(01) Perempuan berjilbab

46 10 3
                                    

2 bulan kemudian.....

Zea menatap tak percaya barusan. Kedua orang tuanya memilih cerai, ia lebih memilih dengan mamanya daripada papa.

Sudah sebulan lebih Raissa dirawat dirumah sakit akibat bengkaan pada kaki nya. Zea juga tak terima dengan perlakuan kasar papanya. Sedangkan Gio, kakak Zea lebih memilih ikut dengan Wijaya.

"Masih sakit lagi gak ma?" Raissa menggeleng pelan. Zea lebih sering ke rumah sakit daripada sekolah. Sejak Raissa di rumah sakit, Zea lebih sering memperhatikan kesehatan Mamanya.

"Kalau masih sakit bilang ma, biar Zea ikut bantu seadanya"

Raissa tersenyum mendengar putri nya. Ia bisa menyimpulkan di keluarganya, satu satunya yang masih peduli dengannya hanya Zea. Raissa beruntung sekali memiliki Zea.

"Udah gak perlu kayak gini nak, mama udah ngerasa lebih baik dari sebelumnya... Kamu juga gak sekolahkah? "

Zea tersenyum kikuk, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Entah sudah berapa lama dia tidak bersekolah.

Zea memilih mengangguk saja, namun tiba tiba ponselnya berbunyi menandakan terdapat notifikasi masuk.

My Jinny
Besok lo berangkat Ze?

Huum kayaknya sih gtu

Setelah membalas pesan sahabatnya, Zea kembali memasukkan handphone nya kedalam saku. Tak lama perutnya keroncongan minta diisi, bahkan suaranya mampu membuat Raissa tertawa.

"Kamu makan dulu gih, kasihan itu perut" Zea mengangguk setuju, lalu ia memilih berpamitan dan mencari restoran yang tidak terlalu jauh dari rumah sakit.

🥀🥀🥀

Mata Zea melirik ke kanan ke kiri, ia sama sekali bingung karena tak dapat kursi. Ia pun berinisiatif akan membungkus makanannya dan memakannya di rumah sakit.

"Eh Lihat deh pakaiannya, feminim banget kayak l****"

"iya betul udah jelaslah l****"

"Pasti duitnya banyak tuh"

Suara suara bisikan menyeruak di pendengaran Zea, ia berpura pura untuk tidak mendengarkan nya. Sampai ia hendak keluar dari Restoran, Zea disuguhkan dengan pemandangan tak enak hati.

Wijaya sedang bergandengan tangan dengan perempuan lain yang tidak Zea kenali, tangannya terkepal kuat hingga jari jarinya memutih.

Padahal baru sebulan Raissa dan Wijaya bercerai, Wijaya sudah langsung berpaling ke wanita lain. Memang dasar pria gila menurut Zea.

Tak ingin memikirkan nya, Zea memilih pergi dari tempat tersebut daripada harus menahan amarahnya.

Kini, ia sudah berada di lorong rumah sakit. Berjalan biasa dengan style yang cukup feminim. Jaket hitam pekat yang tidak dikancing dan juga rok mini diatas paha.

Bruk

Seorang perempuan berjilbab baru saja menabraknya, sepertinya dari raut wajah perempuan itu terlihat buru buru.

"Maaf banget kak... " perempuan itu mengulurkan tangannya pada Zea, Zea enggan sekali menerima uluran itu. Bahkan ia memalingkan wajahnya agar tidak menghadap perempuan berjilbab itu.

"Kak.. Ayo aku bantu" sekali lagi perempuan itu mengulurkan tangannya namun Zea membiarkan tangan itu melayang di udara.

"Gue bisa sendiri" Zea masih tetap tak mau mengalihkan pandangannya. Tangan perempuan itu kembali ditarik. Ia menatap pakaian Zea dari atas sampai bawah. Miris perempuan itu melihatnya.

Perempuan itu mengeluarkan jaketnya lalu membantu menutupi rok mini Zea. Hal itu sontak membuat Zea tersentak, ia menghempaskan tangan perempuan itu sampai hampir terhuyung ke belakang.

"Apa apaan sih lo" bentak Zea. Perempuan itu juga tak kalah terkejut mendengar bentakan Zea.

"A-ku gak ni-at ngapa ngapain kok, cuma- mau nutupin rok kakak yang feminim" perempuan itu berbicara terbatas, merasa takut karena ia baru pertama kali bertemu.

"Gak perlu, gue gak kedinginan" sekali lagi, Zea merasa risih dengan kelakuan perempuan itu, meskipun baik sih.

Perempuan itu menunduk dalam. Zea kemudian bangkit lalu menyerahkan jaket milik perempuan itu.

"Ambil"

Zea meninggalkan begitu saja perempuan tadi yang masih menunduk. Bisa saja perempuan itu mendapat kekerasan dari Zea yang notabene nya mudah emosi namun karena perutnya keroncongan, ia menurunkan ego nya.

Ceklek

Pintu terbuka, Zea memasuki kamar dimana Raissa dirawat. Kedua sudut bibirnya terangkat sempurna melihat Raissa tidur.

"Mama pasti capek banget, mending gue makan diluar aja" gumamnya lalu mengecup pipi Raisaa.

Tidak ingin menganggu mamanya, Zea keluar dari kamar. Ia sama sekali tak menemukan kursi tunggu di dekat kamar. Akhirnya Zea memilih pergi ke kantin kecil rumah sakit.

Di sepanjang lorong ia berjalan. Ia berhenti kala melihat perempuan yang tadi bertabrakan tengah menunduk seperti sedang menangis sekitar 10 meter didepannya.

Antara ingin menghampiri atau tidak. Ia memilih menghiraukan perempuan itu. Sampai melewatinya saja Zea tak mengalihkan pandangannya kedepan.

________

Segini dulu part satu nya
Gimana sama part 1

Ilzea (Tunda) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang