'Tiinn... Tiinnn.'
Amy terpanggil keluar rumah, detak jantungnya ngebut, menghampiri mobil yang menunggunya di luar.
"Miimiii!!!"
Gor nampak sedikit ramai, Amy dan Remy memasuki tribun sebagai supporter Ronald. Meski di kampus Amy, hari ini Amy harus duduk di deretan pendukung dari kampus Ronald. Bersyukur Amy dan Remy menempati posisi depan yang memungkinkan Ronald notice mereka.
Amy dan Remy menikmati suasana dengan baik, meski hadirnya dipaksa berat oleh Ronald kemarin. Berdua bersebelahan berbincang seru, mereka sangat menantikan permainan Ronald.
Hanya Amy yang menyimpan rasa malunya, menyembunyikan debaran hatinya terhadap Remy, berharap suara hatinya tak terdengar oleh Remy. Remy nampak seperti biasa saja dengan kebersamaan mereka.
Suasana berubah menjadi meriah ketika terdengar suara sambutan, acara telah dimulai. Para pemain dipanggil untuk memasuki lapangan. Tim dari kampus Amy yang pertama memasuki lapangan, mendapatkan penuh sorakan. "Amy pembelot!" Seru Remy di kuping Amy. Mereka tertawa bergurau bersama. Lanjut tim Ronald dipanggil memasuki lapangan, melihat kawannya itu, mereka berdua berseru memanggilnya "Ronald!!" seru Amy dan Remy bebarengan. Ronald membalas mereka dengan bangga.
"Aku baru tau, kampus Pelita se-elit ini, cewek-cewek di kampusku bisa aja membelot semua kalo tim lawan begini." Amy masih belum mengalihkan pandangannya dari tim Ronald.
"Hayo... kamu ngincer yang mana?" Remy menggoda Amy.
Merasa tertohok, Amy malu, tak ingin Remy salah tangkap, Amy mengelak Remy sejadi-jadinya. Amy panik. Dalam benaknya Amy menginginkan pendekatan dengan Remy.
Pikiran Amy segera teralihkan seketika menyadari pertandingan sudah dimulai. Amy terbelalak menyaksikan mereka di hadapannya. Para supporter dengan euforianya menekan para tim. Amy dan Remy mengikuti arus, sangat tegang mengamati pertandingan, berharap Ronald dan tim memenangkan pertandingan.
Kuarter pertama tim Ronald nampak bermain santai. Tim tuan rumah sudah tergesa-gesa mengincar poin. Penjagaan begitu kuat dari tim Pelita. Hasil kuarter pertama seri, belum ada cetak poin. Berlanjut memanas dalam kuarter kedua dan ketiga, masing-masing tim telah berhasil mendapatkan poin, mereka saling mengimbangi poin satu sama lain, masih tak terkalahkan.
Hingga final dalam kuarter keempat, sampai sisa waktu permainan kuarter. Menjelang akhir waktu, salah satu pemain dari tim Pelita mendapatkan spot kosong di bawah ring, dalam beberapa waktu yang segera berakhir, langkah kaki, dan panjang tangannya membawa tinggi bola menuju ring. Lompatannya begitu gaya, lengannya yang berotot memikat kala terangkat memasukan bola ke ring.
"WHOOAAA!!!" seruan supporter Pelita merayakan poin unggulnya.
Pemain bernomor punggung 13, Steve, mencetak poin dalam kuarter yang tegang ini. Tepat perayaan diiringi waktu permainan telah habis.
Amy dan Remy bertatapan, Amy merasa sedikit canggung. Dengan cepat meresponkan kedua telapak tangannya ke langit mengajak Remy toss. Remy membalasnya juga sedikit ling-lung, suasana setengah canggung, Amy menutupinya dengan tawanya.
Saat usai, berjalan keluar, memperhatikan sosok Remy dihadapannya, Remy mengenakan pakaian dan setelan yang santai ini, sangat nyaman dipandangi. Melihat ke tangan Remy, hati rasanya ingin sekali menggandeng tangan itu. Tapi malu.
Amy hanya dapat menikmatinya dari belakang.
Sampai di luar Gor, Remy menjumpai Ronald dan memanggilnya, memberikan selamat.
Sontak Ronald yang puas, merangkul Remy dan Amy bersamaan."Euuhh!! Basah Ronald!" Amy tak kuasa dengan keringat Ronald.
"Nald, entar malem perayaan ajak tu temen-temen mu." Teriak dari belakang Ronald. Sosok jersey nomor 13, sponsor mereka malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate Delay
Teen FictionTerus berharap, menunggu, dibuat bertanya-tanya. Amy tak tahu perasaan Remy kepadanya. Tidak percaya diri, takut, dan malu. Bagaimana cara menyatakan perasaan pada sahabatnya? Apa lagi doi sosok cowok cool, cuek, dan pendiam. Amy kesulitan menghada...