*2 - Menjaga Alan hal yang tidak mudah.

575 44 0
                                    

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







~~~





Memandang buku tebal berisi materi-materi yang sangat banyak terkadang membuat Hadi ingin menyerah saja dari ujian skripsi yang sedang ia lakukan. Banyak sekali buku-buku yang harus ia baca agar mendapatkan nilai yang bagus dari Dosen.

Jam menunjukkan pukul dua belas malam, Hadi belum sempat tidur sama sekali karena harus mengerjakannya dalam waktu dekat.

Menatap laptop secara terus menerus membuatnya lelah, Hadi ingin beristirahat sejenak dengan mengambil segelas air putih di dapur.

Saat membuka pintu kamar, semua ruangan sudah sangat gelap karena sudah waktunya orang-orang beristirahat. Lalu Hadi membuka pendingin ruangan untuk mengambil air dingin yang selalu disiapkan.

"Mas, belum tidur?" mendengar suara lembut dari arah kanan membuat minuman Hadi sedikit keluar dari gelasnya karena terkejut.

"Nda, kirain Mas siapa..." ujar Hadi mengelus dadanya, kedua matanya terpejam sejenak sebelum menatap Bunda kembali.

Dara mengelus bahu putranya lembut, lalu tersenyum simpul. Jika dipikir-pikir lagi Dara sudah lama sekali tidak bertemu dengan Hadi, karena Hadi selalu berdiam diri dikamar. Dan dirinya pun lebih sering kerja diluar rumah.

"Mas besok ada dirumah nggak? Besok Bibi harus pulang kampung karena bapaknya sakit...Alan nggak ada yang jagain, Bunda minta tolong sama Mas buat dirumah saja—gimana?"

Mendengar penjelasan Bunda awalnya Hadi tidak tertarik karena merasa tidak nyaman berada dirumah secara terus-menerus. Tapi karena sudah menjadi kewajiban untuk membantu orang tua, Hadi usahakan jadwalnya kosong untuk besok.

"Bisa Nda," setelah itu Hadi pergi kelantai dua, tidak tahu lagi harus berbicara apa kepada Bunda, karena merasa canggung dengan suasana itu. Hadi lebih memilih masuk kedalam kamar Juana, entah apa tujuannya tapi hatinya terus menggerakkan untuk menemui adiknya itu.

Saat memasuki kamar pemuda itu, bau parfum Juana sangat tercium dan sangat khas sekali. Kamar itu rapi dan tidak ada berantakan sedikitpun karena Juana tidak suka kamar yang kotor.

Lampu masih terang sekali dengan Juana yang tertidur lelap dengan satu tangan yang masih memegang ponselnya.

Hadi perlahan mulai mendekat untuk merapikan rambut Juana yang selalu berantakan dimana-mana, Si sulung terkekeh kecil melihatnya.

"Sudah dewasa ternyata...perasaan kemarin Mas baru lihat kamu lahir," monolog Hadi tak bosannya menatap sekeliling kamar Juana.

Tatapan itu beralih kepada mangkuk bekas es campur yang baru saja Juana beli saat pulang sekolah, Hadi ingat itu. Awalnya itu untuk dirinya—tetapi karena dihalangkan oleh tugas, Hadi dengan cepat langsung menolaknya tanpa memikirkannya terlebih dahulu.

Rumah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang