IMPIANKU MULAI TERLAKSANA

6 1 0
                                    

Aku sudah tinggal di rumahku, dengan dua kamar tersedia untuk tamu yang membayar. Agung Nura sudah berangkat. Menurut rencana, lama sekali ia baru akan kembali. Saat itu ada peluang yang selama itu kudambakan untuk melukis, sementara aku merencanakan menabung sedikit-sedikit untuk masa depan. Kemudian aku memang bisa melukis. Tetapi aku tidak senang mengingat saat-saat itu. Berbagai kesulitan kualami

Seperti biasa, Belanda sudah mendengar kabar tentang rumahku sebelum itu menjadi kenyataah. Dengan segera dilancarkan tuduhan yang tidak-tidak terhadap diriku. Didesas-desuskan bahwa moralku bejat. Kurasa kegetiran mereka semakin terasa, karena mereka tidak bisa menyerangku secara terang terangan. Mereka tahu, aku dilindungi kaum bangsawan yang besar artinya bagi kepentingan mereka. Maka para supir mobil sewaan diperingatkan agar jangan mengantarkan turis ke tempatku.

Saat itu bidang pariwisata seratus persen berada di tangan Belanda. Mereka menarik kesimpulan bahwa aku hendak menyaingi usaha hotel Denpasar yang pemiliknya Belanda. Padahal kamar tamuku yang hanya dua buah sama sekali tidak bisa dinilai merupakan saingan. Kecuali itu, aku juga sudah menandaskan bahwa aku tidak berniat menerima tamu turis biasa.

Situasi itu merepotkan, tetapi juga konyol, karena supir-supir yang menerima perintah agar jangan datang ke tempatku itu sebenarnya kawan-kawanku. Aku pernah tinggal di rumah keluarga mereka di kampung. Sebagai akibatnya, mereka pada umumnya tidak mengacuhkan perintah itu apalagi jika turis yang mereka antarkan orang Amerika, Inggris atau Australia. Hasilnya, rumahku selalu penuh dengan pelancong. Kampanye Belanda gagal. Hasilnya, kalau semula aku sudah terkenal, saat itu aku menjadi momok bagi mereka.

Walau begitu kamar-kamar yang kusediakan untuk disewa, ternyata tidak menghasilkan apa-apa untukku. Karena tahu bahwa aku tidak menginginkan tamu turis biasa, tetapi orang-orang yang berkecimpung dalam dunia seni yang pada hakekatnya akan menjadi tamuku, dari segala penjuru pulau berdatangan kawan-kawanku untuk menginap beberapa hari di rumahku. Kemudian mereka memperkenalkan teman- teman mereka yang berkunjung ke Bali. Tetapi dari mereka itu aku merasa tidak mampu menerima uang pembayaran, baik untuk kamar dan pelayanan, maupun untukku selaku penunjuk jalan.

Saat-saat itu aku merasakan kepuasan yang luar biasa. Tetapi juga penderitaan batin yang sangat. Sering aku sudah nyaris saja pergi dari Bali. Tetapi aku tidak mampu mengakui bahwa aku gagal. Raja berulang kali mencegah niat kepergianku. Diingat- kannya bahwa aku sudah ditakdirkan untuk tinggal di Bali.

"Kau kemari karena ada dorongan, K'tut," katanya, "kau dibimbing dewata. Masih belum jelas apa yang dikehendaki darimu, serta apa yang harus kauderita untuk melaksanakan keinginan dewata. Kau harus tinggal!"

Ada hari-hari di mana tak seorang tamu pun datang, baik yang membayar maupun yang tidak. Tetapi kadang-kadang begitu banyak pelancong yang datang, sehingga aku terpaksa menutup pintu lalu kembali ke kesibukanku melukis. Aku tak pernah melukis gadis Bali yang bertelanjang dada dengan keranjang buah-buahan di atas kepala. Tema lukisan-lukisanku kehidupan kampung, Pulau Bali menurut penglihatanku, upacara-upacara, tarian kerasukan, pura serta persabungan ayam. Beberapa di antara lukisan-lukisan ada yang bisa kujual. Tetapi hasil penjualannya sama sekali tidak mencukupi untuk menutup pengeluaranku. Mana uang yang hendak kutabung?

Sementara pihak Belanda masih terus saja merongrong diriku, kawan-kawanku menyatakan padaku bahwa aku memberikan teladan baik bagi seluruh bangsa kulit putih. Aku membuktikan bahwa Barat dan Timur mungkin saja bertemu dengan derajat yang setaraf. Dan kawanku tidak sedikit.

Aku senang sekali apabila mengenang Walter Spies. Ia pelukis Jerman yang sudah bertahun-tahun tinggal di Bali, dan selalu akrab dengan rakyat Bali.

Lalu Le Mayeur yang berwatak lembut, orang Belgia yang menikah dengan seorang penari Bali yang cantiknya luar biasa. Rumah mereka di tepi pantai Sanur, tidak jauh dari Den Pasar.

REVOLUSI DI NUSA DAMAI - K'tut TantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang