#44

2 1 0
                                    

Malam ini hujan turun lagi. Tuhan sedang memberi berkah pada tiap makhluk-Nya.

Maunya apa? Aku tidak lekas paham dengan sikap yang ditunjukkan? Firasatku hanya mengatakan, ingin dihargai, dimengerti, diutamakan,diistimewatakan, dan dinomor satukan. Ingin aku mengenal siapa, bagaimana, dan kenapa? Tentu, aku sangat senang bisa hadir dan berusaha dihadirkan ditengah keluarga yang semoga bahagia. Aku siapa? Aku tidak peduli dengan sikap penerimaan. Aku hanya memberi bukan untuk dibalas. Tapi, kenapa harus seperti itu? Raut itu? Sikap itu?

Tuhan, inikah artinya mengenal. Inikah artinya mengerti. Inikah artinya menjadi satu. Aku lerai semua yang mencoba menjadi buruk. Kadang pikirku hadir atas apa yang pernah disampaikan. Iya itu tentang pandangan pertama, tidak ada yang salah, dan tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Itu hanyalah aku sendiri. Tapi, aku tahu dari situ. Aku sebenarnya tidak lebih berharga dari siapa pun dikeluargamu. Aku hanya ingin mengamati saja. Maksudku, nanti.

Aku tidak tahu bagaimana perasaan perempuan bertaut dengan saudarinya, orang tuanya. Pasti akan ada masalah atasnya, apakah akan ada jarak, atau akan ada pemisah? Aku tidak tahu, tapi aku pikir bila masalah tidak bisa diurai seperti benang sutra. Maka, cerai adalah jalan satu - satunya. Aku tidak ingin terlalu berlarut soal itu. Ini hanyalah hipotesa saja, bisa saja terjadi, bisa saja tidak. 

Perasaan ini sebenarnya hanya ku pedulikan pada hal baik saja. Aku tidak ingin pusing pada apa yang tidak pasti. Pada apa yang bukan aku harus. Bila tidak suka, itu masalah mereka bukan masalahku. Bila tidak cocok, itupun masalah mereka bukan aku. Lalu kamu bagaimana?
Aku takut aku memberi penarawan bodoh padamu untuk memilih, maka aku memilih diam.

Aku, karena aku memposisikan diriku pada keluargaku saat ini. Aku jauh. Saat ini pun ramadhan. Nanti bagaimana? Aku tidak pusing. Tapi, kamu? Kamu belum tahu bagaimana sifat pembunuhku. Sepertinya aku sedikit psikopath. Tuhan.

Mau mu apa? Aku tidak tahu judul yang pas untuk hujan malam ini, untuk udara dingin yang menyelimuti badan, untuk suasana ini, dan untuk yang diperasaan. Apakah yang telah kita kisahkan, kamu permasalahkan? Dibagian mananya? Biarlah aku menjadi dosa yang berjalan. Memang hanya diriku yang akan menyelamatkan diriku. Kamu tidak usah peduli aku, dosamu mungkin jadi dosaku. Aku yang salah, aku yang terlalu jauh. Bila kamu salahkan. 
Aku ingat kata - kata mutiara yang sering kamu ucap. Yang kadang aku heran. Siapa yang mengajarimu? Hidup seperti apa yang telah membuatmu seperti itu? 

Mau mu apa? Kapan akan ada kecewa padaku? Yang aku rasa kamu selalu menempatkanku seperti masa lalumu. Aku tidak suka. Dan aku tidak pernah melibatkan "mu" pada se-aksara pun dirimu pada kala yang telah ku lewati. Mau itu angan, mau itu banyang, mau itu tulisan, mau itu apapun. Aku menempatkan pada koridor agar tidak bertambarakan seperti galaksi. 

Kadang... "mau mu apa?" Aku bisa jawab itu "kepastian" bukan. Iya, memang aku sadar. Akan sangat dialektis bila membahas ini. Dan aku katamu hanya menenangkan kerusuhan pada perasaanmu, agar tidak berontak, agar diam dan ikut mauku. Salah. 

Aku masih ingin berdialog panjang denganmu. Masalah uang saja kita pernah berdebat dan kulihat memang kita berbeda pendapat. Dan seingatku kita belum selesai. Bagaimana nantinya! 

Bukankah segara tidak pandang siapa nahkoda yang belayar dan kapal apa yang melintas. Bila ingin ditenggelamkan, maka tenggelamlah. Aku takut itu terjadi. Bukanya ini sebuah tanda. Ketika bencimu sudah mulai bersemi dalam hati yang paling dasar. Semua diawali dari dasar. 

Perasaan ini penuh luka. Mungkin kita sama. Tapi, dengarkan aku dulu. Pernah kamu dengar bagaimana laraku menjadi tangisku. Bagaimana aku menatap matamu, bagaimana aku tidak tenang karena katamu. Bagaimana ini bisa berlalu? Semua hanyalah fatamorgana. Katamu biarlah aku sakit sesakit sakitnya, lalu kenapa? 

Aku ingat semua katamu yang kau munculkan sendiri. Tidak pernah dengar dari dialog dini. Aku ingin bersuara tapi pasti aku tau ujungnya. Diam saja. Apakah aku terlalu cengeng? Bagaimana menurutmu? 

Esok pagi sudah lebaran dan aku tidak tahu perasaan ini akan jadi apa. Karena aku tidak tahu maumu kecuali "Hari Bagahia" menurutmu

Esok itu kita.


KISAH 100 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang