"Maaf ya Faza Tala pulangnya sama Ana," bukan, bukan Tala menjawab melainkan cewek gatel itu.
Mendengar jawaban cewek gatel itu membuat hati Faza panas. Percayalah Faza ingin memakan Ana hidup-hidup sekarang juga. Faza hanya acuh, tak mau mendengarkan ocehan cewek gatel itu.
"Ta?" panggil Faza lagi.
"Gua sama Ana," satu kalimat yang keluar dari mulut Tala membuat Faza ingin menangis rasanya. Bak dihantam batu besar, hati Faza sakit. Ternyata begini rasanya jatuh cinta sendirian.
Nampak jelas di wajah Ana tercetak senyum kemenangan. Membuat Faza menggeram marah. Tala pergi begitu saja tanpa pamit kepadanya dan diikuti oleh cewek gatel itu. Meninggalkan Faza seorang diri yang tengah mematung. Hati mungiel nya sakit.
"T-tala jahat, kit hearttt" monolog Faza melihat mereka pergi menuju parkiran.
Faza berjalan dengan gontai menuju pagar. Sungguh, ia bingung harus meminta bantuan siapa. Mau berjalan pun ia tak tahu arah. Faza duduk di halte entah menunggu apa. Yang jelas ia beristirahat sejenak untuk mengumpulkan tenaganya supaya kuat berjalan nanti.
Sedang sibuk dengan pikirannya, Faza melihat Tala membonceng cewe itu. Membuat hati Faza terluka. Seperti ada yang retak tapi bukan kaca. Baru aja jatuh cinta udah dapat jatuh nya aja pikirnya.
Setelah melamun beberapa menit Faza memutuskan untuk berjalan kaki. Yap, bermodalkan ingatan yang berada di otak kecilnya ini, Faza mulai berjalan menyusuri jalan raya. Banyak motor mobil berlalu lalang.
Sudah dua jam berlalu, langit pun sudah mulai berganti warna menjadi orange. Sudah dua jam pula Faza berjalan kaki. Faza tak tahu dimana dirinya berada sekarang. Kondisi Faza kini sudah persis seperti gembel yang meminta-minta di tepi jalan.
Kini Faza duduk di tepi trotoar, melepaskan lelah. Sungguh, ia haus sekarang. Ingin membeli air uang juga tidak ada. Bagaimana ini? Faza sudah menyerah, otak kecilnya tak bisa mengingat jalan menuju mension Tala. Disaat seperti ini ia menyalahkan otaknya yang mempunyai kapasitas yang tak seberapa ini.
"Ya Tuhan bagaimana caranya Faza pulang?" monolog nya lelah. Sungguh, berjalan kaki selama dua jam itu melelahkan. Kakinya pun sudah lecet sekarang.
"Paza hauss," lanjutnya sedih, tak tahu harus meminta air kepada siapa. Faza hanya bisa meratapi nasibnya sekarang.
Disisi lain...
"Pa, kok Faza belum pulang juga ya?" tanya Mama Tala khawatir.
"Mungkin Faza lagi sama Tala ma. Mereka kan satu sekolah," ucap Papa Tala berusaha menenangkan istrinya.
"Tala juga kemana lagi udah mau malem ini Pa," ucap Mama Tala khawatir anak-anaknya belum pulang juga.
"Udah ma tenang, palingan bentar lagi juga Tala pulang sama Faza," ucap Papa Tala meyakinkan istrinya.
"Udah ya tenang dulu," lanjut Papa Tala yang diangguki oleh istrinya.
Selang beberapa menit, terdengar suara deruman motor yang mereka yakini itu adalah suara motor Tala. Mendengar itu terpancar senyuman di bibir orang tua Tala.
"Ma, Pa," sapa Tala saat sudah dekat dengan orang tuanya.
"Kok lama banget pulangnya bang?" tanya Mamanya khawatir.
"Tadi ada belajar bareng teman Ma," jawab Tala dengan senyumannya. Ia paham orang tuanya ini mengkhawatirkan dirinya.
"Loh? Faza mana bang?" tanya Papanya yang menyadari tak ada tanda-tanda kedatangan calon menantunya itu.
"Iya bang Faza mana? Faza sama kamu kan?" tanya Mamanya khawatir yang membuat Tala heran. Bukannya gadis itu dari tadi sudah pulang? kemana dia?
"Engga ma, Tala tadi pulang sama Ana," ujar Tala jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Perfect (End)
Novela JuvenilDia terlalu sempurna untuk diceritakan secara sederhana. He is perfect. Kamu pernah mendengar bahwa kita akan sempurna dimata orang yang tepat? Yap, Faza tengah mengalami hal itu. Faza melihat sosok laki-laki yang menolongnya itu seperti bidadara y...