“Terkadang kita harus menutupi kehebatan yang kita miliki, agar orang lain tidak sampai berekspetasi tinggi, dan berujung menyakiti hati yang tak akan sanggup untuk kita hadapi.”
-
Makan malam pun tiba, kini mereka diselimuti dengan suasana keheningan. Vegalta yang sibuk dengan makanannya, Hendra Gunawan — Papahnya sibuk dengan laptopnya beserta makanan yang berada di hadapannya. Begitupun dengan Naima yang sibuk menata menu makanan malam ini sedari tadi.
Sedangkan Ferani? Ia hanya memperhatikan keluarganya yang terlihat sibuk masing-masing. “Hmm... Papah, wekkend hari ini Papah ada waktu nggak?”
Pertanyaan dari Ferani mampu mencairkan suasana, sekaligus memecahkan keheningan yang terjadi saat ini. Hendra menoleh sesaat. “Sebenarnya pekerjaan Papah masih banyak. Nak, tapi kalau kamu mau liburan ke luar Papah siap menemanimu.”
Ferani tersenyum riang. “Aaa makasih Papah!”
Naima tersenyum, mendekati Ferani yang memeluk Hendra, suaminya. “Kalian mau liburan? Mamah ikut dong.”
“Boleh dong, Mah.” Ferani menarik tangan Naima ke dalam pelukannya. Ketiganya sama-sama tersenyum.
Sedangkan Vegalta? Laki-laki itu hanya bisa memutar bola matanya malas. Ferani yang menyadari tatapan jengah dari kakaknya pun kini berjalan mendekatinya, berniat mengajak. “Kak Vegal ikut juga 'kan?”
“Nggak, gue sibuk.” Vegalta menjawab ketus, membuat Ferani memudarkan senyumannya.
“Vegalta. Sekali aja liburan bareng keluarga, jarang banget loh kamu ikut.” Kini Naima mulai merayu Vegalta agar anaknya itu bisa bergabung berliburan bersamanya.
Laki-laki itu tidak menjawab. Ia bangkit dari duduknya meninggalkan meja makan. Hendra yang melihat Vegalta mengacuhkan Naima pun mulai mengeluarkan suaranya.
“Vegalta! Setidaknya kamu menjawab ajakan Mamahmu. Saya sekolahkan kamu agar tau tatakrama, bukan seperti hewan yang menghindar begitu saja!”
Vegalta mengepalkan tangannya. Ia membalikkan badannya, menatap Hendra dengan tatapan malas, beralih kepada Ferani. Laki-laki mendelik tajam. Lalu berjalan kembali tanpa menoleh ke belakang lagi.
“Vegalta!” sentak Hendra namun di acuhkan olehnya.
“Pah, udah.” Naima menggeleng-gelengkan kepalanya tidak ingin Hendra ataupun Vegalta semakin memperbesar permusuhan antara anak dan Papah, padahal itu hanya masalah sepele.
“Mah, Pah. Ferani ke atas dulu ya, mau ngerjain peer kemarin belum sempat Ferani kerjain.” Izin Ferani yang di angguki oleh kedua orang tuanya.
Naima dan Hendra sama-sama memperhatikan Ferani yang berjalan menaiki tangga. “Ferani anak yang baik, cerdas dan sopan. Berbeda jauh dari Vegalta yang mempunyai sifat pembangkang.”
Naima menatap Hendra sendu. “Gadis itu memang baik, cantik, pintar dan membuat Mamah senang. Sama seperti ibunya, Melina. Tetapi ingat satu hal, Pah. Bukan hanya Ferani yang harus kita perhatikan. Tapi Vegalta juga, terlebih ia anak kandung kita.”
Hendra terdiam sesaat. Ia menyadari bahwa sedari kecil yang Hendra perhatikan hanya anak perempuannya, ia hampir lupa dengan anak laki-lakinya itu. Sebab ia selalu menghindar jika Hendra mendekati ataupun mengajak dirinya untuk melakukan sesuatu.
***
“Yah tintanya habis, mana gue lupa beli pulpen cadangan lagi. Masa iya gue nggak ngerjain peer, ntar gue dihukum lagi sama Bu Ghina.” Ferani mengeluh kesal, sebab pulpen miliknya sudah habis tintanya.
“Apa gue pinjem sama kak Vegalta, ya?” Ferani tampak menimbang-nimbang. Tanpa pikir panjang ia mulai keluar dari kamarnya, berjalan ke arah kamar Vegalta yang bersebelahan dengan kamar miliknya.
Tok
Tok
“Kak Vegal!” panggil Ferani sambil mengetuk pintu kamar kakaknya.
Tidak ada sahutan. Dengan hati-hati Ferani membuka pintu kamar Vegalta, lalu masuk dan berjalan ke arah meja belajarnya.
Ferani celingak-celinguk mencari keberadaan Vegalta. Namun tidak diketahui keberadaannya dimana. Ferani mengambil pulpen hitam milik Vegalta.
“Gue pinjem pulpen lo sebentar ya kak.” Izin Ferani, hendak melangkahkan kakinya berniat keluar dari kamar kakaknya. Namun suatu objek dari jendela kamarnya mampu mengalihkan perhatian Ferani.
Pernahkah kau merasa
Jarak antara kita?
Kini s'makin terasa
Setelah kau kenal diaAku tiada percaya
Teganya kau putuskan
Indahnya cinta kita
Yang tak ingin kuakhiriKau pergi
TinggalkankuTak pernahkah kau sadari?
Akulah yang kau sakiti
Engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkariOh, Tuhan, tolonglah aku
Hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia walau tak bersama diaOh
Wo-uh-yeahMemang takkan mudah
Bagiku 'tuk lupakan s'galanya
Aku pergi untuk diaTak pernahkah kau sadari?
Akulah yang kau sakiti
Kau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkariOh, Tuhan, tolonglah aku
Hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia (walau tak) walau tak bersama dia
Oh-oh, diaOh, Tuhan, tolonglah aku
Hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia, oh-uhAku Yang Tersakiti.
By: Judika.Ferani terpaku akan suara Vegalta yang dapat menenangkan hatinya. Ternyata kakaknya itu selain hebat dalam bidang olahraga, ia juga berbakat dalam bidang bernyanyi. Namun Ferani tidak mengetahui bakatnya tersebut. Vegalta yang menyadari ada seseorang yang memperhatikannya pun membalikkan badannya.
“Lo ngapain di kamar gue?” tanya Vegalta dengan tatapan datar tanpa ekspresi.
Ferani tercekat kaget. “G-gue mau pinjem pulpen, kak Vegal. Terus nggak sengaja denger kakak nyanyi, jadi—.”
“Pergi!” Potong Vegalta diiringi dengan sentakan halusnya.
Ferani menundukkan kepalanya. “Iya Kak, gue pinjem pulpennya bentar.”
Vegalta tidak merespon perkataan Ferani membuat gadis itu menghela napasnya, sabar. Setelah Ferani sudah dekat pintu kamarnya Vegalta bangkit dari duduknya.
“Ferani!” panggil Vegalta membuat Ferani tersentak, kaget.
Spontan gadis itu membalikkan badannya, lalu menjawab. “I-iya Kak.”
“Pulpennya nggak usah dibalikin, buat lo aja.” Setelah mengatakan itu Vegalta menutup pintu kamarnya tanpa melihat Ferani yang kini terdiam membeku.
20:01:2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang Rasa [SELESAI]
Teen Fiction14/01/23. Hidup dalam rengkuhan badai diselimuti ombak mengerikan bukanlah keinginannya, namun itu sebuah takdir yang Tuhan tetapkan untuk Ferani. Bagaimana rasanya jika mempunyai kakak yang sama sekali tidak menganggap Adiknya ada? Sakit? Tentu. Da...