Part 4

7.2K 250 0
                                    

Gibran jatuh tersungkur karena amukan dari seseorang. Della yang kaget ikut berjongkok dan berniat membantu sang suami tapi gerakannya kalah cepat oleh pria berkemeja biru muda yang lebih dulu menarik Gibran, wajah suami dari Della itu hampir menjadi santapan kepalan tangannya jika saja Gibran tidak mengelak.

"Mas..."

Melihat ada celah kosong di antara dua pria itu, Della berdiri di antara keduanya dengan dada naik turun berniat menengahi. Ia khawatir pada Gibran dan merasa bersalah pada pria yang tadi memukuli suaminya.

"Ngapain kamu sama laki-laki ini di sini, hah? Kamu mau main api di belakang aku, iya?"

Della menatap mata pria di depannya dengan wajah bimbang. Tatapan pria itu dipenuhi kilatan kemarahan yang Della sudah hafal. Tangannya dicekal kuat oleh pria di depannya ini.

"Ak ... Aku... Dimas aku mohon kamu dengerin penjelasan aku dulu. Jangan kayak gini, malu diliatin orang."

Begitu mendengar satu nama terlontar dari bibir Della, Gibran menarik nafas panjang. Ia masih ingat pada nama yang pernah Della ucapkan sebelum kejadian ini. Matanya melirik tangan Della yang dicekal Dimas. Hatinya memanas seolah tidak rela.

"Malu? Harusnya kamu malu sama diri kamu sendiri, Della. Ucapan setia dari bibir kamu ternyata kamu ingkari. Baru aku tinggal dua minggu aja kamu udah berani jalan berduaan sama laki-laki lain. Di mana rasa malu kamu. Seenggak berharga itu ya diri kamu... kamu masih punya pacar, Della. Malah jalan sama cowok lain," ujar Dimas dengan wajah merah padam.

Mata Della berkaca mendengar penuturan Dimas. kata-kata pria ini menusuk hatinya. Di satu sisi ia mengaku salah karena terkesan mengkhianati hubungannya dengan Dimas tapi di sisi lain ia kecewa pada Dimas yang langsung menghakiminya lewat ucapan pedas. Bukankah semua kejelasan akan suatu kebenaran harus diutarakan?

"Lepasin tangannya. Nggak baik kasar sama perempuan. Kita bisa bicara baik-baik," kata Gibran masih melirik tangan Della.

Dimas tersenyum sinis dan menghempaskan begitu saja tangan Della. Ia tatap bergantian Della dan Gibran lalu menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.

"Mulai sekarang kita putus dan aku nggak mau ada hubungan apa pun lagi sama kamu, Della. Aku nggak sudi punya hubungan sama perempuan gampangan kayak kamu yang mau-maunya dielus wajahnya sama laki-laki yang..."

Plak.

Telapak tangan Della menyapa pipi Dimas. Air mata gadis itu menetes begitu saja.

"Aku nggak semurahan itu! Asal kamu tau aja kalau yang ada di samping aku sekarang ini adalah suami aku."

Tawa sumbang terdengar dari bibir Dimas. Rahangnya semakin mengeras menatap Della kemudian beralih pada Gibran. Yang Dimas tau selama ini, Gibran adalah calon suami Tiana tapi mengapa malah menikahi Della?

"Oh... kalian udah nikah? Oke... selamat atas pernikahannya semoga kalian bahagia sampai ke surga nanti."

Pria itu menatap Della dengan tatapan terluka juga kecewa. Ingin kembali marah tapi untuk apa? Tidak dipungkiri hatinya hancur. Pujaan hatinya yang ia perjuangkan sejak dulu malah dinikahi oleh pria lain. Definisi selama ini ia hanya menjaga jodoh orang lain.

"Dimas, maafin aku..." gumam Della dengan suara bergetar.

Dimas mengangkat tangan kanannya ke udara, mengintrupsi agar Della tidak melanjutkan ucapannya.

"Jangan muncul lagi di hadapan aku, ya Dell. Terima kasih untuk waktu yang pernah kita lewati bersama selama ini. Aku nggak benci kamu tapi aku mohon jangan buat hati aku semakin sakit lagi setelah ini," kata Dimas sebelum mendekati Gibran dan mengulurkan tangannya pada pria itu.

Tidak berniat menolak, Gibran menyambut uluran tangan Dimas juga membalas senyuman pria itu padanya. Senyum yang ia sendiri pun tidak mengerti artinya. Jahatkah dirinya karena telah menikahi wanita yang masih menjadi kekasih orang lain? Gibran pun tidak menyangka akan pernikahannya dengan Della.

"Maaf aku udah buat wajah kamu luka."

Gibran mengangguk pelan setelahnya hanya terdiam bersama Della menatap Dimas yang melangkah menjauhi mereka. Gibran mengerti perasaan Dimas bagaimana. Luka di sudut bibirnya tidak sebanding dengan luka yang ia dan torehkan di hati Dimas.

______

"Awwwssss," rintih Gibran saat Della mengobati luka di tepi bibirnya.

"Maaf Mas ... sakit banget ya. Ini udah kok," kata Della usai mengobati luka Gibran.

Keduanya duduk berdampingan di sofa ruang tengah rumah. Tatapan Gibran tidak pernah lepas dari wajah cantik Della yang kini sibuk membenahi kotak P3K srbelum meletakkannya kembali ke lemari di sudut ruangan.

Perasaan Gibran campur aduk setelah bertemu Dimas tadi. Laki-laki itu terlihat sekali mencintai Della. Tapi apa bisa dikata, Gibran yang sekarang sudah menjadi suami Della. Masih baik tadi Dimas tidak menghabisinya.

"Dell," panggil Gibran pelan.

Della kembali duduk di samping Gibran.

"Iya Mas, kenapa? Kamu butuh sesuatu?" tanya Della.

"Maafin aku ya. Karena pernikahan kita ini, hubungan kamu dan Dimas harus hancur."

Della tersenyum getir dan mengerjapkan matanya hingga satu tetes kristal bening jatuh begitu saja dari pelupuk matanya.

"Bukan salah Mas Gibran, kok. Mungkin ini yang dinamakan takdir. Kita nggak pernah tau seperti apa permainan takdir itu," ujar Della.

"Mas Gibran jangan merasa bersalah ya. Aku percaya kalau Dimas pasti bisa melupakan aku walau mungkin nggak mudah tapi aku yakin aku dan dia bisa saling melupakan," kata Della lagi.

Gibran menarik nafas panjang dan mengangguk pelan. Ia lepaskan tanganya yang tadinya digenggam oleh Della.

"Ya udah aku ke ruang kerja dulu ya. Aku lupa kalau masih ada yang harus aku kerjain," ujar Gibran.

Della mengangguk meski heran dengan perubahan sikap Gibran. Mungkin pria itu butuh waktu srndiri. Della masih belum lupa jika tadi Gibran sendiri yang mengaku tidak ada kerjaan yang harus dikerjakan.

__________

Bangun dan tertidur tanpa Gibran di sampingnya membuat Della merasa aneh. Seingatnya tadi malam Gibran masuk ke ruang kerjanya. Apa mungkin pria itu masih di sana mengingat tempat yang biasanya Gibran tiduri masih sangat rapi sampai pagi ini.

Dengan piyama tidurnya Della melangkah keluar kamar kemudian menghampiri ruang kerja Gibran. Sungguh ia tidak bisa tenang sebelum tahu dengan pasti di mana keberadaan sang suami. Perlahan tangannya membuka pintu ruangan itu dan dadanya langsung sesak melihat posisi tidur Gibran yang kurang bahkan tidak nyaman di badan sofa panjang.

Perlahan kakinya menganyun semak8n mengikis jarak dengan Gibran yang masih terlelap, menjadikan lipatan tanhan sebagai penopang kepala.

Perhatian Della langsung jatuh pada sebuah bingkai foto yang tergeletak indah di atas dada Gibran.

"Foto siapa ya?" gumam Della begitu melihat gambar seorang perempuan cantik dengan rambut panjang yang tersenyum ke arah kamera.

Meski berusaha untuk tidak terpaku pada foto itu tetap saja sirat tanya terus menghampiri hatinya. Sungguh Della penasaran dan memang ia tidak mengenal Gibran sebelum menikah. Akankah ada kejutan di kehidupannya setelah ini dari Gibran? Della hanya perlu mempersiapkan hatinya.

"Enghhh," erang Gibran berusaha mengerjapkan mata.

Della yang tersentak kaget langsung meletakkan foto itu pada meja kerja Gibran dan mengusap cepat air matanya.

"Della? Kok kamu ada di sini?" tanya Gibran begitu ia sudah dalam posisi duduk.

Pria itu menepuk sofa di sebelah dirinya dan dengan peka Della menghampirinya. Tersenyum manis di depan Gibran agar pria itu tidak tahu jika tadi ia habis menangis.

"Iya tadi pas bangun tidur aku lihat Mas nggak ada di kamar makanya aku coba cari ke sini. Ya udah kalau gitu aku mau siapin sarapan dulu," kata Della berbalik badan.

Gibran mencekal lembut pergelangan tangan Della membuat langkah istrinya tertahan. Matanya melirik benda yang tadi malam ia dekap kini berpindah ke atas meja kerjanya. Pasti Della pelakunya.






Bahagiaku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang