MENYELAMI CARA HIDUP

7 1 0
                                    

Karena sudah diberi nama baru, aku harus menjad wanita Brahmana yang sejati. Untuk itu aku musti mendapat pelajaran agama. Kudatangi seorang pedanda di desa, yang mahir berbahasa Inggris. Ak belajar padanya.

Aku juga menghadiri upacara keagamaan yang diselenggarakan di berbagai tempat. Upacara demikian merupakan perayaan yang sangat riang gembira. Lain sekali suasananya dengan pergi ke gereja di Barat. Benar-benar merupakan perayaan, diiringi musik gamelan, sementara para hadirin asyik mengobrol dan tertawa-tawa. Sementara para pedanda asyik membacakan doa sambil menyiapkan air suci, pemuda pemudi duduk-duduk sambil berkencan.

Orang-orang di negara Barat beranggapan, dunia Timur merupakan tempat bersantai-santai. Setidak-tidaknya bagi kaum bangsawan. Padahal itu sama sekali tidak benar. Memang, siang hari orang biasa beristirahat tidur, karena panas saat itu benar-benar menyengat. Tetapi selebihnya orang selalu sibuk dari pagi sampai malam, pria maupun wanitanya. Apa saja kami lakukan, kecuali beristirahat.

Aku jarang pernah sendirian. Kadang-kadang timbul pikiranku, apakah menyendiri itu memalukan di Bali. Aku sebetulnya bermaksud hendak melukis. Tetapi aku tidak bisa segera mulai, karena selama itu aku terlalu sibuk. Perasaanku bergolak terus.

Seperti sudah dijanjikan, Agung Nura menguruskan penyiapan studioku. Lukisan-lukisan dibuka dari kemasannya, sementara Nura dan kedua adiknya memperhatikan dengan penuh minat. Nura berseru dengan gembira, sementara kanvas demi kanvas dibeberkan. la kagum melihat pemandangan Bali yang kulukis dalam perjalanan ke pulau itu.

Ia bertanya, apakah aku mau melihat lukisan-lukisannya. Dengan segera diambilnya beberapa di antaranya. Lukisan-lukisan itu bergaya Barat modern, dengan kepekaan yang besar mengenai komposisinya. Banyak yang kupelajari kemudian dari dia, sehingga perasaanku mengenai komposisi bertambah kokoh. Komposisi merupakan salah satu segi kekuatanku selaku pelukis.

Nura menyisipkan humor ke dalam lukisannya. Semangatnya yang periang selalu berhasil menonjol- kan segi yang ringan dari setiap obyek.

Sering kali kutemukan sketsa baru dalam studioku, biasanya berupa karikatur yang pedas terhadap tingkah laku orang Belanda. Yang paling kuingat, sebuah gambaran yang pedas menampakkan pejabat-pejabat Belanda sedang berpesta-pora di bawah tenda. Masing-masing memakai topeng binatang yang menutupi muka. Meja penuh dengan botol-botol minuman keras, serta hidangan makanan berlimpah-ruah. Di luar tenda duduk berjongkok kaum petani, kurus dan berpakaian compang-camping. Lukisan itu baik sekali. Tetapi temanya membuat aku tercengang. Masih banyak yang masih harus kukenali, mengenai pandangan politik Agung Nura.

Kemudian hubunganku bertambah akrab dengan istri Raja yang pertama. Wanita itu aktif dalam segala kesibukan resmi. la ikut menghadiri upacara-upacara resmi tertentu, walau tidak pernah duduk mendampingi suaminya dalam kesempatan resmi. Hal itu kupandang aneh, karena dalam berbagai hal peranannya mirip dengan istri negarawan terkemuka di Eropa.

Padaku dijelaskan bahwa jika ada raja-raja lain, sementara itu ada perempuan duduk mendampingi pada satu meja, hal itu akan merupakan pelanggaran adat-istiadat. Tetapi mereka bisa duduk mendampingi aku, karena aku orang asing. Banyak pesta kuhadiri, di mana aku satu-satunya tamu wanita. Raja yang berkeras menyuruh aku ikut. Menurut Agung Nura, ayahnya bangga padaku dan senang memamerkan aku. Secara berkelakar, aku selalu diperkenalkannya pada hadirin sebagai anaknya yang nomor empat.

Isteri kedua, berasal dari kasta yang lebih rendah. Umurnya jauh lebih muda. Dengannya Raja tidak mempunyai anak. Istri kedua yang memegang tanggung jawab utama mengurus rumah tangga puri. Ialah yang mengatur tugas-tugas pelayan dan bawahan istana yang berjumlah beratus-ratus. Di bidang itu wewenangnya besar. la rupanya berpikiran praktis sekali. Aku tahu bahwa setiap orang sangat menghargainya, termasuk istri pertama yang sangat sayang dan dalam berbagai hal tergantung sekali padanya. Antara mereka berdua sama sekali tidak ada perasaan cemburu-mencemburui. Istri satu beranggapn bahwa wajar sekali Raja mempunyai istri kedua.

REVOLUSI DI NUSA DAMAI - K'tut TantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang