KETAHUAN

4 1 0
                                    

Ketika aku terbangun dari tidurku yang nyenyak sekali, tahu-tahu hari sudah menjelang sore. Aku merasa heran setelah mandi, karena ternyata aku masih capek sekali. Aku berpakaian lalu duduk. duduk di kebun. Seorang gadis Cina berparas manis, pelayan keluarga kenalanku yang mengantarkan kopi dan makanan kecil untukku mengatakan bahwa tuan rumahku semuanya sedang ke kota. Tetapi katanya, saat makan malam pasti sudah kembali.

Dalam keadaan terkantuk-kantuk, kudengar bunyi mobil datang. Aku tidak mau terlihat orang yang tak kukenal di situ. Karenanya aku cepat-cepat masuk ke rumah, langsung bersembunyi dalam kamarku. Beberapa saat kemudian aku dikagetkan suara seseorang yang memanggil-manggil namaku. Ternyata ada orang yang tahu bahwa aku ada di situ. Tidak ada gunanya aku bersembunyi lebih lama. Aku masuk ke ruang duduk. Begitu sampai di situ aku tertegun sambil melongo. Kulihat dua orang Indonesia duduk di sofa. Seorang di antaranya Kolonel X.

"Kenapa Saudara tahu-tahu sudah ada di sini, Bung?" seruku. "Kusangka waktu itu kau sudah kembali ke Surabaya."

Kolonel X tersenyum.

"Sangkaan orang memang begitu," katanya. "Tetapi sebenarnya aku berangkat ke Singapura. Sudah lebih dari dua minggu aku ada di sini."

Dikatakannya bahwa kedatangannya ke kota itu untuk membeli persenjataan serta kapal-kapal kecil.

"Tentu saja kami harus melakukannya secara diam-diam, dengan perantaraan negara-negara Asia lainnya. Kami sudah berhasil memperoleh sejumlah persenjataan dari pihak Inggris. Tentu saja tidak melalui jalan resmi, melainkan di bawah meja."

Menjawab pertanyaanku, ia mengatakan bahwa kedatangannya ke Singapura itu secara sah, dengan paspor Belanda. Menurut rencana, ia akan tinggal beberapa waktu di situ. Ia menyewa sebuah villa besar agar bisa bekerja dengan tenang. la tinggal di situ bersama Mayor Abdul.

"Begitu kami beranggapan sudah aman bagimu untuk meninggalkan rumah ini, Saudara akan diam serumah dengan kami," katanya padaku.

"Lalu dari mana Saudara tahu aku ada di Singapura?" tanyaku.

Kolonel X tertawa, "Begitu Anda tiba, Kapten Ambon langsung datang ke rumahku. Akulah yang mengatur segala-galanya untukmu."

Kolonel X kemudian memperkenalkan ajudannya, seorang letnan yang masih muda. Kami bercakap-cakap sebentar. Sebelum pergi, mereka mengatakan bahwa mungkin aku akan didatangi beberapa orang Indonesia yang tinggal di Singapura.

Informasi itu menggelisahkan perasaanku. Kurasa sudah terlalu banyak orang yang mengetahui.

Setelah lebih dari seminggu di rumah itu, aku mulai bosan karena menganggur terus. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Selama beberapa hari yang pertama memang menyenangkan rasanya, bisa beristirahat dengan tenang serta makan enak. Tetapi kesenangan itu dengan cepat memudar. Tuan rumahku sangat ramah dan baik budi. Mereka banyak membelikan perlengkapan buşana untukku. Tetapi aku tidak bisa menikmati pakaianku yang serba baru itu. Aku merasa kikuk dan tidak pantas memakai busana Barat. Aku merasa tidak cocok dengannya. Tuan rumahku sering mengajakku pesiar naik mobil terutama sore-sore. Tetapi aku masih tetap sering rindu pada Indonesia.

Akhirnya tiba saatnya tuan rumahku mengatakan bahwa aku sudah bisa pergi ke kota, apabila aku mau. Keadaan sudah aman bagiku. Suatu hari aku bangun pagi-pagi sekali, lalu minta diantarkan dengan mobil ke Raffles Square. Kusuruh supir menjemputku dua jam lagi di situ. Aku tidak mau terlalu lama di tengah kota, asal cukup untuk mengenal keadaan sambil melihat-lihat sebentar. Aneh rasanya melihat begitu banyak manusia kulit putih berkeliaran, setelah bertahun-tahun hidup di tengah orang Indonesia.

Ketika aku sedang berjalan dengan santai di depan Capitol Theatre, perhatianku tertarik oleh poster- poster iklan yang besar-besar. Ternyata itu iklan surat kabar, yang memasang kepala berita dengan tulisan besar. Satu di antaranya berbunyi, Surabaya Sue in Singapore. Di tempat-tempat lain kulihat poster- poster serupa ditempelkan ke dinding atau disandarkan ke dinding kios.

REVOLUSI DI NUSA DAMAI - K'tut TantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang