'Ini gambaran kita suatu saat nanti.'
Terdengar alunan musik merdu masuk ke indera pendengaran seorang gadis yang masih terbaring nyenyak. Entah apa yang dimimpikannya sampai ia begitu betah padahal jam sudah menunjukkan pukul 07.00 Wib. Suara tadi adalah nada dering alarm dari handphone nya. Bukannya bangun, suara merdu tersebut malah membuatnya nyaman dalam tidurnya.
Selang beberapa menit gadis itu terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia mulai meregangkan tubuhnya. Yap, gadis itu adalah Faza. Dia mulai melihat jam yang tertera di handphone nya. Begitu paniknya ia ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 07.20 Wib. Dimana hari ini adalah hari selasa, pastilah ia telat sekarang. Apalagi ia harus berjalan kaki ke sekolah, rasanya tidak mungkin untuk hari ini sekolah. Pergi dengan angkutan umum pun uangnya tidak cukup.
"Gak usah sekolah kali ya, pasti telat nih." Monolognya yang masih berada di atas yang hampir mirip dengan karpet. Faza tak punya cukup uang untuk membeli kasur empuk seperti orang-orang. Lebih baik ia membeli kasur lipat saja ya walaupun tipis yang penting ia tidur tidak dalam keadaan dingin.
Faza yang sudah mulai membaringkan badannya teringat sesuatu. Yap, dia ada ulangan hari ini jam ke dua. Bagaimana ini? di SMA Bimantara jika tak mengikuti satu ulangan maka tak ada kata menyusul, otomatis nilai akan kosong. Belajar juga belum, bagaimana ini pikir Faza panik. Ia dengan bergegas mndi lalu bersiap-siap pergi ke sekolah. Semoga saja ada malaikat baik hati yang mau menumpangkannya hingga ke sekolah.
Faza mulai berjalan menuju sekolahnya. Lumayan jauh tapi tak apa, karena Faza sudah biasa berjalan setiap pagi. Sambil berjalan Faza mulai membaca buku agar nanti nilainya tidak dibawah kkm. Sekarang pelajaran bahasa Indonesia jadi ya amanlah bagi Faza.
Orang-orang yang melihat Faza pasti berfikir bahwa anak ini rajin sekali. Membaca buku sambil berjalan dan merasa kasihan karena ia berjalan kaki untuk berangkat ke sekolah.
"Lihat gadis itu, kasihan sekali ya. Sungguh malang nasibnya." Ucap Ibu-Ibu yang berada di halte.
"Iya ya Bu, dia juga rajin. Andai anak saya se rajin gadis itu Bu." Ucap Ibu satunya lagi menanggapi yang diangguki oleh Ibu itu.
Gadis yang tengah dibicarakan mereka kini sedang panik. Bagaimana tidak, setengah jam lagi jam kedua akan masuk. Sedangkan untuk menempuh ke sekolahnya membutuhkan waktu dua puluh menit jika menggunakan motor. Dan dia sekarang tengah jalan kaki. Entahlah, dia hanya berharap semoga ada malaikat baik yang mau menumpangkannya.
Sedang asik meratapi nasibnya, tiba-tiba di sampingnya berhenti sebuah mobil. Atharsya sedikit kaget, ia juga takut sekarang. Jalanan ini tengah sepi, tak ada motor mobil yang berlalu disini. Tak ada satupun orang selain dirinya disini. Apakah ia mau diculik? tapi Faza tak mempunyai apa-apa. Jadi apa yang ingin diculik? atau? apa dia mau dijual? astaga Faza sangat ketakutan sekarang. Baru saja ingin pergi dari sana, tangannya dicekal oleh seseorang yang Faza yakini ialah orang yang keluar dari mobil itu. Ya Tuhan lindungi Faza dari semua jin dan setan yang mengganggu Faza ya Tuhan. Faza terus melafalkan doa doa di dalam hatinya.
Melihat gadis ini hanya diam membuat Ibu itu heran. Mengapa gadis ini tak kunjung berbalik menatapnya? yap, yang memberhentikan Faza adalah seorang Ibu-Ibu.
"Nak." Panggil Ibu itu yang membuat Faza menoleh menatapnya. Ternyata Ibu-ibu, Faza menghela napas lega. Ternyata dirinya berburuk sangka, maafkan Faza ya Tuhan. "Ehehe ada apa ya Bu?" Tanya Faza sopan. Ada apa Ibu-ibu ini menghentikannya? apa dia ada hutang dengan Ibu ini. Perasaan dia tidak pernah berhutang, sesusah apapun hidupnya ia tak akan mau berhutang. Karena tak ada yang akan membayarnya nanti. Lebih baik ia kelaparan saja.
"Kamu SMA Bimantara ya?" Tanya Ibu itu yang langsung diangguki Faza.
"Mau ke sekolah?" Tanya Ibu itu.
"Iya Bu." Jawab Faza malu, karena jam segini pasti pagar sekolah sudah ditutup.
"Yaudah ayo naik ke mobil, Ibu juga kesana, sekalian aja." Ujar Ibu itu langsung menaiki mobil.
Mendengar itu, Faza tersenyum lega. Akhirnya, ia bisa mengikuti ulangan pada hari ini. Untuk materi nya Faza sudah memahami. Namun ia tak tahu bisa atau tidak menjawab soal itu nanti. Yang jelas sekarang ia pergi dulu sekolah. "Nama kamu siapa?" Tanya Ibu itu setelah di mobil.
"Faza Bu." Jawa Faza sopan.
Ibu itu tersenyum lalu mulai menjalankan mobilnya. "Kelas berapa nak?" Tanya Ibu itu lagi.
"Kelas 11 Bu." Balas Faza.
"Sama dong sama anak Ibu. Anak Ibu juga kelas 11, jurusan IPA. Kalau Faza jurusan apa?" Ujar Ibu itu yang membuat Faza tersenyum.
"Faza jurusan IPA juga Bu." Ucap Faza.
"Ooo kenal gak sama Tala?" Tanya Ibu itu yang membuat Faza bingung. Bukan apa-apa, masalah nya lokal IPA di SMA Bimasakti untuk satu angkatan itu saja ada 12 lokal. Tiap lokalnya ada 50-an siswa. Tak mungkin rasanya Faza bisa menghapal nama-nama manusia itu di dalam otaknya yang kecil ini.
"Lokal IPA apa ya Bu?" Tanya Faza sopan. Siapa tau cowok itu ganteng kan, bisa lah ia gebet. 'Tapi kayaknya ganteng deh, mamanya aja cantik.' -batin Faza.
"Lokal A Za." Ucap Ibu itu yang membuat Faza minder. Secara lokal A itu berisi anak-anak pintar saja. Sedangkan ia? hanyalah siswa biasa yang berharap nilai tidak di bawah kkm saja sudah bersyukur.
"Kalau Faza lokal apa?" Tanya Ibu itu yang membuatnya malu sendiri. Berbohong? tidak mungkin. Nanti jika ketahuan ia yang akan malu sendiri.
"Lokal F Bu." Ujar Faza tersenyum sopan. Pasti Ibu ini sudah nge black list dirinya daru calon menantu idaman. Bagaimana ini, pupus lah harapannya menjadi menantu Ibu ini. Semoga saja Ibu ini tidak ilfil dengan orang bodoh seperti dirinya.
"Ooo gitu iya-iya." Balas Ibu itu menghentikan percakapan mereka berdua.
Mendengar jawab Ibu itu membuat Faza semakin yakin bahwa ia telah di blacklist dari kandidat calon menantunya. Membuat bahunya merosot lemas. 'Yah gagal dapat mertua kaya.' -batin Faza sedih.
Selang beberapa menit mereka telah sampai di pekarangan sekolah. Tadinya pintu gerbang ditutup, namun setelah melihat mobil yang akan masuk. Pak satpam itu langsung membukanya. Membuat hati Faza senang, akhirnya ia hanya tinggal masuk saja lagi. Tak payah memikirkan bagaimana nasibnya jika memanjat pagar nanti.
"Makasi ya Bu atas tumpangannya." Ujar Faza tersenyum senang.
"Iya nak sama-sama. Kamu kenapa telat?" Tanya Ibu itu yang membuat Faza kelimpungan sendiri. Jika ia menjawab jujur, ia takut nanti Ibu ini ilfil dengan dirinya.
"Hehe tadi jalan kaki Bu. Jadi telat." Jawab Faza setengah bohong.
"Ooo yaudah gih masuk ntar gurunya tambah marah. Oiya ini sedikit uang jajan dari Ibu ya nak. Belajar rajin-rajin ya biar jadi mantu Ibu." Terang Ibu itu yang membuat Faza tak enak hati. Sungguh, ia ingin sekali menerima uang tersebut. Ucapan terakhir Ibu itu juga membuat Faza malu-malu. Padahal di dalam hatinya bersorak senang. Ternyata Ibu ini mau menjadikannya calon mantunya.
"Eh gak usah Bu." Tolak Faza sopan, ia harus menjaga image nya di depan camer nya ini.
"Ambil sayang, oiya sini nomor handphone Faza." Ujar Ibu itu sambil menyelipkan uang dua lembar bewarna merah yang membuat Faza tak enak hati.
"Makasi banyak ya Bu." Ucap Faza mengucapkan terimakasihnya. Lalu Faza memberikan nomor handphone nya kepada Ibu itu.
"Sekali lagi makasi ya Bu. Faza pamit dulu." Pamit Faza sopan yang dibalas senyuman oleh Ibu itu. Faza berjalan menuju lokalnya dengan senang hati. Uang dapat, mertua pun dapat. Duh doble kill ini mah. Bisa lah untuk makan satu minggu pikirnya. Iyadeh Za, serah lu ae.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Perfect (End)
Roman pour AdolescentsDia terlalu sempurna untuk diceritakan secara sederhana. He is perfect. Kamu pernah mendengar bahwa kita akan sempurna dimata orang yang tepat? Yap, Faza tengah mengalami hal itu. Faza melihat sosok laki-laki yang menolongnya itu seperti bidadara y...