Aku mencium nikotin ketika membuka mata. Langit-langit kamar berwarna putih. Ranjang besar, empuk dan lembap. Aku tahu ini bukan ranjang di asramaku.
Kaigan berhasil melakukannya. Tidak peduli bagaimana aku mencakar atau menjambak rambutnya, dia tidak mau berhenti. Pada akhirnya aku larut dalam permainannya. Kami mendesah bersama dan bertukar kehangatan.
Pengalaman pertama yang jujur saja terlalu menyenangkan. Kaigan tidak meremukkan tubuhku sebagaimana lidahnya bersuara. Sentuhannya seperti iblis. Menyenangkan dan membuatku kehilangan akal sehat. Betapa menjijikkannya aku sekarang dibuatnya.
"Dimana pakaianku?" Aku duduk dan langsung meringis merasakan sakit di bagian inti tubuhku. Ternyata bercinta tidak selalu menyenangkan. Untuk beberapa menit aku merasakan sakit yang luar biasa sebelum akhirnya terasa seperti berada di surga. Sekarang aku kembali ke tanah. Harga diriku telah dihancurkan dan tubuhku rusak.
"Aku sudah melihat semuanya. Untuk apa kau berpakaian?"
"Aku mau pulang."
Kaigan menoleh. Dia menikmati berita pagi sambil merokok. Wajahnya tampak segar dan tenang. Dasar keparat! Dia menikmati tubuhku tanpa jejak rasa bersalah sama sekali.
"Dressmu tidak akan bisa digunakan lagi. Aku merobeknya."
"Berikan aku pakaian lainnya. Aku harus segera pulang."
Kaigan melemparkan kemeja putih kepadaku. "Aku tidak bisa memakai ini. Ini tembus pandang dan—" Aku terdiam. Tidak berani menanyakan dimana pakaian dalamku
Pada akhirnya aku mengancingkan kemeja tersebut dan kembali duduk di ranjang. Aku terlalu lelah untuk mengatakan apapun lagi. Aku ingin menangis, tapi tidak bisa. Kaigan akan senang melihatku demikian.
"Kau terlalu rata." Kaigan melemparkan paperbag kepadaku setengah jam kemudian. Seseorang mengetuk pintu. Aku tidak tahu siapa, tetapi Kaigan menerima paperbag tersebut darinya.
"Rasanya aku seperti bercinta dengan papan." Kaigan masih mengejek, sementara aku menemukan pakaian dalamku di dalam paperbag. Laki-laki ini merendahkan aku serendah-rendahnya. Aku berharap dia mati tertimpa pohon atau apapun itu. Dia tidak pantas hidup.
"Mungkin kau harus merasa sedikit bangga. Kau perempuan paling jijik, paling polos dan bodoh yang pernah aku masuki."
Aku membiarkannya bergembira. Membanggakan betapa bejatnya dirinya. Aneh sekali. Mengapa dia bangga dengan dirinya yang sejelek itu.
"Beruntung kau masih virgin, jadi aku akan memberikanmu kompensasi. Sepertinya ini lebih dari cukup."
Berlembar-lembar uang berhamburan padaku. Aku ingat, itu adalah uang yang ia menangkan di meja judi semalam.
"Apa itu masih kurang?"
Aku menatapnya. "Apakah bagimu begitu menyenangkan merendahkan orang lain?"
"Aku tidak memiliki alasan merendahkanmu. Kau memang seperti jalang yang menjijikan. Kau memakai dress tipis semacam itu, berkeliaran dan mengikutiku. Berkata tidak mau, tetapi kau berharap aku memperkosamu."
"Bagiamapun aku mengatakannya. Kau hanya terus memikirkan pendapatmu sendiri. Sebenarnya kau melihat aku sebagai siapa?"
Kaigan terdiam. Rahangnya mengeras.
"Aku kan tidak mengenalmu. Mengapa kau berkata seolah-olah kita sudah bertemu cukup lama. Jelas kau menjadikan aku objek pelampiasan. Kau melihatku sebagai orang lain, Kaigan. Siapapun itu, tapi aku bukan dia."
"Proof it! Buktikan jika kau tidak sama dengan jalang itu! Tetaplah di sini dan patuhlah padaku, maka aku akan mempercayainya."
"Aku tidak memiliki minat untuk membuktikan apakah aku dia atau bukan. Jelas-jelas aku bukan dia. Itu sudah pasti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire |18+
Любовные романыJoana Richard seharusnya tidak jatuh cinta kepada Kaigan Wilson. Pria itu tidak segan menenggelamkan kepala Joana di kloset toilet yang kotor, karena tidak menyukai kehadirannya. Kaigan adalah laki-laki yang selalu mendapat apapun yang ia inginkan...