Malam ini mendung berbaik hati, mengiringi malam dengan senandung hujan sedang. Suara gemericik air bertaburan dihalapan depan, menghiburku untuk menutup malam. Inilah perasaanku.
Hari ini penuh dengan panorama, perasaan, dan prasangka. Konflik yang tidak diduga terjadi dan apa yang disembunyikan diungkap sendirinya. Aku mengerti bahwa tiada perlu ditutupi kecuali kita sudahi bila itu tentang keburukan. Dan pada akhirnya hanya tentang perasaan yang saling merasa, tidak enak, atau bimbang.
Aku belajar tentang bagaimana perasaan menetukan sikap dalam mengambil keputusan jernih! Sayangnya, Tuhan sangatlah baik memberiku wawasan dari buku Naval Rivkant yang ia ucapkan jangan pedulikan memori dan perasaan, fokuslah pada masalah saat membuat keputusan. Sungguh, ini menjadi bahan untuk aku sadar bahwa kita perlu menimbangnya? Lalu Tuhan juga mengabarkan aku untuk belajar tentang heuristik, bagaimana mengambil keputusan dengan kebijaksanaan - kebijaksaaan klasik agar nantinya muncul saat diperlukan.
Hari ini pun, aku memikirkan ada dimana perasaanku sungguh egois, dan tentunya perlu banyak belajar. Disisi lain, aku merasa bukan seperti itu diriku. Namun, cukup baik untuk aku bisa tenang.
Tuhan juga kabarkan lagi padaku, sungguh ketegangan adalah tentang berpikir apa seharusnya aku dan ketenangan adalah bagaimana aku sebenarnya. Dan itu membuatku sadar, tidak ada yang perlu dilebihkan, dibuat - buat, dipandang cari muka, terlalu menjilat atau entah apa. Menjadi autentik dan membangun identitas itu lebih penting serta sangat diperlukan. Aku merasa senang menulis dan tidak banyak yang bisa melakukan ini.
Tuhan juga mengabarkan pada perasaanku, bahwa kesenangan melakukan sesuatu tidak akan pernah bisa dilawan oleh orang dengan tujuan yang berbeda. Terpaksa atau tuntutan? Dan akan ada hasil yang mengiringi.
Perasaanku berpikir tentang toleransi dan kompensasi. Adakah seorang pimpinanku menjadi pembelajaran dari Tuhan yang kabarkan, bahwa keputusan akan dipertanggung jawabkan nantinya. Tentunya aku pernah mendegar dan pelajari seingatku, kebijaksaan datang dari hati yang tenang, tapi sebaiknya kita tegas dan berisiko. Bila nantinya berakhir baik, maka itu adalah Tuhan yang atur. Bila nanti ia berbuat kembali maka engkau yang bertanggung jawabkan. Bukankah seperti itu pimpinanku?
Dan sejenak aku merenung, bukankah seperti itu. Mengabaikan tidaklah baik. Dan akhirnya aku menghargai keputusan atasan dan menjadikanya pelajaran bagiku. Tuhan sungguh aku adalah umat-Mu yang berdosa. Tapi, Engkau selalu baik agar aku bisa menjadi lurus seperti doaku pada-Mu.
Penting untuk paham bahwa pada intinya semua adalah tentang kesehatan, cinta, dan tujuan. Ketiga itu dan tidak ada yang terbalik.
Jujurlah, pada perasaanmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH 100 HARI
FanfictionTulisan ini adalah tentang perasaan yang hadir dan mengusik pikiran. Entah itu tentang suka, duka, bahagia bahkan keabsurd-an. Aku mencoba untuk merekam apa yang bisa ditulis dalam #100 hari kedepan. Tidak ada pemeran utama, kecuali perasaan ini. D...