Happy reading ❗
Sore hari sepulang dari kegiatan kampus, Violet pulang dengan membawa motor kesayangannya Milo. Lelah dan mengantuk tetapi Violet harus tetap pulang. Adimas sempat menawari dirinya untuk mengantar pulang karena melihat Violet yang sangat kelelahan tetapi sekali lagi Violet menolak.
Violet melewati sekolah elit di daerah Jakarta Selatan, niat nya sebelum pulang ia mau membeli jajanan yang ada di sekitar sekolah tersebut. Namun karena lelah dan mengantuk sehingga Violet tidak terlalu fokus membawa motornya. Motor Violet oleng ketika tiba-tiba satu anak perempuan dengan masih mengenakan seragam sekolah berjalan untuk menyebrang.
Kecelakaan yang sangat tiba-tiba membuat banyak orang langsung mengalihkan fokus mereka pada Violet dan si anak sekolah yang Violet tabrak. Violet pun terjatuh dari motornya meski hanya lecet-lecet di bagian lutut dan tangannya akibat gesekan dari aspal jalan.
Rasa nyeri akibat lecet di tangan dan kaki tidak menjadi hambatan untuk Violet segera melihat anak perempuan yang ia tabrak. Violet panik ketika sang anak perempuan itu tidak sadarkan diri dan darah lumayan banyak mengucur.
Segera Violet membangunkan anak itu. Menggoyangkan badannya namun nihil. Violet pun lemas seketika. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada anak itu. Matilah sudah angan-angan untuk lulus dengan tenang.
”Siapa pun tolong bantu saya. Saya tidak akan kabur dari tanggungjawab. Saya minta tolong bawa anak ini secepatnya ke rumah sakit.” Violet sedikit berteriak pada kerumunan orang yang melihat dirinya dan anak itu. Violet tidak ingin orang-orang salah paham dan mengira ia lari dari tanggung jawab. Untung nya ada orang baik yang mau menolong dirinya untuk membawa anak itu ke rumah sakit. Sementara Violet membawa motornya mengikuti dari belakang. Rasa nyeri sudah entah hilang kemana. Violet panik dan juga takut.
Sesampainya Violet di ruang IGD, ia langsung masuk dan mencari tahu orang yang membawa anak itu. Orang baik yang entah Violet tidak tahu, menunggu dirinya untuk mendaftarkan pasien sementara pasien di tangani.
”Mbak daftar dulu aja. Biar saya yang menunggu disini.” Ucap orang itu.
”Sekali lagi terimakasih mas sudah mengantar dan menunggu saya.” Balas Violet.
Ketika Violet akan mendaftar, ia bingung harus mendaftarkan dengan nama siapa. Lalu Violet pun kembali ke ruang IGD untuk menanyakan tas atau apapun tanda pengenal anak itu.
”Maaf mas, apa mas menyimpan tas anak itu? Saya bingung mau mendaftar pakai nama apa.” Tanya Violet.
”Oh iya mbak maaf ini tas nya saya simpan.”
Violet dengan terpaksa membuka tas anak itu dan mencari tanda pengenal, mungkin tersimpan kartu siswa di dalamnya.
”Bening Senopati.” Ucap Violet ketika menemukan tanda pengenal itu. Namanya seperti tidak asing tetapi Violet tidak berfikir lebih lanjut ia pun langsung berjalan ke ruang pendaftaran.
”Oh iya mbak saya sudah menelfon orang tua anak itu dan akan segera datang.”
”Oh iya sekali lagi terimakasih mas.”
Selesai dari pendaftaran, Violet kembali ke ruang IGD untuk melihat apakah anak itu sudah sadar atau belum. Ternyata anak perempuan itu sudah sadar namun kondisinya masih lemah sehingga belum bisa banyak di ajak berbicara.
Violet sempat bertanya kondisi anak itu pada dokter, dan dokter rumah sakit itu pun menyarankan agar pasien di rawat untuk perawatan lebih lanjut. Setelah mengurus administrasi pendaftaran rawat inap, Violet menunggu keluarga orang tua anak itu datang tetapi sampai pasien selesai di jahit orang tuanya belum datang juga. Mau tidak mau Violet pun mengiyakan ketika anak itu akan di bawa ke ruang rawat inap, dan berpesan pada perawat jaga bahwa pasien sudah di pindahkan jika ada keluarga yang datang.
