Hari ini Gemini pulang sore lagi. Dia sibuk mengurus siswa-siswi yang berminat untuk masuk ke dalam organisasi PMR atau palang merah remaja. Pada tahun kedua - kelas 8, Gemini menjadi ketuanya. Dia di percayai karena minat dan tekadnya di organisasi tersebut.
Perempuan berseragam batik itu berjalan menuju halte - seperti biasanya. Ia menunduk lesu, apalagi perutnya juga bunyi terus dari tadi, meminta untuk di isi.
Saat di halte, pada jam 17:21, Gemini kembali melihat sosok lelaki yang tahun lalu ia lihat kedua tangannya berdarah. Kini, lelaki itu juga sama, bedanya, darah itu berasal dari keningnya.
Dengan perasaan khawatir, Gemini mendekat. Mengeluarkan kotak obat dari dalam tas.
"Hei kamu. Ini, luka kamu obati." Gemini mengulurkan kotak kecil itu. Tetapi lelaki tersebut masih hanya diam.
Gemini tahu, mereka seangkatan, maka dari itu dia tidak lagi memanggilnya kakak.
Perempuan berseragam sekolah itu menatap Virgo aneh. Tak mengerti, kenapa sepertinya luka di pelipis itu tak berarti apapun? Bahkan dengan santainya, lelaki tersebut menghirup rokok elektrik dengan beraninya di wilayah sekolah. Jika ketahuan guru, pasti akan langsung di seret ke ruang BK.
"Kamu nyaman sama rasa sakit?" Pertanyaan Gemini, mengundang Virgo untuk menoleh ke arahnya.
Lelaki tersebut memegang pelipisnya yang berdarah - kemudian menatap Gemini jenaka. Entahlah, rasanya aneh saja jika ada yang bertindak seperti itu padanya. Orang-orang, kebanyakan hanya abai padanya.
"Walaupun kamu nyaman sama rasa sakit. Harusnya luka itu tetap di obati. Biar nggak jadi bekas luka."
Nyatanya, luka seperti ini adalah hal sepele bagi Virgo. Bekas luka? Bahkan Virgo sudah mendapat lebih banyak.
"Aku obati ya?" Gemini bertanya hati-hati. Takut Virgo merasa risih. Tetapi jiwa sebagai seorang dokternya tiba-tiba mendorong dia untuk mengobati.
"Maaf," ucap Gemini. Sebelum akhirnya, membuka tutup kotak obat.
Kemudian, Gemini membersihkan terlebih dahulu darah yang berada di pelipis. Dia melakukan semuanya dengan hati-hati, takut sang empu merasa sakit. Tetapi, bahkan Virgo tidak meringis sedikitpun.
Hebat.
Beberapa menit usai, Gemini selesai. Dia tersenyum setelah perban sudah tertempel rapih di pelipis Virgo. Semoga cepat sembuh.
"Jangan sampai kena air dulu ya. Besok perbannya kamu ganti lagi."
Menyentuh keningnya pelan, Virgo merasa aneh ada plester di anggota tubuhnya. Biasanya, luka apapun akan dia biarkan.
"Aku pulang dulu ya. Udah sore, kamu juga pulang, dadah!" Gemini menutup tasnya, kemudian bersiap melangkah.
- Tetapi Virgo menahan tangannya. Membuat Gemini menoleh dan bertanya bingung.
"Rumah lo dimana? Gue anter."
*****
Soraya berjoget bebas, menari dengan banyak pria di sekitarnya. Baju pendek dan terbukanya mengundang banyak laki-laki mendekat. Apalagi, di tambah wajah cantiknya yang memiliki darah Brazil dari ayahnya.
Tubuh seksi perempuan itu mengundang satu laki-laki seusianya mendekat. Tersenyum penuh minat pada Soraya secara terang-terangan.
"Boleh kenalan?" Suara laki-laki itu cukup di tinggikan, karena suara musik yang keras.
Soraya yang melihat itu balas tersenyum. Dia juga membalas uluran tangan si laki-laki dengan senang hati.
"Sure. Mau melanjutkan di tempat lain, honey?" seru Sora, meninggikan suara.
Seulas senyum tercipta di bibir laki-laki tersebut dengan tengil. "Yes."
Keduanya pun berjalan pergi. Meninggalkan kerumunan pria yang merasa sayang di tinggal oleh Soraya.
Kini, kedua orang dewasa itu menuju sebuah kamar, yang berada di lantai dua. Padahal belum ada ajakan satu sama lain, tetapi tujuan mereka sama.
Sehati.
"What is your name?" Laki-laki itu bertanya di sela-sela memasuki kamar.
"Soraya. Soraya Claudine. Your name?" Sora bertanya balik.
"Akio."
"From Japan, um?" Sora bertanya basa-basi. Tanpa di jawab pun, dia tahu. Dari wajah serta namanya sudah jelas.
Akio tersenyum ramah sembari mengangguk singkat.
- Bak orang yang sudah kenal dekat dengan Soraya.
Soraya menganggukkan wajahnya tak perduli. Kini, dia sudah membuka tali dress untuk turun. Tetapi, belum apa-apa, Akio sudah berseru.
"Jangan buka!" Akio mencegah gesit.
Soraya bingung, lantas bertanya dengan dahi berkerut. "Why? Kita mau sex kan?"
"No! I just want to know you."
Makin tidak mengerti saja Sora dengan laki-laki bernama Akio di depannya ini. Jika hanya berkenalan, bukankah terlalu sensitif jika sampai memesan kamar seperti ini?
"Kalau gitu ngapain pergi ke kamar?" tukas Soraya. Malu dan kesal.
"Kan lo yang pergi kesini? Gue cuma bilang iya." Jawabannya membuat Sora semakin dongkol.
"Lo buang waktu dan uang gue!"
Jika tidak pergi kesini. Mungkin Sora sudah mendapatkan pelanggan dan uang. Tetapi karena Akio, semuanya hancur, bahkan uang pun lebur.
"Ganti. Waktu gue berharga." Soraya menekan kalimatnya.
"Gye harus bayar berapa karena minjam waktu lo?"
"Everything on the black card is yours. Bisa?" Soraya memicingkan wajah pongah. Meski hanya bergurau saja sebenarnya.
Akio malah membalas dengan tersenyum. Dan lebih mengejutkannya lagi, laki-laki itu mengangguk!
Waw ... shit man! Serius nih?
"Mana? Anggukan lo enggak bisa di batalin." Sora menagihnya.
"Setelah lo mau buat perjanjian. Gimana?"
Follow, Votes, Comment
PenulisHujan_
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRGO ✓
Romance[WELCOME! SAVE IN YOUR LIBRARY!] *** Satu yang Virgo tahu, dia terjatuh pada lubang hati milik Gemini. Satu yang Gemini tahu, dia terjebak pada lingkaran milik Virgo. Dan mereka tidak tahu tentang arti sesungguhnya. * #04 toxicrelationship #80 watt...