TIPU-MENIPU

3 1 0
                                    

Dengan cepat masyarakat Indonesia di Singapura sudah mendengar kabar bahwa aku memperoleh ijin tinggal di kota itu. Baru saja beberapa jam aku pindah ke villa Kolonel X, tamu-tamu sudah mulai mengalir.

Aku sebetulnya ingin sekali menepati janjiku kepada kedua wartawan yang sudah mau mengalah atas permintaanku. Tetapi akhirnya mereka tidak berhasil memperoleh informasi eksklusif yang kujanjikan. Ketika aku menelepon ke kantor redaksi mereka untuk menegaskan janji antara kami bertiga, keduanya sedang tidak ada. Lalu diluar pengetahuanku seorang Indonesia yang tidak mengetahui janjiku pada kedua wartawan itu telah mengatur suatu acara jumpa pers bagiku. Ketika aku memprotes, padaku dikatakan bahwa jika acara itu kubatalkan dan informasi hanya kuberikan pada satu harian saja yang milik Inggris, itu akan sangat menyinggung perasaan kalangan Melayu, Cina dan India. Tindakanku yang demikian akan merupakan propaganda buruk bagi Indonesia. Aku merasa tidak enak karena melanggar janji. Tetapi aku tidak boleh sampai menimbulkan ketidak-akuran antara orang Indonesia dengan orang-orang Asia lainnya di Singapura. Untung saja kedua wartawan Straits Times mau memaafkan diriku.

Waktu itu di Singapura ada seorang Indonesia yang banyak koneksinya dengan kalangan atas. Pada orang itu dipercayakan tugas mengurus beberapa ribu ton gula yang diselundupkan dari Indonesia ke sebuah pulau kecil di luar daerah pantai Singapura, untuk dijual dengan cepat pada seorang pedagang bangsa Cina. Aku membawa sepucuk surat yang dialamatkan pada orang itu. Surat itu berisi instruksi agar ia menyerahkan uang hasil penjualan gula padaku, supaya aku bisa meneruskan perjalanan ke Australia dan Amerika.

Ketika surat itu kuserahkan padanya, orang itu mengatakan bahwa gula dijualnya pada seorang pedagang Cina yang sudah berjanji akan membayar ketika komoditi itu sudah disalurkan pada para grosir di Singapura. Tetapi kini pedagang itu menghilang, katanya dengan membawa gulanya. la sudah berusaha keras mencari orang itu. la merasa prihatin sekali, karena dengan kejadian itu pemerintah Republik Indonesia menderita kerugian paling sedikit $ 150.000.

Kabar itu sangat mengejutkan bagiku. Kecuali kerugian keuangan yang diderita, itu juga berarti bahwa aku tidak bisa meneruskan perjalanan ke Australia. Untuk mengirim surat pada Bung Amir guna menjelaskan duduk perkara ini akan sulit sekali, kecuali jika ada kurir yang memegang paspor Belanda.

"Saudara sudah memberi tahu polisi Singapura atau CID?" tanyaku.

"Wah tentu saja tidak! Bagaimana saya mungkin mengadu ditipu Cina, apabila kita sendiri bersalah karena melakukan penyelundupan? Juga walau kita terpaksa melakukannya sebagai akibat blokade Belanda."

"Meski begitu sebaiknya Saudara melapor pada CID," kataku. "Pengertian mereka kelihatannya besar sekali. Saya yakin, dengan segera mereka akan berhasil meringkus penjahat itu."

Mula-mula orang Indonesia itu tidak mau. Tetapi akhirnya ia menyetujui usulku untuk memanggil pejabat Inggris dari CID ke rumahnya, agar kejadian itu tidak tersebar luas. Petugas CID yang datang mendengarkan dengan cermat, sementara orang Indonesia itu memaparkan kejadiannya.

"Anda tidak perlu khawatir," kata petugas itu kemudian. "Kami pasti berhasil menangkap penipu itu dengan segera. Gula merupakan barang langka di sini. Harganya di pasar gelap tinggi sekali. Tetapi ia takkan bisa menjualnya di luar pengetahuan kami."

Petugas itu menambahkan bahwa untuk selanjutnya orang Indonesia itu hendaknya lebih berhati-hati. Terutama terhadap pedagang Cina. Banyak di antara mereka yang mengintai orang Indonesia yang berduit, karena mereka tahu bahwa dalam persoalan yang bersangkutan dengan penyelundupan, korban pasti takut datang ke polisi. Ia tidak mengatakan apa-apa tentang peranan Indonesia dalam kegiatan penyelundupan gula ke Singapura. Tetapi tidak diragukan lagi, pihak resmi Inggris pasti tahu mengenainya. Mereka bersikap seperti Laksamana Nelson yang memandang dengan matanya yang buta sebelah, lalu mengatakan, Kami tidak melihat apa-apa.

REVOLUSI DI NUSA DAMAI - K'tut TantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang