan pernah sakit karena hujan," terangnya beralih menatap Tala.
"Tapi Faza tak pernah benci Hujan Tala. Faza nekat mencintai Hujan walaupun Faza tak tahan dingin," lanjut Faza yang membuat Tala semakin yakin bahwa gadis ini aneh.
Faza rela sakit demi hujan? sama saja dia tak menyayangi dirinya sendiri. Tala baru menemui orang seperti gadis ini. Dulu waktu kecil Tala juga suka hujan, Because rain is calm, it makes everyone happy. Tapi itu dulu, semenjak ia jatuh sakit karena hujan. Ia membenci hujan, bukan hanya karena itu saja. Ada hal yang menyebabkan Tala membenci hujan. Hal yang menyebabkan Tala akan terus mengingatnya ketika hujan turun.
Cukup lama mereka terdiam, hingga hujan pun mulai reda.
"Ayo Tala, kita pulang," ajak Faza yang diangguki Bumantala.
Jika kalian bertanya pemandangan apa yang paling indah maka Faza akan menjawab pemandangan setelah hujan reda. Faza menyukai pemandangan setelah hujan reda. Terlihat jernih, enak dipandang mata yang melihatnya.
Kini mereka sudah sampai di mension Tala. Tala langsung masuk diikuti oleh Faza. Mereka masuk ke kamar masing-masing. Faza langsung membersihkan tubuhnya.
Selang beberapa menit, Faza sudah berada di kasur empuknya. Faza melamun memikirkan dari mana nantinya ia akan mendapatkan uang untuk makan? harus kemana lagi ia mencari tempat bekerja? karena rata-rata pekerjaan disini memandang umur. Jarang pekerjaan yang mau menerima anak sekolahan sepertinya.
Kafe itulah satu-satunya yang mau menampungnya bekerja. Itupun karena atasan kafe itu kasihan dan gajinya pun dipotong sesuai jam kerjanya. Namun sekarang? sungguh, ia tak tahu harus apa. Kali ini ia tak mau membagi masalahnya dengan Fara. Pasti gadis itu akan selalu membagi uang jajannya ketika tahu bahwa Faza sudah tak bekerja lagi. Benar, Fara memang sebaik itu.
"Apa Paza cerita ke Tala? siapa tau Tala punya kenalan kan bisa bantu Paza?" monolog nya.
Setelah menimang-nimang selama beberapa jam. Tidak, tidak selama itu sebenarnya. Hanya saja Faza tadi ketiduran ketika memikirkan itu hehe. Faza bangun dan langsung turun untuk makan. Karena perutnya yang sudah berbunyi sedari tadi. Sekalian ia akan curhat kepada jodohnya, alias Bumantala.
Faza kini sudah siap dengan bahan-bahan di tangannya. Ia akan memasak lagi. Kali ini ia ingin memasak ikan goreng. Supaya tak bosan nasi goreng mulu pikirnya.
"Ngapain?" terdengar suara seseorang yang mengejutkan Faza.
Melihat Tala yang dibelakangnya membuat Faza menghela nafas lelah. Mengapa Tala ini selalu membuat dirinya kaget? entah jantungnya yang lemah dan mudah kagetan atau Talanya saja yang memang dasarnya suka mengejutkannya. Pasalnya Tala suka datang tiba-tiba tanpa aba-aba. Sudahlah, Faza sudah lelah menasehatinya. Biarkanlah dirinya terkaget-kaget, hitung-hitung latihan militer untuk menguatkan jantungnya.
"Ngapain?" tanya Tala lagi yang membuat lamunan Faza buyar seketika.
"E-eh Tala, mau bikin makanan Tala. Sekalian gak?" tawar Faza.
"Gak usah. Ini gua udah beli pecel ayam buat kita," tolak Tala menyodorkan kresek yang dipegangnya.
Faza menerimanya dengan senang hati, syukurlah ia tidak perlu repot-repot masak sekarang. Faza langsung memindahkan pecel ayam tersebut ke dalam dua piring. Satu untuknya, satu lagi jelas untuk Bumantala.
"Ini Tala," ucap Faza memberikan satu piring untuk Tala yang diterima baik oleh laki-laki itu.
Faza duduk dihadapan Tala dan mulai menyantap pecel ayam yang dibelikan Tala untuknya. Begitupula Tala, ia juga tengah menyantap pecel ayamnya. Mereka sibuk dengan dirinya masing-masing. Benar-benar hening, tak ada suara.
Setelah selesai makan, seperti biasa Tala akan mencuci piring. Baru saja Tala akan pergi namun ditahan oleh Faza.
"Gak usah Tala, sekarang gantian Faza aja," ujar Faza yang dibalas gelengan oleh Tala.
Tanpa menghiraukan Faza, Tala langsung pergi menuju dapur untuk mencuci piring mereka. Faza hanya diam menatap lekat punggung laki-laki itu. Ia pasti beruntung jika mendapatkan laki-laki seperti Tala.
'Ganteng banget Talanya Paza,' -batin Faza memuji jodohnya.
Tak lama kemudian, Tala sudah selesai dengan kegiatannya. Ia pergi untuk menonton televisi rencananya. Namun, melihat gadis aneh itu yang masih berada di meja makan membuatnya menatap heran. Apa gadis ini masih lapar? apa kurang porsi nasi yang ia belikan tadi? entahlah, Tala mau menonton saja sekarang.
"Tala!" panggil Faza ketika melihat Tala berlalu begitu saja di depannya. Hei! apa Tala tak melihatnya disini? ia sudah lumutan menunggu Tala dan apa? Tala meninggalkannya begitu saja?
Tala yang mendengar namanya dipanggil langsung berhenti. Menoleh menatap Faza.
"P-paza mau cerita boleh?" tanya Faza gugup, oh ayolah siapa yang tidak gugup ditatap lama seperti itu? apalagi yang natap laki-laki tampan seperti Tala. 'Perfect,' -batin Faza.
Mendengar ucapan gadis itu membuat Tala terdiam sejenak. Mungkin gadis ini ingin menceritakan penyebab ia menangis tadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Perfect (End)
Teen FictionDia terlalu sempurna untuk diceritakan secara sederhana. He is perfect. Kamu pernah mendengar bahwa kita akan sempurna dimata orang yang tepat? Yap, Faza tengah mengalami hal itu. Faza melihat sosok laki-laki yang menolongnya itu seperti bidadara y...