Part 1

26.1K 614 1
                                    

Della meremas jari-jemarinya dengan jatung yang berdetak tidak karuan. Berdiri di depan kamar yang pintunya tertutup rapat sambil membayangkan si pemilik kamar membuat kedua kakinya seakan lemas. Della tahu ia berhak masuk ke dalam kamar itu mengingat status yang tersemat untuknya tapi tetap saja ia asing bagi pria di dalam sana.

"Aku harus gimana?" gumamnya resah.

Asyik dengan pikiranya yang berkelana entah ke mana membuat Della tidak sadar jika pintu kamar itu dibuka dari dalam dan muncullah seorang pria tampan, rupawan, serta menawan. Berdiri tepat di depan Della yang memejamkan mata.

"Della," panggil Gibran.

Jantung Della rasanya berhenti berdetak mendengar namanya dipanggil oleh suara yang beberapa hari lalu mengucapkan namanya saat ijab kabul di hadapan penggulu. Ia dinikahi oleh Gibran karena permintaan Tiana.

Tiana meminta Della menjadi pengantin pengganti tepat di detik pernikahannya dengan Gibran akan dilangsungkan. Hal gila yang waktu itu tidak bisa Della tolak karena ia tidak kuasa mengingat siapa Tiana baginya. Tiana pergi begitu saja setelah berbicara dengan durasi yang singkat pada Gibran dan langsung menarik tangan Della ke samping Gibran.

Selama beberapa tahun ini Della bekerja sebagai Art di rumah Tiana yang merupakan kekasih Gibran.

"Kamu kenapa?"

Della membuka matanya yang ternyata langsung bertubrukan dengan manik mata Gibran. Berdiri dengan posisi saling berhadapan Membuat Della dan Gibran dengan mudah bisa menikmati sinar mata satu sama lain.

Hati Gibran bergetar begitu pandangannya jatuh pada tatapan Della. Indah dan sungguh ia ingin menyelami keindahan itu. Setelah hatinya dipatahkan oleh Tiana karena mengecewakannya di hari yang harusnya membuat mereka bahagia nyatanya gadis itu mundur dari pernikahannya kini menatap mata Della seakan mampu menghibur sakit hatinya.

"Mmm... Maaf Mas... ak... aku..."

"Kamu kenapa?" tanya Gibran lembut.

Saking lembutnya nada dan suara Gibran, Della sampai kembali terdiam. Benarkah ini pria yang dibuat kecewa oleh Tiana? Bukankah kemarin Gibran baru saja berujar ketus padanya karena tidak menolak pernikahan mereka? Mengapa sekarang menjadi selembut ini? Sungguh Della tidak tahu apa-apa tentang Gibran yang kini sudah menjadi suaminya.

"Maaf ya tadi aku tinggal karena aku pikir kamu lagi kangen-kangenan sama temen kamu," kata Gibran lagi.

Della hanya bisa mengangguk pelan.

"Engg... nggak apa-apa Mas. Aku mau bicara sama Mas Gibran, bisa?"

Setelah sah menjadi sapasang suami dan istri, Della Dan Gibran langsung sibuk dengan acara pemakaman oma dari Gibran yang menghembuskan nafas terakhirnya tepat di hari pernikahan mereka. Hati Gibran yang terpukul karena pengkhianatan Tiana berlanjut pilu karena kehilangan oma tercinta.

Rumah mewah megah bak intana milik keluarga Abyantara masih berselimut pilu sampai beberapa hari kepergian sang oma. Tapi kesedihan yang dialami tidak bisa menjadi alasan manusianya untuk berdiam diri. Papa dan mama dari Gibran tetap harus terbang ke Sidney untuk mengurus bisnis mereka.

Selama satu minggu lamanya dalam suasana berduka melepas kepergian oma, keluarga besar Abyantara berkumpul di rumah ini. Della diberi izin oleh Gibran untuk menghibur mamanya yang terpuruk.

Merasa nyaman dengan sang menantu, Mama Lisa selalu ingin ditemani sang menantu. Itulah sebab mengapa Della masih segan untuk masuk ke kamar Gibran meski kata pria itu sudah menjadi kamarnya juga.

"Kenapa enggak? Mau bicara di mana? Ruang tengah, di kamar atau..."

"Kalau Mas nggak keberatan aku mau bicara di taman belakang aja," kata Della.

Hanya butuh satu detik untuk Gibran langsung mengangguk. Ia ulurkan tangannya pada Della tapi ditatap bingung oleh sang istri.

"Maaf," ucap Gibran kembali menarik tangannya.

Mereka berjalan berdampingan menuju taman belakang rumah. Kursi panjang di samping tanaman mawar menjadi tujuan mereka.

"Mas," panggil Della setelah ia dan Gibran duduk nyaman.

Della menyesal mendongak karena begitu ia mengangkat wajah tatapannya langsung dikunci oleh tatapan Gibran.

"Ya?"

"Sebelumnya aku minta maaf untuk semua ini. Aku minta maaf karena nggak bisa menolak permintaan Mbak Tiana untuk menjadi penggantinya waktu itu."

Mata Della berkaca mengingat semuanya. Mungkin ia dan Gibran sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini dan ia tahu Gibran serta keluarga akan menanggung malu jika pernikahannya gagal waktu itu.

Gibran menghela panjang dengan sorot mata yang masih tertuju pada Della. Ia mengerti rasa kecewa di hatinya karena ulah Tiana tapi ia juga harus sadar jika Della juga korban dari keegoisan Tiana.

"Aku yang harusnya minta maaf," kata Gibran.

"Mas...."

"Kamu nggak salah apa-apa, Del. Bahkan harusnya aku berterima kasih karena kamu, keluarga besar aku nggak harus merasakan yang namanya malu."

Setelahnya pria itu menunduk dengan mata berkaca.

"Aku nggak tau kalau selama ini ternyata Tiana khianatin aku. Lebih sakitnya dia tega pergi di hari pernikahan kami."

Della mengusap bahu Gibran lembut. Setahunya Gibran dan Tiana saling cinta tapi ternyata perasaan cinta Gibran jadi bahan permainan oleh Tiana.

"Aku nggak tau apa yang terjadi di antara kalian. Yang aku tau selama ini kalian saling mencintai tapi ternyata...."

"Jangan tinggalin aku ya, Del."

Tangan Della yang tadi bertengker di bahu Gibran mendadak lemas dan jatuh begitu saja. Ucapan Gibran membuatnya kaget. Apa yang harus ia lakukan.

"Mak... maksudnya? Mas, aku nggak mau memaksa pernikahan kita. Mas Gibran terpaksa ijab kabul atas nama aku dan aku siap untuk kita urus perceraian setelah ini," kata Della.

Gibran terkekeh getir dan tersenyum miring.

"Semudah itu kamu bilang urus perceraian yang bahkan kita baru nikah seminggu, Della."

Wajah Gibran terlihat putus asa. Hatinya memang belum hilang dari rasa perih oleh Tiana tapi bukan berarti ia harus mengukir kepedihan juga untuk kekuarganya dengan kabar buruk tentang rumah tangganya dengan Della.

"Tapi pernikahan ini bukan didasari cinta, Mas. Apa Mas yakin untuk kita jalani semua ini?" tanya Della yang juga sudah meneteskan air mata.

"Banyak pasangan yang berhasil membina rumah tangga dengan baik tanpa adanya cinta, Dell. Dan nggak sedikit pasangan yang berujung cerai padahal mereka menyambut hari pernikahan mereka dengan cinta yang seolah utuh," ujar Gibran memohok hati Della.

"Tapi kamu mencintai Mbak Tiana. Gimana bisa kita jalani rumah tangga dengan bayang-bayang Mbak Tiana menghiasi pikiran dan hati Mas Gibran? Aku takut kalau nanti hati aku lebih sakit," balas Della.

Gibran meraih tangan Della dan menggenggamnya lembut. Telapak tangan Della terasa dingin berbanding terbalik dengan tangan Gibran yang hangat. Pria itu membawa punggung tangan Della ke bibirnya. Hal yang tidak pernah Della sangka dilakukan oleh Gibran. Rasanya seperti mimpi saat Gibran mengecup lembut punggung tangannya. Pria ini adalah lelaki pertama yang menyentuh punggung tangannya dengan bibir.

"Istriku," gumam pria itu dengan satu tetes bulir bening jatuh di bekas bibirnya tadi.

Gibran kembali mendongak dan menatap dalam mata Della. Ia sematkan senyuman manis untuk istrinya.

"Della, sebelum menikah mungkin aku bisa bilang kalau aku mencintai si ini atau si itu tapi...  setelah kita sah, sebagai seorang suami aku harus mencintai istriku. Aku harus menyayangi istriku siapa pun dia."

"Pernikahan bukan hal yang sepele, Del. Kita bahkan nggak pernah tau akan berakhir di pernikahan dengan siapa dan yang aku tau bukan hanya cinta yang bisa membawa kita ke pernikahan tapi pernikahan itu sendiri pun bisa membawa rasa cinta meski mungkin enggak mudah tapi aku yakin kita pasti bisa," kata Gibran lagi.

Yuk lanjut baca part selanjutnya ya♡




Bahagiaku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang