Zea terpaku melihat pasar malam yang begitu terang dengan adanya lampu kemerlap kemerlip. Ini adalah pertama kalinya datang ke tempat ini. Sedari kecil, Zea selalu diminta untuk belajar, belajar dan belajar hingga ia tak tau dengan dunia luar.
Kecuali ketika ia duduk di bangku SMA, ia diperbolehkan untuk keluar malam. Kini Zea dan Jinny berada di depan wahana bianglala.
"Zea, lo gak usah bengong. Ayo mainin wahana yang lo suka" Jinny menepuk bahu Zea, memintanya untuk menaiki wahana sesukanya. Zea tersenyum menanggapi.
"Gue mau coba naik itu, boleh?" Zea menunjuk wahana yang ada didepannya sekarang. Jinny meneguk salivnya, perasaan takut mulai menyerang.
"O-oke, ayo" dengan ragu Jinny menggandeng Zea untuk memasuki wahana bianglala. Keduanya sudah duduk di tempat itu, keduanya juga saling berhadapan.
Jinny memejamkan matanya merasakan bahwa bianglala itu bergerak pelan. Beda dengan Zea, ia tampak antusias.
Jinny menahan mati matian agar keringatnya tidak turun, ia benar benar takut akan ketinggian.
"Jin, lo gak papa?" Zea menepuk paha Jinny. Terlihat wajah Jinny yang mulai memucat. Jinny mengangguk padahal hatinya sudah tak sanggup menahan ketakutannya itu.
"Muka lo pucet banget, yaudah turun ya. Udahan aja, gue kasihan sama lo" lagi lagi Jinny menggeleng, ia tak mau merusak kenangan terakhir ini.
10 menit berlalu, bianglala yang naik mulai turun perlahan. Sekarang, Zea mencoba membantu Jinny untuk bangun dari duduk. Jinny benar benar memeluk erat pegangan yang ada.
"Udah selesai Jin, gakpapa kok" Akhirnya Jinny mau melepaskan tangannya lalu berakhir ia memeluk Zea sekuat tenaga. Orang orang yang disekitarnya pun tertawa bisik bisik.
Zea mengangkat Jinny untuk duduk di gazebo terdekat, keringat membanjiri kening Jinny. Matanya masih terpejam kuat. Zea mengambil minyak kayu putih yang selalu ia bawa.
"Sorry Jin, gue gak tau kalau lo takut ketinggian. Lain kali gue gak bakal minta yang aneh aneh deh"
Zea membantu mengusap keringat Jinny, mata Jinny masih terpejam. Entah apa yang dipikirkan nya, Zea juga tidak tau.
"Gue beliin minum ya,sama snack ya" Zea bangkit, namun segera dicekal Jinny.
"I-kut" nafasnya masih tidak teratur membuat Zea semakin bersalah.
"Jangan, mending lo istirahat disini. Gue gak bakal lama kok" Jinny menggeleng, ia tidak mau di tempat ini sendirian. Trauma akan masa lalunya kembali datang jika ia sendiri di sini.
Karena Jinny tetap kekeh ikut, mau tak mau Zea membolehkan. Perlahan mata Jinny terbuka, yang dapat ia lihat adalah wajah Zea yang nampak sedikit blur.
"Ayo Jin" Zea mengulurkan tangannya, dengan sigap Jinny menerima uluran itu. Namun baru berdiri, ia sudah ambruk tak kuat menahan dirinya.
"Gue gendong aja, mau?" Jinny menggeleng, sudah jelas ia dan Zea lebih berat an ia, tak mungkin meminta Zea untuk menggendongnya.
"Gue bisa, tapi tunggu bentar" ujarnya menahan tangan Zea yang siap akan menggendong nya. Jinny kembali duduk, setelah bermenit - menit memejamkan matanya. Ia kembali membuka matanya.
Pandangannya sudah mulai membaik, Ia tersenyum kearah Zea yang menatapnya khawatir. Keduanya kini mulai berjalan mendekati penjual makanan ringan.
Setelah membayar, keduanya kembali ke gazebo. Namun di pertengahan jalan, perut Jinny tak nyaman , ada rasa gejolak yang ingin ia keluarkan. Tanpa menunggu lama, ia pergi meninggalkan Zea dan segera mencari toilet yang ada.
Disisi lain, Zea yang asik asiknya sedang berceloteh bingung saat ucapannya tidak ada sahutan. Ia menoleh dan ternyata tidak ada Jinny di sampingnya. Jadi, ia seperti orang gila yang berbicara sendiri.
Ia panik mengetahuinya. Ini pertama kalinya, jadi ia tidak pernah tau lokasi lebih detailnya. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang yang berbaju couple dengannya.
Keringat mulai membanjiri di wajahnya, ia takut tersesat. Oh ayolah tolong bantu temukan Jinny, gumamnya.
Ia masih tidak bergerak, bisa jadi Jinny meninggalkan sebentar lalu akan kembali lagi. Namun sudah 20 menit, tak ada tanda tanda seseorang yang ditunggunya.
"Aduh, gimana nih. Apa gue telpon aja ya" Zea menepuk jidatnya sendiri melupakan bahwa ada handphone yang membantunya menghubungi Jinny.
Sudah ke lima kalinya Zea menelepon, tapi sama sekali tidak diangkat. Zea frustasi, ia tau kalau Jinny takut sendiri karena dari kejadian tadi. Tapi kenapa sekarang ia yang sendirian.
Huh, rasanya Zea ingin menangis sekarang. Ia mencari ide yang mampu membantunya. Apa ia harus bertanya pada orang-orang di sekitar sini? Sepertinya iya.
"Kak maaf, kakak lihat tadi perempuan ini? " Zea memperlihatkan fotonya kepada seseorang yang baru saja lewat, namun jawaban nya tidak mudah ia dapatkan.
Sudah sekitar 20 orang ia tanyakan, namun hasilnya nihil. Mau tak mau ia harus berkeliaran mencari keberadaan Jinny. Mencari kesana mencari kesini sangat melelahkan, bahkan ia bolak balik kembali ke tempat awal. Ia persis seperti orang yang tersesat.
"Akhh, Jin lo sebenarnya dimana?"
"Lo mau main petak umpet sama gue?"
"Please, gue nyerah kalo lo main petak umpet. Sekarang keluar, gue udah capek nyari lo selama 1 jam".
Zea terduduk dilantai, tanpa sadar air matanya jatuh. Setelah kejadian kemarahan mamanya, mamanya membencinya dan ia sekarang tidak mempunyai siapa siapa selain Jinny.
Hidup sendirian tanpa bantuan orang lain?
Huh, Zea tidak bisa. Ia membutuhkan Jinny yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. Pandangannya kedepan, ia tertegun melihat orang yang dikenalnya sedang menggendong Jinny dengan keadaan terburu buru.
Gilang, entah apa yang dilakukan lelaki itu kesini. Yang jelas, kenapa Jinny bisa dibawa Gilang? Tak ingin menunggu lama, ia segera mengejar Gilang. Langkahnya semakin dipercepat kala Gilang masuk ke dalam sebuah mobil yang sepertinya Zea kenali.
Itu mobil Aksa, hal itu semakin membuat panik Zea. Langkahnya tergesa-gesa, sesekali berteriak memanggil Gilang. Namun, ia terlambat. Mobil itu sudah melaju menjauh. Zea menatap sedih kearah mobil itu.
"Gue seharusnya ngikutin mobilnya, tapi kayaknya mobilnya kecepatan nya cepet deh. Masa iya gue mau lari, kalau gue pakai motor Jinny... Gak bisa karena gue gak megang kunci motornya"
Zea berceloteh sendiri, kalau ia hafal jalan yang dilalui, ia pasti akan mudah cepat menghampiri. Tapi? Ini jalan yang asing baginya.Ia memang baru bisa keluar dari pasar malam karena mengikuti Gilang. Ia mengangkat handphone nya lalu menelepon Gilang, namun baru saja hendak menyalakan, handphone nya malah lowbat.
"Gue harus gimana???" Keluhnya
______________________
Hayo apa yang terjadi pada Jinny?
Teman teman, aku meminta tolong kepada kalian hargai karya aku dengan cara vote dan komentar terserah.
Maaf kalau sedikit, karena masih proses. Oke?
#Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Ilzea (Tunda)
Teen FictionMengisahkan seorang gadis yang duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu memiliki masa lalu yang bisa dibilang tidak terlalu buruk namun penuh kenangan. Pernah berpacaran sekali hingga ia benar-benar menaruh perasaan pada sosok itu, gadis i...