Siang ini pukul 14.00 tepatnya, adanya rapat penting yang melibatkan kedua orang tua Zea. Zea, gadis itu menunduk. Ia memang ikut pergi ke sekolah, tetapi ia masih di dalam mobil. Takut kena banyak hujatan dan hinaan yang didapat darinya.
Sedangkan di dalam ruangan rapat itu, suasana nya menegang. Meskipun tegang, Wijaya tetap santai meskipun putrinya berakhir keluar.
"Maaf Pak Wija, kami sudah tidak bisa kuat menampung siswa sepertinya yang susah diatur. Kami sebagai guru-guru sudah angkat tangan atas perlakuan Zea selama ini. Namun kali ini Zea hampir saja mencoreng nama baik siswa primadona sekolah kami"
"Saya meminta pendapat anda pak Wija, apakah Pak Wija masih ingin berharap-"
"Tidak, saya tidak perlu berharap lebih. Putri saya tau mana yang baik dan mana yang buruk, apapun resikonya ia pasti tanggung sendiri"
Hal itu sontak membuat guru-guru saling pandang, ternyata pak Wijaya tak mengancamnya dengan berbagai ancaman tidak seperti kedua orang tua Monica.
"Kalau begitu, apa Pak Wija bawa Zea? Karena kami membutuhkan tanda tangan nya juga sebagai di sahkan nya ia keluar dari sekolah"
"Tidak perlu, saya memiliki stempel tanda tangan milik putri saya, kemarikan akan saya tanda tangani"
Berkas ditandatangani oleh Wijaya, itu berarti secara resmi Zea telah keluar dari sekolah SMA Raya.
Sedangkan di posisi lain, Zea ingin keluar menyapa Ryan, ketua kelasnya dan menyampaikan salam perpisahan.
"Bang, Zea keluar ya. Zea gak jauh jauh kok, mau ambil barang Zea di loker habis itu kembali"
"Tapi gakpapa?"
Zea mengangguk menyakinkan, akhirnya Zea keluar mobil dengan seragam persis seperti biasanya. Ia berjalan di Koridor, Koridor sedang sepi karena sedang pembelajaran berlangsung.
"Zea!! " panggilan seseorang membuat Zea memutar tubuhnya menghadap gurunya.
Bu Resti memeluk tubuh mungil Zea, sangat mungil. Tinggi Zea hanya 155 cm berbeda dengan Bu Resti yang tingginya 165 cm.
"Nak, ibu gak kuat. Kamu beneran keluar dari sekolah?"
"Ibu gak ikut rapat kah?"
"Ibu gak kuat denger kamu keluar dari sekolah. Itu percaya bahwa kamu tidak melakukan tindakan kecerobohan itu, pasti ada yang menjebak mu kan?"
"Sepertinya iya bu, ibu gak capek sama sikap ku kah?"
"Tidak, justru ibu bisa dapat cepat mengenali mu dengan tingkah konyolmu itu. Zea, ibu punya bingkisan sesuatu sebelum kamu benar-benar keluar dari sekolah ini dan tidak pernah menginjakkan kakimu kembali kesini"
Bu Resti mengambil buku tebal yang tebalnya kira kira 3 cm, ia memberikan buku itu di tangan Zea.
"Ini apa bu?"
"Itu soal soal campuran, tapi lebih mendominasi mapel matematika dan fisika. Dikerjakan ya, kalau susah bisa minta buat ajarin Ryan juga. Ibu memang mau menghadiahkan buku ini buat kamu karena menurut ibu daripada kamu melakukan hal yang tidak bermanfaat kamu bisa mengasah otakmu lewat soal-soal ini"
"Yah bu, tak kirain dikasih hadiah yang bagus gitu. Minimal nih ya motor sport lah bu"
"Heh kamu ini, kamu suka balapan ya?"
"Sedikit kalau ada cuannya, hehe" hati Zea menghangat karna masih ada orang yang mempercayainya. Tapi anehnya kenapa hadiah nya harus soal-soal yang membuat otak Zea meledak?
"Tadi, ibu gak expect sama ucapan papa kamu yang ternyata langsung tidak membelamu"
"Papa ku sudah cukup banyak mendidik ku, dan sekarang aku memilih jalan ini jadi otomatis papa akan tetap menyetujui."
"Yasudah, kamu sekarang mau kemana?"
"Mau ke loker dulu, ambil barang barang aku yang terting-"
"Zea!! " satu lagi teriakan dari sang ketua kelas membuat Zea geram. Entah kenapa Ryan memanggilnya sangat keras, hingga kelas kelas sebelah nya ikut tersinggung.
"Ryan, jangan keras keras suaranya. Ganggu yang lain" Bu Resti menasehati Ryan, yang ada Ryan hanya mengangguk lalu memasang ekspresi datar.
"Ni buat lo"
Ryan menyerahkan sebuah gantulin kunci bundar, dengan tulisan Z ditengah tengahnya serta tulisan nama lengkapnya mengelilingi. Di balik nya terdapat foto formal Zea yang waktu itu digunakan untuk foto KTP.
"Lo buat sendiri? "
"Bukan, sebenarnya gue itu buat itu untuk sekelas. Tapi karna lo udah mau keluar duluan, yang jadi itu. Belum ada fotbar sekelas"
Oh ternyata, Zea baru saja mengira bahwa dia spesial bagi Ryan. Ternyata tidak.
Kenapa si gue baperan mulu _batinnya berkata
"Oh oke makasih ya. Btw bagus banget desainnya"
"Ya"
Singkat, padat dan jelas. Itulah yang dikatakan terakhir Ryan. Setelah itu Ryan dan Bu Resti pergi, Zea mengambil semua barang-barang nya di loker. Dari jaket, buku paket serta sepatunya juga disana.
"Udah selesai Zea? "
"Aduh pa, ngagetin aja. Udah pa, pulang yuk. Sebelum jam istirahat mereka berbunyi"
Zea berjalan di belakang papanya yang sama sekali tidak mau membantu , papanya benar-benar ingin membuat nya menjadi mandiri.
"Hah" rasanya lelah membawa barangnya yang begitu banyak. Sekarang ini, mereka berada di mobil yang dimana Gio sebagai supirnya.
"Gio, jalankan sesuai perintah papa"
Tanpa basa basi, Gio segera menancap gasnya hingga di sebuah restoran. Zea juga tidak tau mengapa papa dan abangnya ini membawanya ke restoran, dia sedang tidak lapar.
"Zea, sekarang lihat disana."pandangan Zea mengarah pada yang ditunjuk Wijaya. Matanya membulat sempurna, tangannya mengepal kuat.
Ia sekarang mengerti kenapa papanya menceraikan Raissa yang ternyata alasannya memang benar.
"Jadi, ibumu pasti tidak akan pulang kerumah. Dia pasti menginap dengan lelaki b*j*ng*n itu"
_____________
Up lagi nihVote nya dong 😙
Hehe
#Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Ilzea (Tunda)
Teen FictionMengisahkan seorang gadis yang duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu memiliki masa lalu yang bisa dibilang tidak terlalu buruk namun penuh kenangan. Pernah berpacaran sekali hingga ia benar-benar menaruh perasaan pada sosok itu, gadis i...