'We were never meant to be?'
'Remy enggak pernah suka sama aku?'
'Apa aku bukan... tipe Remy?'"Haaahh..."
Menghela nafas di dalam kamar mandi. Menatap bawah, tangan menopang dagu, merenungkan sikap Remy malam tadi. Apakah yang harus dilakukan, Amy terus berpikir."Dulu Mira yang ganggu! Sekarang Lizy!"
Kesal dengan tantangan ini. Menyadari hambatan yang dihadapinya. Seakan dunia menguji coba dengan hal yang sama untuk kedua kalinya.'Fluush.'
Menyudahi tongkrongannya di toilet.
Memandangi air flush, berharap tantangan yang di hadapi dapat di singkirkan seperti itu.Di atas ranjang di kamar yang sunyi dan dingin. Memeluk dirinya di dalam selimut. Masih merasa bingung untuk memilih, melanjutkan pendekatan dengan Remy atau mengalah dengan Lizy.
Jujur, tidak suka, harus berebut cowok. Amy merasa Remy sebaiknya juga bertindak.
Apakah Remy menunggu didekati.
Apakah Remy tidak suka pada Amy.Kesal melihat layar Hp, sampai sekarang juga belum meminta PIN Remy. Mungkin Lizy sudah bergerak lebih cepat malam ini, pikirnya. Menyadari kesalahannya yang hanya menunggu Remy pelan-pelan.
-Terima-
Menerima undangan kontak di BBM, pilihan Amy jatuh pada senior Heins. Mengabaikan undangan lainnya.
'Kalau bener suka, cowok bakal bertindak ngejar kan?'***
Di dalam kelas, para murid tidak ada yang tahu bawha ada dua gadis yang menyukai Remy. Mereka tidak ada yang mengetahui Amy menyukai Remy.
Mungkin juga bukan hanya dua, Remy yang cogan pasti memiliki pengagum rahasia. Bisa dimengerti bila gadis lain tak ada yang berani mendekati Remy. Semua karena sikap Remy yang dingin, tatapan sinis, berbicara singkat, terkadang juga angkuh.
Berbeda dengan gadis lain. Lizy begitu spontan mendekati Remy. Selalu terdiam saat Lizy mencoba akrab dengan Remy, pura-pura tidak melihat. Merasakan ngilu setiap melihatnya, karena Remy tidak juga menghindari Lizy. Membuat Amy memprediksi kemungkinan keberhasilan Lizy.
Amy tak suka persaingan.
Amy tidak suka drama dalam hidup, itu merepotkan.- -
Hari demi hari sekolah yang normal dilalui.
Kondisi lingkungan yang masih berulang selama satu bulan. Selalu ada hari dimana Amy menghindari senior dan teman seangkatan yang hendak menyatakan perasaan padanya. Hampir setiap pekan menggugurkan satu per satu dari mereka.
Masih menyediakan ruang untuk Remy di hatinya, menjaga hanya Remy di pandangannya. Setiap di kelas, mencuri pandang pada Remy, berharap Remy memberikan sinyal 'suka' padanya.
'PING!!!'
'PING!!!'
Hati jadi matang, serasa keluar dari kukusan.
Kiriman pesan dari cowok pada Amy setelah sekian purnama.Heins
PING!!!
PING!!!"Ya kak?"
"Sorry baru chat sekarang."
"Aku kira aku di tolak juga kayak mereka."
"Ternyata aku lolos ya? 😉""Maaf juga kak."
"Gpp, nanti pulang sekolah bisa ketemu?"
"Aku tunggu di deket kafetaria."
"Guruku 😡, jangan bales dulu ya."
"See you!"_______
'Wow.'
Terhanyut dalam perasaan hangat, rasa malu, dan hati yang berdebar. Pipi memerah panas di dalam kelas yang sejuk. Badan panas dingin. Kuping terbendung dengan suara teriakan dalam hati, suara guru di depan tidak terdengar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate Delay
Teen FictionTerus berharap, menunggu, dibuat bertanya-tanya. Amy tak tahu perasaan Remy kepadanya. Tidak percaya diri, takut, dan malu. Bagaimana cara menyatakan perasaan pada sahabatnya? Apa lagi doi sosok cowok cool, cuek, dan pendiam. Amy kesulitan menghada...