“Diriku terasa hampa, melihat tatapanmu yang berbeda. Hatiku merasa resah seperti ada sesuatu yang kurasa ini salah.”
-
Genan menggeram kesal karena beberapa teman-temannya yang terus menelponnya beberapa kali. Namun kekesalannya itu hilang setelah melihat seseorang yang dikepung banyak orang. Genan mendengar suara seorang gadis yang terus berteriak-teriak, meminta pertolongan.
Tanpa pikir panjang Genan menepikan motornya di pinggir jalan, dan langsung menendang orang yang membius sang korban itu dengan amarah yang memuncak. Sialnya dua orang yang ia lihat berhasil lolos begitu saja. Sedangkan Genan terus menghabisi orang yang berada di hadapannya, hingga orang itu terkapar tak berdaya.
Genan menahan seorang gadis yang terlihat lemas, dan hap! Gadis itu terjatuh ke dalam pelukannya. Namun satu kata yang membuat pikirannya berkecamuk ia mengatakan.
“Kak Vegalta.”
Saat itu juga tangan Genan mengepal kuat. “Bangun!”
Gadis itu tidak bangun-bangun membuat Genan mengacak rambutnya frustasi. Tanpa pikir panjang ia membopong tubuh gadis itu dan mendudukkannya di motor.
“Gue nggak tau lo siapa, tapi gue benci sama orang yang lo katakan barusan,” ucap Genan melingkarkan tangan gadis itu tepat di perutnya, takut jika ia membawa motornya kencang, gadis itu akan terjatuh nantinya.
Ceklek
Pintu ruang tamu terbuka lebar menampilkan wanita paruh baya yang berjalan menghampirinya. “Ya ampun Genan, dia siapa? Kenapa wajahnya pucat sekali. Kamu apakan gadis cantik ini?”
“Genan titip dia ke Mamah ya, obatin juga keningnya luka, Genan buru-buru banget ini, Mah. Kalo dia bangun langsung telpon Genan yah, Mah!” cerocos Genan menaruh tubuh gadis itu di sofa ruang tamu.
“Kam—.”
“Oke! Makasih Mah!” teriak Genan langsung keluar dari rumahnya tergesa-gesa.
Sania Mirza Falues. Mamah Genan yang kini menghela napas panjang, ia tidak habis pikir dengan kelakuan Genan yang seenak jidatnya menitipkan anak gadis yang tidak tau asal usulnya dari mana?
Sania berjalan mendekati gadis tersebut dan mencium luka yang berada di keningnya. “Kasihan sekali kamu, nak. Cantik-cantik gini, kok babak belur.”
Dengan telaten Sania membersihkan luka yang berada di keningnya, lalu mengompres gadis itu dengan senyuman manisnya.
Sedangkan Genan baru sampai di area balapan. Sirkuit Sepang Batamora. Dengan jantung yang masih berdetak cepat Genan melangkah maju berhadapan dengan Vegalta. Musuh balapnya serta musuh bebuyutannya sejak lama.
“Ternyata punya nyali juga lo dateng telat gini. Gue kira lo pengecut, lari gitu aja tanpa ada kabar ke geng sampah lo,” ujar Vegalta membuat Genan mengepalkan tangannya kuat.
“Gue nggak selicik apa yang lo kira, daripada banyak bacot. Mending kita buktiin sekarang, siapa yang lebih pantas dikatakan pengecut?”
“Lo nantangin gue?!” sentak Vegalta yang masih mengontrol emosionalnya.
Genan tersenyum tipis. “Maybe.”
“Oke! Kita buktikan sekarang!” Vegalta sudah siap dengan motor merahnya, begitupun dengan Genan yang sudah siap dengan motor biru mengkilatnya.
“Are you ready?!”
“One!”
Keduanya saling menatap satu sama lain, mengisyaratkan permusuhan yang tidak akan pernah selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang Rasa [SELESAI]
Fiksi Remaja14/01/23. Hidup dalam rengkuhan badai diselimuti ombak mengerikan bukanlah keinginannya, namun itu sebuah takdir yang Tuhan tetapkan untuk Ferani. Bagaimana rasanya jika mempunyai kakak yang sama sekali tidak menganggap Adiknya ada? Sakit? Tentu. Da...