*10 - Sebuah kegagalan.

390 33 0
                                    

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







~~~





Helaan napas pelan begitu terdengar dalam ruangan yang cukup besar, hanya ada Dosen pembimbing dan Mahasiswa. Sehingga helaan napas tersebut pun bisa terdengar dengan jelas.

Hadi hanya bisa menundukkan kepalanya, dia sangat merasakan hawa tegang di ruangan itu. Dosen Pembimbing yang biasa di panggil Pak Rio ini sedang menguji skripsinya hari ini. Setelah dirinya melakukan presentasi dan ditanyakan oleh Pak Rio, Hadi sekarang merasa sangat tegang dan selalu berdoa agar semuanya berjalan dengan lancar.

"Kamu salah mengambil sampel ... dan data yang dikumpulkan juga salah, bagaimana sih? Ulangi dari awal, harus lebih teliti lagi—ini bukan sembarangan sidang skripsi, sepertinya Kamu tidak bisa lulus kalau begini terus."

Kata-kata paling menyakitkan menurut Hadi, rasanya ingin menangis saja di depan Dosen pembimbing tersebut. Sudah beberapa bulan ia melakukan skripsi ini dan berakhir sia-sia.

"Baik Pak, akan Saya lakukan kembali." Hadi membalasnya dengan sopan, walaupun suaranya sudah sedikit bergetar. Untung saja tidak terdengar oleh Pak Rio.

Hadi sekarang hanya bisa menganggukkan kepala sambil sekali-kali mencatat apa yang Dosen pembimbingnya katakan untuk kedepannya nanti.

Hari ini adalah hari yang bahkan tidak pernah Hadi lupakan dan terus teringat bahwa sangat sulit untuk menjadi Mahasiswa. Ada kalanya Kita bahagia dan ada kalanya juga Kita putus asa.

Kini pemuda itu tengah duduk menikmati angin malam ditemani oleh secangkir kopi yang dirinya pesan tadi. Ya, Hadi sekarang berada di Cafe yang tidak jauh dari rumah. Sorot matanya tampak kosong karena ucapan-ucapan Pak Rio tadi.

Ia dinyatakan tidak lulus dalam sidang skripsi tadi.

Embusan napas pelan mulai terdengar, sedikit-sedikit ia minum kopi agar sedikit menghilangkan rasa gelisahnya.

Tetapi tidak lama kemudian, ponselnya bergetar yang menandakan ada yang menelefon dirinya. Saat dilihat-lihat ternyata Juana, tumbenan sekali Dia menghubungi Hadi, karena Juana bisa dibilang jarang sekali untuk membuka ponsel.

"Kenapa?"

"Mas di mana?"

"Di Cafe dekat rumah, kenapa?"

"Pulang Mas, Bunda nyariin."

Mendengar Juana mulai menyebut-nyebut Bunda, Hadi hanya bisa menghela napas kasar. Bisa kah Hadi menyendiri dulu untuk merenung sejenak tanpa ada gangguan? Hadi cukup kesal dengan Dara kali ini. Moodnya sekarang sedang tidak bagus.

Rumah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang