"Tugas pemimpin itu mengarahkan, merangkul dan mengajak anggotanya untuk meraih tujuan bersama."
-
Sepulang sekolah Vegalta berlari ke lapang basket untuk mengikuti ekskul. Akan tetapi langkahnya berhenti ketika manik matanya tertuju ke arah Ferani, adiknya. Yang berjalan tak jauh dari ruangan kelasnya.
"Kak Vegalta mau ekskul, ya? Ikut dong kak, gue mau belajar main basket!" seru Ferani antusias, gadis itu menarik tangan Vegalta untuk segera ke lapangan.
Vegalta menepis tangan adiknya kasar. Menatap mata teduh Ferani dengan tatapan tajam. "Nggak usah caper! Balik sana."
Ferani menghela napas, sabar. "Kenapa sih, kak. Ada yang salah emangnya? Gue 'kan cuma mau belajar main basket. Bentar lagi porak, dan gue mau ikutan jadi tim nya Clarissa."
Clarissa Hainan Mikhaela. Gadis seumurannya yang menjadi team basket putri. Bukan hanya itu, Clarissa juga terkenal sebagai queen of bullying karena sifat nakalnya serta menyukai berbagai kekerasan.
Dulu Ferani pernah mengalaminya. Namun setelah Clarissa tau jika Ferani adalah adik Vegalta, gadis itu tiba-tiba menghindar dan tidak pernah mengusik Ferani kembali.
"Nggak usah ikutan porak, gitu aja ribet. Lagian gue nggak suka lo berurusan sama Clarissa, dia cewek nggak jelas." Vegalta berjalan meninggalkan Ferani yang terdiam membisu.
Ferani pun akhirnya membalikkan badannya, berniat untuk pulang. Namun ketika kakinya melangkah, seseorang menahan pergelangan tangannya dari belakang.
"Sorry, gue nggak maksud buat narik tangan lo. Gue cuma mau bilang, jangan lupa besok, kumpulan OSIS." Laki-laki itu adalah Genan.
Ferani memutar bola matanya malas. "Kan lo udah ngumumin di grup, ya kali gue lupa. Lagian gue nggak yakin mau ngelanjutin jadi anggota OSIS. Gue terlalu pesimis."
Genan tersenyum tipis menanggapi ucapan Ferani tersebut. "Lo tenang aja, gue nggak akan hukum lo, hanya karena nggak bisa jawab pertanyaan anak-anak OSIS. Kita juga bersikap kayak kemarin cuma nguji mental kalian aja. Santai aja, lah."
Mengangguk dan patuh. Gadis itu mengikis jarak di antara mereka berdua. "Udah ngomongnya? Gue mau pulang."
Genan menggaruk-garuk kepalanya. "Udah sih, gitu aja paling."
Ferani menatap Genan dengan tatapan datar, lalu meninggalkan laki-laki itu seorang diri.
Dari arah parkiran Lani dan Susi sudah standby menunggu Ferani. Mereka menatap Ferani, bingung.
"Kusut amat tuh muka. Kenapa?" tanya Lani menghampiri sahabatnya.
"Gue gagal lagi."
"Hah? Maksudnya?!"
Ferani mendesah lesu. "Gue nggak bisa ikutan porak bulan ini. Kakak gue nggak izinin gue buat masuk team Clarissa dia juga bilang kalau gue nggak usah deket-deket dia. Padahal dengan cara ini, penasaran gue sama tuh cewek bakalan hilang."
Yap. Itulah tujuan Ferani untuk belajar basket ia ingin dirinya tau mengapa Clarissa tiba-tiba menjauhinya, padahal Ferani yakin jika ia tidak pernah melakukan kesalahan kepada gadis itu.
"Ya udah sih, nggak usah dipikirin. Lagian gue juga yakin Clarissa stop gangguin lo karena dia tau, lo itu adeknya kak Vegalta. Lo tau sendiri lah, kakak lo 'kan kejam. Dia nggak pandang bulu, mau cewek mau cowok, disikat."
Ferani terdiam mendengar ocehan Susi, yang menjelaskan kakaknya itu galak dan mempunyai sifat keras kepala. Ia juga memikirkan hal yang sama, mungkin.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang Rasa [SELESAI]
Teen Fiction14/01/23. Hidup dalam rengkuhan badai diselimuti ombak mengerikan bukanlah keinginannya, namun itu sebuah takdir yang Tuhan tetapkan untuk Ferani. Bagaimana rasanya jika mempunyai kakak yang sama sekali tidak menganggap Adiknya ada? Sakit? Tentu. Da...