21. Alerginya Kambuh

152 10 0
                                    

“Terdiam menahan beberapa sakit, terbuka melawan sulitnya untuk bangkit.”

-

“VEGALTA!”

“VEGALTA!”

“KAK VEGAL SEMANGAT!!”

“KAK VEGALTA SEMANGAT! AKU DISINI MENDUKUNGMU!!”

Teriakan demi teriakan saling bersahutan, heboh. Suasana lapangan menjadi panas akan hadirnya seorang Vegalta yang di nobatkan sebagai kapten di bidang olahraga, salah satunya bola basket.

Perlombaan pekan olahraga telah dimulai dengan beberapa pengurus OSIS yang mengadakan berbagai pertandingan. Kehebohan siswa-siswi tak luput dari pengamatan para guru-guru yang berada di sana.

Para panitia lomba menatap takjub atas pencapaiannya selama ini. Ferani menyenggol lengan Lani, membuat gadis itu menoleh ke arahnya. “Kakak gue dapet berapa poin?”

“Terakhir! Ini poin terakhir!” jawab Lani masih dengan posisinya, duduk di bangku panitia tanpa menoleh ke arah orang yang kini sedang bertanya kepadanya.

Blush!

Sebuah bola berhasil masuk ke dalam ring, membuat para penonton terbelalak, takjub. Sekaligus berteriak histeris.

“YEEEE!!! VEGALTA MENANG!!” teriak seorang siswi kelas 12 IPS D yang kini sedang jingkrak-jingkrak kesenangan karena sang idola berhasil mendapatkan poin tertinggi, sekaligus pemenang akhir dari perlombaan bola basket.

Vegalta tersenyum sinis, membuang bola basketnya ke arah temannya, Hinton. Lalu berlari ke pinggir lapangan, yang disuguhi oleh berbagai minuman.

Ferani yang hendak memberikan air minum kepada kakaknya pun berhenti, saat kedua matanya melihat Vegalta di kerumuni banyak orang.

“CEK! CEK! UNTUK PERLOMBAAN BOLA BASKET SUDAH SELESAI. DIHARAPKAN UNTUK YANG MEMBAWA JAJANAN DAN BEKAS MAKANAN DI PINGGIR LAPANGAN TOLONG DIBUANG DI TEMPAT SAMPAH. AETS ... JANGAN BUBAR DULU! KARENA SEKARANG BAKALAN ADA GIVEAWAY UNTUK PARA PENONTON YANG MENONTON PERTANDINGAN INI DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH!” teriak Giovani yang mengumumkan kepada seluruh siswa-siswi sekolahnya untuk tetap berada di lapangan dan bisa mengikuti giveaway yang di adakan oleh pihak OSIS itu sendiri, dengan microfon yang masih berada di tangannya.

woy giveaway apaan tuh?

Wah gila-gila! Baru kali ini perlombaan porak ada giveaway nya

Ikutan ah!

Suara bisik-bisik terdengar begitu jelas oleh beberapa panitia lomba yang berada di lapangan. Hal itu pun menjadi sorotan para guru-guru yang tidak mengetahui apapun.

“Wah, ada giveaway nya juga ternyata. Kok Bapak nggak tau?” tanya Pak Bandu yang berada di sebelah Genan.

Laki-laki itu tersenyum tipis, melirik ke arah Ferani yang fokus kepada para penonton. “Ini berkat usulan dari Ferani, Pak. Siswi kelas 10 IPA c.”

Pak Bandu tersenyum simpul. “Genius, saya suka dengan porak kali ini. Simple namun memuaskan.”

“BAIK! UNTUK GIVEAWAY NYA KALIAN BISA BUKA HANDPHONE ANDROID KALIAN! LALU BUKA LINK YANG GUE SEBAR DI GRUP KELAS! PERTANYAAN NYA ADA 5 DAN KALIAN BISA JAWAB SEKARANG DENGAN WAKTU YANG CEPAT DAN TEPAT! SILAHKAN!” Giovani kembali mengintruksi membuat para siswa-siswi antusias membuka handphone miliknya masing-masing.

Bukan hanya para peserta, bahkan beberapa panitia pun ikut dalam giveaway sederhana itu. Genan menarik pergelangan tangan Ferani, membuat gadis yang kini memainkan handphonenya, tersentak.

“Ikut gue,” bisik Genan, tepat di telinga kanan milik Ferani.

Gadis itu mengikuti langkah kaki Genan yang kini membawanya ke arah kantin. Setalah sampai, Ferani menyatukan kedua alisnya, tidak paham.

“Kak Genan bawa gue kesini mau ngapain? 'kan perlombaannya belum selesai?” tanya Ferani berdecak sebal, sebab ia belum mengisi beberapa soal yang berada di dalam link giveaway tersebut.

“Tinggal giveaway nya aja 'kan? lagian banyak yang ikutan, vocher nya juga terbatas. Ikhlasin aja,” ucap Genan tersenyum tipis.

Laki-laki itu membuka tas ranselnya, mengambil kotak bekal yang di bawanya, lalu memberikannya kepada Ferani yang berada di hadapannya.

Ferani yang tidak tau apa-apa hanya terdiam, mematung. Gadis itu membuka mulut, hendak bertanya.

“Tadi Mamah bawain gue bekal buat sarapan, tapi gue udah kenyang makan bubur di pinggir jalan. Jadi itu, buat lo.”

Ferani mengerjap-ngerjapkan matanya. “Serius?”

Genan menganggukkan kepalanya. “Gue tau lo laper, 'kan tadi gue nyuruh lo buat langsung manitiain lomba. Padahal gue tau, kalo lo lagi sarapan bareng Lani.”

Ferani melengkungkan sudut bibirnya membentuk senyuman manis. “Makasih kak, Gen.”

Gadis itu membuka kotak makannya, lalu memakannya dengan lahap. Sedangkan Genan tersenyum, seraya memperhatikan wajah Ferani yang tampak antusias memakan makanan yang diberikan olehnya.

Uhuk ...buhuk!”

Genan menepuk-nepuk punggung Ferani, panik. Laki-laki itu segera berlari ke arah Bi Anis yang kini sedang berada di kantin.

Laki-laki itu memberikan minum kepada Ferani. “Lo nggak papa 'kan? Makanya makannya biasa aja. Nggak usah kayak orang belum makan setahun, jadi keselek 'kan?”

Ferani menggeleng-gelengkan kepalanya. “G-gue nggak keselek, tapi ini ... Agh! Ini apaan, kenapa sakit banget!”

Mendengar teriakan Ferani membuat Genan terkejut. Apalagi gadis itu mulai meneteskan air matanya, padahal ia tahu makanannya tidak diberikan cabai.

“Sakit? Yang mana yang sakit?” tanya Genan merasa tidak enak melihat wajah Ferani yang berubah menjadi pucat.

Ferani memejamkan matanya, tak kuasa berkata-kata. Tanpa di duga Vegalta dan menghampiri keduanya.

“Lo kasih Ferani apaan?” tanya Vegalta dengan tatapan dinginnya.

Genan melirik Vegalta sinis. “Hanya makanan rumahan. Apa salahnya?”

Vegalta mengambil kotak nasi yang tadi di makan oleh Ferani, mencium makanan tersebut, lalu menutup hidungnya rapat-rapat.

“Itu kaldu ayam sialan! Ferani sama gue alergi makanan yang berbau anyir kayak gini.” Pernyataan Vegalta membuat Genan terbelalak.

“Serius?!”

Tanpa menjawab pertanyaan Genan, Vegalta segera menarik Ferani menuju parkiran. Ia melihat wajah Ferani yang mulai memucat, wajah itu teringat akan dirinya yang dulu sama-sama tidak menyukai jenis makanan yang berbau anyir.

“K-kak ... sakit,” lirih Ferani mulai lemas.

“Gue bawa lo ke klinik Bu Anita.” Vegalta membopong tubuh Ferani membuat pasang mata yang berada di parkiran menatap keduanya heran.

Bagaimana tidak heran? Vegalta dan Ferani sangat jarang se-akrab itu. Bahkan keduanya sama-sama menghindar jauh dari kata persaudaraan.

Genan keluar dari kantin, menatap Vegalta yang kini sudah jauh dari pandangannya. Ia sempat mematung sejenak mengetahui Ferani alergi kaldu ayam. Namun setelah sadar ia mencari keberadaan Ferani yang sudah dibawa Vegalta pergi.

“Aghh! Maafin gue, Fer. Gue nggak tau lo alergi kaldu ayam.” Genan berjalan ke arah parkiran, berniat menyusul Vegalta yang sudah membawa Ferani ke klinik terdekat.

29:01:23

Gelombang Rasa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang