“Caramu tertawa membuatku lupa akan bebanku yang menumpuk. Namun saat tangismu muncul membuat isi pikiran dan hatiku hancur berkecamuk.
-
16:30 WIB.
Ferani terbelalak kaget, melihat jam tangannya menunjukkan angka tersebut. “Gila! Ternyata kumpulan OSIS tadi cukup menguras waktu, juga yah.”
Lani mengangguk, setuju. “Apa gue bilang. OSIS itu Organisasi yang buat kita frustasi, kita udah tau 'kan konsekuensinya jadi OSIS. Gimana kalo kita langsung keluar?”
Peletak.
Susi menggeplak kepala Lani. “Ya nggak langsung keluar juga pinter. Malu dong, belum apa-apa udah keluar gitu aja. Emang situ mau dibilang pengecut sama kakel?”
Lani menggeleng-gelengkan kepalanya, sebagai jawaban. Tidak lama kemudian Giovani keluar dari ruang OSIS, tertawa ngakak di hadapan ketiga gadis yang kini menatapnya, heran.
“Haha ... sumpah gue ngakak bruntal! Gimana mental, aman?” ledek Giovani mendapatkan tatapan tajam dari ketiganya.
“Sialan lo. Enak banget ngetawain anak yatim kayak gue, kualat tau rasa lo, ntar!” Lani bersedekap dada. Melemparkan tatapan permusuhan kepada lelaki itu.
Giovani menjulurkan lidahnya, mengejek. “Bodo amat! Yang terpenting kumpulan hari ini gue happy. Sering-sering ikut kumpulan ya, biar OSIS ada hiburan, liat kebegoan kalian haha ...”
Ferani menggeram kesal, hendak menjambak rambut Giovani. Namun sebelum hal itu terjadi, anggota OSIS keluar berhamburan. Begitupun dengan Genan yang berjalan melewati mereka.
“Fer, nanti malem gue ke rumah lo ya, gue nggak ada temen. Nyokap gue berangkat kerja ke luar kota.” Lani menepuk pundak Ferani, menyadarkan gadis itu yang tadinya memperhatikan langkah kaki Genan.
“Gue ikutan dong. Nginep di rumah lo 'kan, Fer?” Susi tersenyum menatap Ferani, meminta persetujuan.
“Boleh. Kalian ke rumah gue aja nanti, pintu gue buka 24 jam, kok.” Ferani tersenyum senang, dengan begitu ia pun akan mempunyai teman tidur.
“Oke deh, gue balik duluan. Ntar gue ke rumah lo bareng Susi,” ujar Lani menaiki motor beat nya
“Gue nebeng, Lan!” teriak Susi mengejar Lani yang sudah membelokkan motornya.
Sedangkan Ferani menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat tingkah kedua sahabatnya itu. Ia pun menaiki sepedanya, lalu mengayuhnya dengan santai.
“Loh, kak Genan. Lo ngikutin gue?” tanya Ferani mengetahui Genan yang berada di sampingnya, dengan motor sport hitam miliknya.
“Nggak ngikutin, cuma mau ngawasin lo aja. Takutnya di cegat om-om preman kayak malam itu,” jawab Genan tanpa menoleh ke arah Ferani yang masih sibuk mengemudikan kendaraannya.
Ferani tertawa mendengar hal itu. Ia pun mengayuh sepedanya dengan kencang, meninggalkan Genan di belakangnya. Laki-laki itu tersenyum tipis melihat Ferani yang seakan-akan mengibarkan bendera perang ke arahnya.
“Lo ngajak balapan?!” teriak Genan kencang, guna Ferani mendengar teriakannya.
Ferani tak menjawab. Ia hanya tertawa menikmati keindahan sore di sepanjang jalan. Lama kelamaan Genan pun menyalip dirinya, membuat Ferani berdecak sebal.
“Yah! Ayo dong kejar gue. Masa balapan kaya keong gini!”
“Ya iyalah gimana nggak kayak keong, lo pake motor. Gue pake sepeda, kendaraan kita beda kelas bos!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang Rasa [SELESAI]
Roman pour Adolescents14/01/23. Hidup dalam rengkuhan badai diselimuti ombak mengerikan bukanlah keinginannya, namun itu sebuah takdir yang Tuhan tetapkan untuk Ferani. Bagaimana rasanya jika mempunyai kakak yang sama sekali tidak menganggap Adiknya ada? Sakit? Tentu. Da...