“Terkadang kita harus menyakiti orang lain, agar tau dimana titik kebenaran itu berada.”
-
Ferani sudah sampai di sekolahnya lebih awal, ia segera masuk ke kelasnya untuk mengerjakan pe'er yang belum sempat ia kerjakan karena semalam ia sudah mengantuk.
Untung saja Ferani teringat akan pe'ernya ketika berada di jalan menuju sekolahnya, baik nya lagi guru mata pelajaran belum datang. hingga dirinya dengan leluasa mengerjakan pe'ernya dengan santai.
“Uju buset, subuh-subuh gini Ferani udah dateng. Kesambet apaan lo?” tanya Lani yang baru saja masuk ke dalam kelasnya diikuti Susi di belakangnya.
“Rajin banget lagi, udah mainin buku sama pulpen aja,” celetuk Susi menimpali.
“Berisik deh kalian. Gue belum ngerjain pe'er tau,” ketus Ferani melanjutkan kegiatan belajarnya.
“Wah, lo serius? Ada pe'er? Ck, nyontek dong! Gue lupa njir, habisnya semalem nonton drakor rame bener!” heboh Lani menceritakan keseruannya saat menonton drama korea.
Susi memutar bola matanya malas. Sedangkan Ferani mengedikkan bahunya acuh, naas tidak peduli dengan apa yang sahabatnya itu katakan.
“Nih, salin punya gue. Kalau salah jangan salahin gue, oke.” Susi menyengir kuda, memberikan bukunya ke arah Lani.
Gadis itu mendengkus sebal. “Gue nggak mau nyontek punya lo ah, kebanyakan rumusnya ribet. Mending bener, lah ini? Udah pusing, salah lagi. Mending gue minta contekan Ferani aja, iya nggak?”
“Nggak!” sentak Ferani menutup bukunya tidak mau memberikan hasil kerja keras otaknya untuk sahabatnya, Lani.
“Ck, gitu banget sama gue, Fer. Awas lo nanti kalau minta contekan sama gue, nggak akan gue kasih,” ucapnya mengancam.
“Bodo amat,” ketus Ferani tidak bersahabat.
Dengan amat terpaksa Lani menyalin dari Susi meskipun tidak yakin jawabannya benar semua. Tetapi ia masih beruntung karena ada orang yang mau memberikan contekan gratis hanya untuknya.
Berbeda dengan Ferani yang menghela napas panjang. Ia ingin Lani juga berusaha dengan otaknya sendiri, agar nantinya ia terbiasa, dan tidak bergantung dengan orang lain seperti ini.
“Fer, lo sama sahabat sendiri jahat banget nggak kasih contekan,” ucap Susi merasa iba kepada Lani yang kini menyalin bukunya.
“Bukan jahat tapi melatih kemandirian. Kapan bisa nya coba kalau kerjaannya nyontek mulu, sia-sia punya otak kalau nggak di pake buat mikir,” ucapnya berwibawa.
Lani yang mendengar ucapan Ferani pun meringis, dan hendak meneteskan air matanya, merasa sedih. Ia baru mendengar nada tegas dari mulut sahabatnya, dan itu cukup membuat hatinya terasa sakit.
Lani menyodorkan buku milik Susi kepadanya. “Gue nggak jadi nyontek, Sus. Makasih selama ini lo udah kasih contekan gratis ke gue. Tapi bener kata Ferani, gue punya otak, dan gue bisa ngerjain pe'er ini semampu gue.”
Melihat Lani yang berpindah duduk ke belakang membuat Ferani tertegun. Apa ia salah sudah mengatakan hal itu kepada sahabatnya?
Ferani rasa ucapannya sudah benar. Akan tetapi Lani butuh waktu untuk menerima ucapannya barusan.
***
Sedari tadi Ferani di buat kebingungan akan tingkah Lani yang cuek kepadanya. Entah itu saat di kelas maupun di kantin, seperti saat ini.
“Lan!” Panggil Ferani menepuk bahu Lani yang berjalan melewati meja yang biasa di gunakan untuk makan sekaligus tempat nongkrong mereka di kantin.
“Mau kemana?” tanya Ferani menahan pergerakan sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang Rasa [SELESAI]
Teen Fiction14/01/23. Hidup dalam rengkuhan badai diselimuti ombak mengerikan bukanlah keinginannya, namun itu sebuah takdir yang Tuhan tetapkan untuk Ferani. Bagaimana rasanya jika mempunyai kakak yang sama sekali tidak menganggap Adiknya ada? Sakit? Tentu. Da...