Keahlian Amy dalam mengendap-ngendap begitu lihai, tak mengeluarkan satu suara pun. Amy berhasil sampai di kamarnya. Selamat. Tidak meninggalkan jejak apa pun. Bersih. Unlock new skills.
Di atas ranjang, mendekap tubuhnya, menenangkan debaran jantungnya. Aroma Heins masih tercium. Pipi memanas. Sedikit malu menyadari semua yang dilakukannya. Nekat.
Bangun siang hari, berharap Owen tidak mengetahui aksinya semalam. Masih tegang keluar dari kamar, melihat sekeliling, aman. Owen masih belum bangun. Mencari Papa dan Mama yang seharusnya sudah ada di rumah di hari libur ini.
Menjumpai mereka di halaman. Tepat waktu, baru saja dipikirkan. Menyambut semuanya, Amy diminta bersiap untuk pergi makan siang.
- -
Dalam perjalanan, membicarakan banyak hal. Menuju arah kota.
'TIIINNN!!!'
Semua tersentak, kaget. Papa Amy asik berbincang tidak melihat persimpangan. Dihadapan mobil dari arah sebelah kiri, tiba motor yang hendak belok kanan. Motor itu membalas mengklakson mobil mereka. Memberi tanda marah.
Papa Amy memaki di dalam mobil. Kesal memandangi pemotor. Mama Amy menenangkannya.
Mendengar suara motor, Amy mencari wujud pemotor itu. Motor bobber... Jaket hitam... Helm Heins. 'Heins!!'
Terbelalak. Dihadapan kedua orangtuanya, Heins membuat geram mereka. Papa dan Mama tidak tahu Heins. Tidak tahu itu pacar anaknya. Amy terdiam di kursi belakang. Tak berani berkutik. Papa Amy sangat geram dengan Heins saat ini.
"Anak berandal!" Papa Amy ngamuk, hendak membuka kaca saat Heins melanjutkan jalan. Tetapi ditahan Mama Amy. Amy masih bersembunyi. Menghindari. Tidak mau Heins melihatnya.
"Anak sekolahmu bukan itu?!" Pertanyaan Papa membuat Amy terlunjak.
"Bukan! Enggak ada yang bentukan kayak gitu di sekolah." Amy sepontan menjawab.
Kejadian itu berlalu. Debaran Amy tak kunjung hilang.
'Ngenalin Heins nanti gimana caranya!!!''Kok dia juga enggak ngabarin aku...?'
Terdiam, melihat layar Hp, Amy merasa sedikit sedih, tidak ada kabar dari Heins. Pikiran kemana-mana.
***
Libur panjang, saat Heins menjemputnya, hati selalu berdebar. Seakan keluar dalam misi. Pulang juga mengendap. Amy berusaha menutupi kebersamaannya dengan Heins.
Berharap Heins tidak mengetahuinya. Semoga.
Selalu merasa tidak enak pada Heins, takut apa yang dilakukannya membuat Heins malas dengannya.Menikmati date di luar, mereka menuju apart Heins sebelum mengakhiri hari.
"Maaf ya, belum juga ngenalin kamu ke orang rumah..." Akhirnya Amy memberanikan diri, tidak mau memendam beban itu sendiri. Takut tingkahnya berimbas buruk untuk kedepannya.
Tak disangka, Heins terkejut diam.
Amy heran dengan jeda itu. Takut berlama-lama untuk memandang pada Heins. Amy malu, takut salah berbicara.
Sekejap Heins menggaruk kepalanya.
"Eh... ehm, Enggak apa-apa kok. Aku juga masih... belum... siap..." Heins menjawab sedikit patah-patah.Cara Heins menjawab, membuat Amy sedikit takut.
'Apa dia tidak berniat serius sama aku...?''Apa dia cuma...' tak mau melanjutkan lamunannya. Takut dengan pikiran negatif. Amy sangat berharap untuk hubungan ini berlanjut dengan masa depan panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate Delay
Teen FictionTerus berharap, menunggu, dibuat bertanya-tanya. Amy tak tahu perasaan Remy kepadanya. Tidak percaya diri, takut, dan malu. Bagaimana cara menyatakan perasaan pada sahabatnya? Apa lagi doi sosok cowok cool, cuek, dan pendiam. Amy kesulitan menghada...