28. Ujian Selanjutnya

428 124 163
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

اللهُمَّ صَلَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ

Allahumma sholli 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala Ali Sayyidina Muhammad.

Matahari sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya akan segera tenggelam, setelah satu jam Ayyana duduk di samping Aska, bersandarkan bantal di belakangnya sebagai penyangga, akhirnya Ayyana memutuskan untuk pergi ke kamarnya, karena ada Tsani y...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya akan segera tenggelam, setelah satu jam Ayyana duduk di samping Aska, bersandarkan bantal di belakangnya sebagai penyangga, akhirnya Ayyana memutuskan untuk pergi ke kamarnya, karena ada Tsani yang setia menemaninya selama satu jam itu.

Sedangkan Abi Hasan, beliau memutuskan untuk segera ke luar, karena Ayyana yang keras kepala untuk menemani Aska, beliau tidak suka berlama-lama melihat Ayyana, rasa tidak sukanya... Ah maksudnya rasa bencinya itu sepertinya semakin memuncak.

"Ay, kenapa tidak masuk?" Tsani bertanya kepada Ayyana yang hanya berdiri di depan kamarnya saja.

"Sekarang ini kamar aku juga, ya?"

Mendengar itu, Tsani langsung menarik tangan Ayyana hingga masuk. "Sekarang ini kamar kamu, rumah ini, dan...

"Dan apa?" Ayyana bertanya karena Tsani dengan sengaja menggantung kalimatnya.

"Dan aku, aku sudah menjadi milik kamu sepenuhnya."

Ayyana tidak menanggapi, pikirannya berkecamuk, lebih tepatnya, Ayyana khawatir, bagaimana nasib dia kedepannya jika ayah mertuanya saja benar-benar tidak suka kepadanya, bahkan hanya dengan melihat wajahnya saja, Ayyana takut itu.

Ayyana berjalan menuju kasur, merebahkan tubuhnya asal, menghadap ke kanan, kemudian hening, dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

Tsani yang melihat itu langsung memeriksa, membalikkan tubuh Ayyana hingga dalam posisi telentang.

Ayyana menangis, pipinya sudah banjir oleh air matanya.

"Ay..." panggil Tsani dengan suara rendah.

Ayyana mengusap air matanya, mendudukkan badannya, menghadap ke arah Tsani. "Iya, kenapa?" tanyanya.

"Kamu yang kenapa? Kenapa tiba-tiba menangis seperti itu?"

"Kamu yang kenapa? Kenapa kamu seakan-akan tidak peduli dengan sikap abimu ke aku?" tanya Ayyana tenang, bagaimana pun, Tsani tetap suaminya.

"Jadi, aku harus bersikap seperti apa?"

"Kau benar-benar tidak mengerti, ya? Setidaknya tenangkan aku, semangatkan aku untuk mendapatkan restu dari abimu, tapi kamu malah bicara biarkan itu menjadi urusanku, kamu benar-benar akan membiarkan aku berjuang sendirian? Di rumah baru ini? Kamu serius, Tsani?"

Hehe & Bro [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang