Kini mereka sudah sampai di mension Tala. Ana pun sudah sampai. Tala masuk diikuti Faza dan Ana.
"Duduk dulu," ujar Tala yang diangguki Ana.
Tala pergi menuju kamarnya diikuti Faza. Ana yang melihat itu juga mengikuti Faza. Enak saja Faza bisa masuk ke kamar Tala sedangkan ia tidak. Memangnya Faza siapa? pikirnya.
Setelah sampai di pintu kamarnya, Faza merasa ada orang di belakangnya. Faza menoleh ternyata Ana. Ada apa cewek gatel ini mengikuti dirinya dan Tala?
"Ngapain?" tanya Faza heran menatap Ana.
"Kamu ngapain?" tanya Ana balik emosi.
Mendengar itu Faza tersenyum remeh. "Ini kamar saya mba! mbanya ngapain disini? saya mau ganti baju," ujar Faza ramah seperti pelayan hotel bintang 10.
"Whahaha lu mimpi? serumah sama Tala?" terdengar gelak tawa yang berasal dari mulut nenek lampir itu yang membuat Faza memutar bola matanya malas.
"Wes karepmu ae mbak!" ucap Faza tak mau memperpanjang masalah. Ia lebih baik membersihkan dirinya terlebih dahulu. Supaya nanti pelajarannya masuk ke dalam otak kecilnya ini.
Faza langsung saja membuka pintunya lalu menutup pintunya dengan keras mengejutkan Ana yang berada di luar pintu. Melihat itu banyak pertanyaan yang muncul memenuhi kepalanya. Ana hanya berdiri menunggu Tala keluar dari kamarnya.
Selang beberapa menit, Tala keluar dengan baju kaos putih dan celana selutut. Membuat ketampanan Tala bertambah. Ana yang melihat itu terpukau. Bagaimana tidak, Tala ini sangatlah tampan.
"Ana? ngapain lu disini?" tanya Tala heran. Mengapa gadis itu sampai ke lantai dua? bukannya tadi Tala menyuruhnya untuk duduk di sofa?
Mendengar pertanyaan Tala membuat Ana sadar dari lamunannya. "E-eh Tala, itu tadi Faza juga ke atas kok! malahan di masuk ke kamar itu!" tunjuk Ana yang membuat Tala paham.
"Katanya dia tinggal disini, ngawur banget gak sih??" lanjut Ana yang membuat Tala menoleh menatapnya.
"Emang," jawab Tala yang membuat Ana tersenyum senang.
"Tuhkan gak mungkin Faza tinggal disini. Kayaknya dia halu deh!" ujar Ana yang membuat Tala menatapnya tajam.
"Faza emang tinggal disini," ujar Tala dingin lalu turun begitu saja membawa beberapa buku tanpa menghiraukan Ana.
Ana yang mendengar perkataan Tala membuatnya menegang. Apa? Faza tinggal disini? mengapa musuhnya itu tinggal disini? yap, Ana menganggap Faza itu musuhnya dalam mendapatkan Tala.
Ana yang melihat Tala sudah berada di bawah, ia mulai turun ke bawah menuju ke tempat Tala duduk. Cukup lama mereka berdua duduk namun hanya dalam kondisi diam. Sampai Faza datang memecah keheningan.
"Udah mulai?" tanya Faza ketika ia sudah sampai di sofa. Faza datang membawa beberapa buku bahasa Indonesia yang rasanya bisa ia pelajari dan masuk untuk lomba bulan depan. Faza sendiri sekarang tengah memakai kaos oversize dan celana pendek.
"Lama banget nungguin kamu doang kita!" Bukan, bukan Tala yang menjawab. Melainkan Ana, si nenek lampir gatel.
Faza yang mendengar itu hanya memutar bola matanya malas. "Ngapain nungguin saya? bukannya beda-beda bidang ya? gak usah ngelawak deh mbak nya!" jawab Faza lalu duduk di samping Tala.
Mendengar jawaban Faza membuat Ana panas. "G-,"
"Diem! kalau gak mau belajar pulang aja," ujar Tala memotong perkataan Ana.
Mendengar itu Faza hanya tertawa pelan. Sungguh, kalau ia jadi Ana pasti ia sudah pulang sekarang. Faza melihat wajah Ana yang malu nampak tertekan membuat Faza ingin meledakkan tawanya, namun ia masih berusaha menahan tawanya.
Ana yang mendengar ucapan Tala kini tengah fokus untuk belajar. Setengah jam sudah berlalu, Faza sudah muak belajar. Matanya tak bisa diajak kompromi untuk belajar lama-lama. Terbukti matanya sekarang sangat berat. Faza suka membaca, namun bukan membaca buku pelajaran seperti ini. Jika ini buku novel maka satu jam pun Faza tak akan mengantuk. Ada yang sama dengan Faza?
Entah mengapa Faza tidak bisa bergelut lama dengan buku pelajaran. Seperti sebuah kelemahan baginya. Faza sudah lelah, matanya sudah lelah, batinnya pun sudah lelah. Semuanya lelah, Faza beralih menatap kedua insan yang sibuk bergelut dengan bukunya. Apa mereka tak lelah?
Sudah setengah jam dan mereka tetap fokus kepada buku? benar-benar anak kelas unggul itu kutu buku ya pikir Faza. Faza memfokuskan pandangannya kepada Tala. Lihatlah zombie kesayangannya ini. Wajahnya yang serius menambah ketampanannya berkali-kali lipat. Faza menopang dagunya menikmati ciptaan Tuhan yang satu ini. Sayang kalau dianggurkan pikir Faza. Benar-benar definisi 'nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan'.
Merasa ada yang memperhatikannya membuat Tala menoleh. Ternyata Faza, gadis itu tengah menopang dagunya lalu menatapnya seperti ingin memakannya. Membuat Tala bergidik ngeri.
"Lu gak belajar?" tanya Tala yang membuat lamunan Faza buyar seketika.
Faza yang tersadar langsung mengalihkan wajahnya menatap buku. Tertangkap basah untuk kedua kalinya? tadi di kantin ia tertangkap basah oleh Aksa, dan sekarang Tala?
'Astaga Faza makanya mata tuh dijaga!' -batinnya menyesal. Apa Tala akan ilfil padanya setelah ia mengetahui bahwa Faza menyukainya?
Melihat gadis itu kembali fokus dengan bukunya membuat Tala menggeleng heran. Random sekali gadis ini pikirnya. Tala melanjutkan belajarnya yang tertunda.
Sudah satu jam berlalu, mata Faza kini hanya tersisa 2% saja. Sudah! Faza menyerah, ia angkat tangan. Satu jam bergelut dengan buku sudah membuat batin dan fisik nya tersiksa. Ia berhenti disini, Faza akan istirahat sejenak. Bodoamat kalau nanti nenek lampir atau zombie kesayangannya marah. Yang terpenting ia harus melepas penatnya terlebih dahulu.
Faza menatap Ana dan Tala bergantian. Mereka masih fokus dengan bukunya masing-masing. Tala yang masih mencoret-coret kertas dan Ana yang sibuk membaca buku. Sebenarnya terbuat dari apa otak mereka? ketika mama mereka hamil ngidam apa ya? nanti Faza akan menanyakannya kepada Mama Tala. Tips and trick supaya bayi kita cerdas. Agar kelak bayi Faza juga cerdas seperti papanya, Bumantala.
Ana yang melihat Faza menatap Tala membuatnya panas. "Faza, kamu gak belajar?" tanya Ana yang membuat Faza tersadar dan langsung mengalihkan pandangannya sebelum Tala menangkap basah dirinya untuk kedua kalinya.
"Mbak e gak liat saya dari tadi baca buku?" tanya Faza ketus.
"Belajar kita sampai sini dulu. Besok kita sambung,"
Baru saja Ana ingin membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Faza. Tala lebih dulu berbicara membuat Ana mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Faza yang mendengar perkataan Tala langsung kegirangan. Ia langsung menutup bukunya dengan senyuman.
"Shadaqallahul'azim," ucap Faza dengan senyum lega. Membuat kedua insan yang berada di dekatnya menatapnya aneh.
'Gadis aneh,' -batin Tala.
"Besok kita udah mulai kuis ya! nanti sistemnya misal gua nanya Faza, nanti Faza jawab! nah kita bakal bikin hukuman yang setimpal buat yang gak bisa jawab pertanyaan, gimana? biar lebih rajin belajarnya," terang Tala yang disepakati oleh Ana. Faza? mendengar kata hukuman saja membuatnya pusing.
Faza tahu Tala tengah menyindirnya. Faza tak sanggup jika memakai hukuman, sungguh!
"Faza gimana?" tanya Ana yang membuat Faza menelan ludahnya gugup. Kini Tala menatapnya menuntut jawabannya.
"H-hukumannya apa dulu?" tanya Faza tak mau main sepakat-sepakat saja. Karena ya nanti hukumannya denda 1 juta setiap satu pertanyaan yang tak terjawab bagaimana? uang lima ratus ribu saja Faza tak punya apalagi sejuta? uang darimana nanti?!
"Apa ya?" tanya Ana berfikir keras.
"Nyanyi," ujar Tala yang membuat Faza mengangguk semangat. Kalau menyanyi ia tak masalah. Suara nya yang merdu tak akan mempermalukannya di depan jodohnya ini. Faza berfikir, pasti ini hanya modus Tala untuk mendengarkan suara emasnya ketika bernyanyi. Percaya diri aja dulu pikirnya. Percaya diri terlalu berlebihan itu tidak baik ya pren.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Perfect (End)
Ficção AdolescenteDia terlalu sempurna untuk diceritakan secara sederhana. He is perfect. Kamu pernah mendengar bahwa kita akan sempurna dimata orang yang tepat? Yap, Faza tengah mengalami hal itu. Faza melihat sosok laki-laki yang menolongnya itu seperti bidadara y...