Sepulang sekolah, tepat di bulan kedua, para murid baru akan diwajibkan memilih minimal dua ekstrakulikuler. Murid baru menuju aula.
Tidak menginginkan kegiatan yang berlomba atau bersaing. Malas dengan kompetisi. Amy tertarik pada ekskul Teater. Menuju ke arah sana, terhenti seketika melihat Oscar bergabung. Mengurungkan niatnya, Amy malas.
Berbalik badan, belum menemukan tempatnya. Menyusuri tiap ekskul, tiba-tiba terpanggil oleh seseorang.
"Amy! Ikut kita sini!" Seru senior Ewin teman Heins.Menghampiri Ewin. Kebingungan mengetahui ekskul mereka adalah ekskul Break Dance.
'Heee!! Terlalu extreme!!' Amy merasa tidak enak.
"Maaf kak, aku enggak bisa dance." Memohon ampun dengan sangat sungkan, melambaikan tangan, Amy ijin pamit. Ewin hanya tertawa merespon. Bersikap baik.Melewati mereka, ada sekelompok kecil yang sepi pengunjung. Merasa terpanggil, kelompok yang sepi, bebas drama, bebas persaingan, sekumpulam orang yang syahdu, penikmat kedamaian, penikmat hidup. Amy tanpa basa-basi, menghampiri mereka, meminta segera mendaftarkan diri. Mengikuti ekskul Kerajinan Patung. Merasakan cocok dengan satu pilihannya. Untuk pilihan kedua, Amy tidak memiliki opsi lain.
Berjalan pulang. Belum sampai pintu aula, kembali dipanggil. Kali ini yang memanggil adalah Heins. Sekejap melihat sekeliling, hendak mengamankan kondisi. Amy bergeser sedikit keluar, agar tidak disaksikan lainnya.
Heins menawarkan pada Amy untuk bergabung dalam ekskul dengan kawannya, mereka kekurangan satu anggota untuk menggenapi target. Suatu hal yang 'sesuatu' jika Heins menawarkan hal itu kepada Amy. Merasa diterima oleh mereka. Amy ingin menghargai itu.
Mengetahui ekskul itu adalah Pecinta Alam. Kegiatan menyusuri hutan, bukit dan gunung, membuat Amy bersemangat. Hal yang baru dan seru.
"Kamu mau? Atau enggak mau?" Heins menunggu jawab. Amy dengan malu-malu mengangguk, menerima tawaran tersebut. Senyum lebar di wajah Heins membuat Amy tersipu.
"Ok, biar aku yang tulis data kamu. Lengkapnya nanti aku kabarin via chat ya." Melambaikan tangan pada Amy, Heins berpamitan.
***
Suasana sepulang sekolah esoknya sedikit berbeda, para murid mulai mengikuti kegiatan ekskulnya. Suasananya tidak sunyi lagi.
Di keramaian, pandangan menjupai Remy membawa raket, diikuti Lizy dibelakangnya mencoba menyusul Remy. Amy kesal dengan pemandangan itu.
Berpaling dari mereka, berjalan maju, meninggalkan rasa panas itu.
Heins dan kawannya sudah menunggu Amy perihal kegiatan ekskul. Sampai di tempat, sekitar mereka telah dipenuhi murid ekskul lainnya. Heins dan kawannya berada di sudut keramaian itu. Sedikit gugup, Amy bergabung.
Heins sudah menyediakan tempat kosong di sebelahnya, Amy mengikuti. Belum lama duduk, Heins sudah mendekatkan dirinya.
Hasil pertemuan, menjawab beberapa pertanyaan yang Amy lontarkan seputar kegiatan selama ini. Di akhir mendapati hasil rapat mereka, nihil.
Anggota yang sudah terpenuhi hanya sebuah angka. Berisikan Heins dan kawannya. Ekskul itu seakan hanya menjadi wadah mereka untuk menghindari paksaan mengikuti ekskul yang tidak mereka suka. Ekskul bodong.
"Jadi masih mau gabung sama kita?" Ewin bertanya pada Amy yang masih memproses geli. Menyetujui kegiatan mereka Amy diminta merahasiakan tujuan ekskul. Amy merasa senang mendapatkan perkumpulan baru.
Bulu kuduk berdiri ketika menyadari sentuhan di dengkulnya.
Tangan hangat Heins melandas empuk dengan santainya. Tak ingin ini dibahas, menutupi terkejutnya dengan mengabaikan hal yang di lakukan Heins. Berusaha menganggap itu hal biasa. Menolak untuk baper.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate Delay
Teen FictionTerus berharap, menunggu, dibuat bertanya-tanya. Amy tak tahu perasaan Remy kepadanya. Tidak percaya diri, takut, dan malu. Bagaimana cara menyatakan perasaan pada sahabatnya? Apa lagi doi sosok cowok cool, cuek, dan pendiam. Amy kesulitan menghada...