"Nggak apa-apa, Bro. Lo kayak sama siapa aja. Bokap gue udah kasih izin kok untuk Lo nginep di sini. Terserah mau Lo nginep sampai kapan juga boleh," kata Bagas yang duduk di samping Dirga.
Karena sudah malam dan tidak tahu arah mana yang akan ia tuju untuk tinggal sementara, Dirga akhirnya mendatangi rumah Bagas dan menceritakan semua terjadi. Sejatinya sahabat akan menjadi penopang bagi sahabatnya di kala akan runtuh.
Bagas juga hanya tinggal bersama 2 asisten rumah tangganya karena orangtuanya sedang berada di luar kota. Bagas tinggal di ibu kota karena dulu ia memilih sekolah di Jakarta makanya kedua orangtuanya membeli rumah
"Thanks ya," sahut Dirga.
"Iya. Udah malam, gue tidur dulu ya. Lo juga tidur, besok aja beres-beres bajunya."
"Oke."
Bagas keluar dari kamar yang sekarang menjadi kamar Dirga sementara sahabatnya itu tinggal di sini. Kamar itu bersebelahan dengan kamarnya dengan luas yang sama.
__________
Della menatap lekat Aira dan Gibran yang makan nasi goreng buatannya dengan sangat lahap. Hatinya bahagia bukan main karena ternyata sang suami dan Aira menyukai masakannya. Tidak sia-sia ia bangun cepat dan rela repot-repot memasuki area dapur untuk menyiapkan sarapan spesial ini.
Gibran yang sadar akan tengah dipandangi oleh sang istri perlahan meletakkan sendok yang tengah gunakan di atas piring berisi sedikit nasi.
"Ehem... mandangin aku terus, suka ya?" bisiknya agar Aira tidak mendengar.
Della tersentak dan refleks menepuk paha suaminya.
"Iya, kenapa? Keberatan aku sukain?"
Della juga berujar dengan suara rendah.
"Nggak dong. Malah senang."
"Bisa aja. Gimana Mas rasa nasi gorengnya? Enak banget, kan?" tanya Della yang kali ini didengar juga oleh Aira.
Seketika Aira dan Gibran saling pandang kemudian ayah dan anak itu menatapnya secara bersamaan.
"Gimana Sayang? Nasi goreng buatan Bunda enak?" tanya Della yang Aira jawab dengan anggukan pelan.
"Emm... Enak kok Bunda tapi ...,"
Belum sempat Aira melanjutkan ucapannya sang bunda sudah menyuapi nasi goreng di depannya dengan semangat namun beberapa saat ekspresi Della membuat Gibran dan Aira sama-sama meringis.
"Ya ampun ini asin banget nasi gorengnya. Nggak ada enak-enaknya ini mah," pekik Della.
"E .. enak kok Bun, kalau ditambahin kerupuk sama dikit lagi kecap manis jati enak kok," kata Aira.
Della menatap piring suaminya dan Aira yang memang banyak kerupuk. Pantas saja mereka makan banyak kerupuk dan kentang goreng ternyata nasi goreng ini terlalu asin.
Suaminya juga yang dari tadi minum terus yang ia pikir terlalu haus ternyata memaksa menelan makanan asin itu untuk masuk ke dalam perutnya.
"Kenapa Mas nggak bilang sih kalau makanan asin? Tau gini tadi aku nggak usah masak aja sekalian," ujar Della dengan nada ketus.
Gibran yang keduluan panik bangun dari duduknya dan memegang kedua bahu Della yang handak pergi meninggalkan meja makan. Entah kenapa sejak tadi malam istrinya terlalu sensitif terhadap apa pun itu. Bahkan tadi malam Gibran harus dua kali mandi karena kata Della tubuh Gibran bau.
"Sayang nggak kayak gitu.... Aku sama Aira nggak kasih tau kamu karena takutnya kamu kecewa sama diri sendiri dan sedih. Lagian udah dimasakin ya udah aku dan Aira makan aja. Rasanya juga nggak asin-asin amat kok. Masih bisa diterima di lidah," ujar Gibran mencoba menenangkan sang istri.
"Tau ah aku kesel sama kamu," rajuk Della dan melangkah pergi dari ruang makan.
"Aira nggak ikutan ya, Yah. Kayaknya Aira langsung berangkat sekolah aja deh. Bye Ayah...," kata Aira yang langsung menyalami punggung tangan Gibran dan berlalu ke depan rumah.
Sementara Gibran menghela nafas panjang lagi kasar. Pria itu menggeleng pelan dan mengikuti langkah istrinya menuju belakang rumah. Pasti sang istri sedang berada di kebun bunga yang sekarang tengah bermekaran.
Masih ada waktu untuk ia membujuk Della agar tidak merajuk, telat sedikit ke kantor lebih baik daripada membiarkan sang istri yang tengah bad mood itu.
Sampai di taman belakang rumah, seperti dugaannya jika Della memang tengah menikmati pemandangan indah yakni tanaman mawar putih yang bermekaran dengan indah.
"Indah banget sih kalian. Tumbuh dengan baik ya," gumam Della menyentuh salah satu kuntum mawar putih.
"Lebih indah istriku, sih."
Della berbalik dan menemukan suaminya yang tersenyum manis padanya. Wanita itu mengelus perutnya dengan raut wajah dibuat seperti anak kecil yang tengah merajuk pada orangtuanya.
"Sayang, lihat tuh Ayah kamu bohongin Bunda. Masa katanya nasi goreng buatan Bunda tadi enak padahal nasi gorengnya asin banget. Pokoknya kamu sama Bunda ngambek aja ya sama Ayah," kata Della mengajak calon anaknya bicara.
Gibran terkekeh dan semakin mengikis jarak dengan istrinya. Tanpa ba-bi-bu pria itu langsung menarik lembut tangan Della sehingga sang istri jatuh ke dalam pelukannya.
"Lucu banget sih ngambeknya," bisiknya yang lagi-lagi tersenyum lantaran sang istri tidak menolak untuk ia peluk.
Tangan Gibran ikut menyentuh permukaan perut Della.
"Ayah sayang banget sama kalian. Kalian itu bahagianya Ayah sekarang dan seterusnya akan tetap seperti itu. Jangan pernah tinggalin Ayah lagi, ya."
Della tersenyum mendengarnya. Entah ke mana perginya ngambeknya tadi. Ia sandarkan kepalanya ke pundak Gibran menikmati pelukan hangat sang suami.
"Makasih untuk kasih sayangnya, Ayah. Kita juga bahagianya sama Ayah. Maaf kalau Bunda banyak nuntut selama ini," balas Della.
Gibran menjawab dengan elusan di punggung istrinya. Tidak ia sangka jika sebentar lagi bahagianya akan bertambah dengan hadirnya bayi mungil yang sekarang tengah di kandung sang istri. Gibran selalu berharap jika hadirnya anak keduanya nanti bisa menambah warna dalam rumah tangganya.
"Bunda kalau mau apa-apa bilang aja sama Ayah, ya. Udah kewajiban Ayah untuk membahagiakan anak dan istri ayah," kata Gibran.
"Siap Ayah....," sahut Della.
Di Karyakarsa udah sampai part 42 ya.
Link ada di bio. Thanks yang udah mampir ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagiaku Bersamamu
RomanceDella tidak tahu jika dirinya akan menikah dengan Gibran.