"Bulan dan bintang memang bersinar bersamaan. Akan tetapi mereka tidak akan pernah bersatu, walau berada dalam satu lingkup yang sama ... Langit."
-
Vegalta mengusap keringat yang bercucuran deras, tepat di dahi miliknya. Laki-laki itu tersenyum puas saat kemenangan kembali diraih, olehnya.
"Udah sore nih, Veg. Balik yu!" seru Regi mengajak Vegalta untuk pulang.
Mereka sedang berada di lapangan basket. Mengikuti ekskul basket hingga sore hari. "Kuy!"
Vegalta memakai baju seragamnya kembali. Sedangkan Hinton memutar-mutarkan bajunya ke atas, serta berteriak.
"HUH!"
"Ketek lo bau, njir!" celetuk Regi menutup hidungnya, berlari mengejar Vegalta yang sudah berada di parkiran, menghindari Hinton.
"Woi. Sialan lo, orang wangi gini juga!" teriak Hinton tak terima. Laki-laki itu mengejar Regi, yang kini sudah sampai di parkiran.
Berbarengan dengan langkah kaki mereka, anggota OSIS pun keluar dari ruangannya. Mereka berhamburan, ke arah parkiran, guna mencari kendaraan untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
Langkah kaki Vegalta, berhenti tepat di belakang Ferani. Gadis itu seperti menunggu seseorang. "Betah banget jadi babu sekolah."
Deg.
Ferani membalikkan badannya, sontak tercengang dengan keberadaan kakaknya yang sudah berdiri tegap di belakang tubuhnya. "K-kak."
Vegalta tersenyum sinis. Melewati Ferani begitu saja, tanpa menawari dirinya untuk pulang bersama. Padahal Vegalta tahu kalau saat ini Ferani tidak membawa kendaraan.
Lani menyenggol lengan Ferani, menyadarkan. "Kakak lo jutek amat, Fer."
"Hmm."
"Lo bawa motor, Lan?" tanya Ferani kepada Lani yang berada di sampingnya.
"Nggak, Fer. Motor gue di pake sama Abang gue. Nanti dia jemput gue, bentar lagi juga dateng. Oh iya, lo sendiri ... gimana, Fer?"
Ferani menggaruk-garuk kepalanya, bingung. "G-gue, nggak tau."
Lani menganggukkan kepalanya, melirik ke arah Susi yang sudah selesai menelpon seseorang. "Sus, lo balik sama siapa?"
"Dijemput nyokap," ucapnya dengan singkat.
"Ferani boleh nebeng sama lo, nggak? Soalnya gue sama Abang gue 'kan pake motor. Nggak bisa di reptil," ucap Lani mewakili Ferani.
Susi cengengesan. "Aduh Fer, sorry. Nyokap gue juga bawa motor katanya. Soalnya mobil nyokap gue dibawa bokap, kerja."
Ferani mengerucutkan bibirnya, lalu tersenyum tipis. "Hmm, ya udah deh, nggak papa. Gue bisa sendiri, nyari ojek."
Kedua temannya itu merasa tidak enak hati dengan Ferani, mereka berdua sudah pulang dengan jemputannya masing-masing. Sedangkan Ferani masih diam di parkiran, mencoba menelpon Mamahnya agar bisa menjemputnya di sekolah.
Namun hasilnya, nihil. Mungkin Naima sedang sibuk bekerja. Gadis itu menghela napas panjang, berharap ada keajaiban menghampirinya.
"Ya Allah, andai aja ada malaikat nawarin gue tumpangan gitu." Ferani menatap langit yang mulai mendung, ia mulai menjalankan kakinya meninggalkan parkiran.
Tind—
"Lo pulang sama siapa? Fer!" pekik Genan membuka kaca helmnya.
Lantas Ferani pun menoleh ke arah sumber suara. "G-gue ... pulang sendiri, kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang Rasa [SELESAI]
Dla nastolatków14/01/23. Hidup dalam rengkuhan badai diselimuti ombak mengerikan bukanlah keinginannya, namun itu sebuah takdir yang Tuhan tetapkan untuk Ferani. Bagaimana rasanya jika mempunyai kakak yang sama sekali tidak menganggap Adiknya ada? Sakit? Tentu. Da...