(38) Pernyataan Gilang

7 4 0
                                    

Pria yang sekarang ini memimpin PT PATISTAN berteriak marah saat memori memori yang mengerikan berputar di kepalanya, bahkan ia sampai membenturkan kepalanya pada meja sangking kesalnya.

"Akhhh, darimana datangnya ini semua" Wijaya berteriak marah, mengobrak-abrikan meja kantornya. Ia mengacak rambutnya frustasi.

Wijaya mengambil ponsel miliknya, ia segera menghubungi putranya yang sekarang menjadi harapannya.

"Datang ke kantor papa" hanya 4 kata yang Wijaya ucapkan selepas sambungan terhubung. Seharusnya Wijaya tidak boleh menuntut Anak-anaknya lagi sebab ia sudah berjanji.

Namun kali ini, ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa selain harus meminta bantuan kepada anak-anaknya. Tak lama terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Masuk" perintahnya tanpa melihat siapa yang datang, Wijaya sudah jelas tau siapa yang datang.

Gio melangkah masuk ke dalam ruangan Wijaya, tak dapat dipungkiri Gio merasa kesal karena Wijaya tidak mau mendengar jawaban nya di telepon.

"Gio, tolong kamu atasi ini semua. Saya gak kuat"

Wijaya menunjuk pada tumpukan berkas yang tebal, alis Gio mengernyit. Ia membuka lembaran demi lembaran hingga membuat matanya membola.

"Sejak kapan teror ini ada pa?"

"Akhir-akhir ini, bukan hanya waktu pagi saja. Malam pun saya mendapatkan teror ini semua"

Lembaran-lembaran itu berisi sebuah foto-foto yang sepertinya menjadi korban sebuah pembunuhan. Berbagai foto disertai darah yang membekas di lembaran itu. Bahkan terlihat sekali wajah seseorang yang terluka parah, membuat Gio segera menutup lembaran tersebut.

"Gio coba atasi pa" Gio memasukkan semua berkas lembaran tadi ke dalam tas kantornya yang ternyata muat.

Segera ia berpamitan dan pulang ke rumahnya untuk mengecek semua masalah teror itu.

🥀🥀🥀

Keesokan harinya.....

"Gilang, gue gak tau harus gimana. Menurut lo gimana? Gue pindah gitu?" Zea berbicara lewat telepon yang tersambung dengan Gilang.

"Masa iya Alex sampai nekat gitu?"

"Ck ah, lo gak percaya sama gue. Biar gue fotoin bentar"

Setelah Zea memotret diam-diam Alex yang sedang mencuci motornya lalu mengirimkan pada Gilang.

"Pindah aja Zea, lo gak aman disana"

"Pindah kemana?"

"Sementara nginep di rumah gue gakpapa kok"

"Gak mau, kalau gitu gue nginep di rumahnya temen aja gimana?"

"Apartemen mau? Gue ada satu apartemen yang udah lama enggak gue tinggali. Mau gak? Gue takutnya lo nyusahin temen lo"

"Apartemen? Hm... Boleh deh, tapi Ngomong-ngomong kabar Jinny gimana?"

"Gak usah pikirin orang yang udah nyakiti lo Zea, gue tau waktu bibir lo terluka, itu perbuatan Jinny kan? Gue udah bilang dari awal buat ngejauhin Jinny"

"Ck, lo masih aja bahas itu, lo sendiri gak ngasih tau alasan yang jelas"

"Gue mau ajak lo jalan-jalan, pakai sweater ungu ya. Jangan mbantah, gue otw"

"Tap-"

Tut

Sambungan diputuskan sepihak oleh Gilang, membuat Zea menggeram kesal. Meskipun begitu, Zea tetap saja akan ikut pada Gilang karena sekarang ini ia tidak tau lagi siapa yang menghiburnya.

Memakai sweater ungu sesuai keinginan Gilang, memakai rok panjang nya pas lutut, lalu sepatu putih yang tingginya 5 cm. Tentu saja karena ia tidak mau dianggap pendek ketika berjalan dengan Gilang.

Tin

Suara klakson motor terdengar, Zea mengambil topi hitamnya lalu turun sambil bersenandung kecil. Semakin Zea mendekati pintu, yang terdengar malah seperti orang bertengkar.

Benar saja, Gilang dan Alex bertengkar entah apa masalahnya Zea tidak tau, ia segera menepis tangan Alex yang akan menampar Gilang.

Plak

Tangan Alex bergetar, ia tidak berniat untuk menampar Zea, namun sudah terlanjur. Gilang dengan cepat membawa Zea pergi tanpa sepatah apapun.

🥀🥀🥀

"Sakit, hm?" perlahan tangan Gilang mengelus pipi Zea yang terkena tamparan tadi. Zea hanya diam tanpa bicara, membiarkan Gilang melakukan apa yang ia mau asal masih pada batasan. Tamparan Alex benar-benar keras, pipinya saja sampai memerah.

"Maafin gue ya ze, gara-gara gue lo jadi dapat tamparan sama Alex, kenapa lo gak biarin gue ditampar Alex?"

"Gak tau, gue reflek aja"

Hati Gilang tersentil yang ternyata Zea menolongnya bukan karena apa tapi karena hanya reflek.

"Mau es krim?" Tawar Gilang kebetulan melihat penjual eskrim di pinggir taman. Zea mengangguk sebagai jawaban. Sudah lama ia tidak makan eskrim bersama Jinny, ah ia jadi merindukan Jinny sekarang.

"Tunggu di sini" Gilang hanya pergi beberapa menit, ia kembali lagi sambil membawa dia eskrim, satunya rasanya coklat , satu lagi rasa vanilla.

"Lo sukanya rasa apa?"

"Coklat"

Gilang menyerahkan eskrim coklat, dengan sigap di lahap oleh Zea yang memang sangat haus. Gilang tersenyum kecil melihat tingkah Zea yang terlihat lucu di matanya.

"Zea, gue mau ngomong sesuatu sama lo"

"Ngomong apa?"

"Tapi hadap gue dulu"

Zea pun hanya menurut, sepertinya Gilang ingin mengatakan sesuatu yang penting.

"Em... Gue em.. Gue... "

"Lo kalo ngomong jangan gitu deh, langsung ngomong cepet"

"Bentar Zea, gue atur nafas dulu ya"

"Kalau gak jadi ngomong ya udah nih gue ud-"

"Iya iya, GUE SUKA SAMA LO"

Zea tertegun mendengar nya, pandangan Gilang benar-benar serius.

"Jadi?"

"Mau gak lo jadi pacar gue?"

__________

#Tbc

Ilzea (Tunda) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang