Part 2

12.2K 387 2
                                    


"Kita perjuangkan dan pertahankan pernikahan ini ya Dell. Aku siap menutup mata, telinga, dan hati dari wanita mana pun selain istriku," pinta Gibran.

Della hanya bisa terdiam dengan tarikan nafas dalam. Gadis itu tidak tahu harus bagaimana. Apa yang harus ia lakukan. Sekarang Gibran adalah suaminya, suka maupun tidak itulah kenyataan yang Della harus percayai dan jalani.

"Mas Gibran serius?" tanya Della setelah lumayan lama bungkam.

Jujur ia kaget mendengar semua penuturan Gibran. Ucapan pria itu sedikit pun tidak terpikirkan olehnya. Dellapl pikir Gibran akan setuju untuk mengakhiri pernikahan yang baru berumur seminggu ini.

Anggukan kepala dari Gibran membuat hati Della menghangat. Bukankah ucapan pasangan dengan kesungguhan hati merupakan sesuatu yang sangat bermakna? Della tidak bisa menentang takdir yang telah terjadi, takdirnya menikah dengan Gibran itu artinya ia juga harus siap menjalani takdir tersebut.

"Aku yakin kamu bukan nggak tau akan arti pentingnya sebuah pernikahan, Dell. Maka dari itu aku mohon untuk kita sama-sama mencoba ikhlas menjalani pernikahan ini."

Della menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum pada Gibran.

"Tapi gimana nanti kalau tiba-tiba Mbak Tiana hadir dan kembali sama Mas Gibran?" tanya Della.

Wajar ia bertanya seperti itu. Bisa saja terjadi hal seperti yang pikirkan. Walau bagaimana pun Tiana adalah wanita yang dicintai oleh Gibran. Dan mungkin sampai saat ini.

"Setelah menikah seminggu yang lalu, yang berhak atas aku adalah kamu. Setelah menikah gelar kamu jauh lebih mulia dibanding wanita mana pun termasuk Tiana."

"Mas Gibran dan Mbak Tiana kan saling cinta, pasti nggak sulit untuk kalian bersama lagi nantinya." kata Della.

Gibran membuang nafas panjang. Della istrinya dan seorang istri wajar khawatir seperti yang Della rasakan.

"Aku mungkin mencintai Tiana tapi yang aku nikahi kamu, Del. Itu kenyataannya. Jadi... tolong beri aku kesempatan untuk menumbuhkan cinta untuk kamu. Mencintai yang dinikahi itu jauh lebih indah, kan?"

"Aku nggak tau harus gimana, Mas. Rasanya masih belum percaya kalau aku udah jadi seorang istri. Aku bingung harus bersikap seperti apa ke kamu."

Gibran mengeratkan genggaman tangannya pada Della.

"Jangan dipaksa ya. Kamu cukup anggap aku sebagai teman aja. Nanti lama-lama kita akan terbiasa dengan kedekatan dan keadaan ini. Baik kamu dan aku sama-sama berusaha untuk lebih saling mendekat. Tujuan menikah salah satunya itu, kan? Mendekatkan dua hati," ujar Gibran.

Menerima keadaan ini pasti tidak mudah untuk Della tapi berada di posisi Gibran juga sulit.

"Kalau gitu Mas Gibran mau kan bantuin aku untuk jelaskan soal hubungan kita ini sama seseorang?"

Yang Gibran sekarang ini raut wajah Della berubah. Ada sirat kegelisahan di sana. Mengenai seseorang yang Della maksud mungkin kekasih gadis ini.

"Seseorang?" tanya Gibran yang diangguki Della.

"Mas Dimas. Dia pacar aku dan dia sama sekali nggak tau soal ini, Mas."

"Aku bantuin kamu ngomong sama dia, ya. Sekarang kamu ini istriku dan udah menjadi tugas aku untuk menjelaskan serta menegaskan tentang hubungan kita pada orang-orang di luar sana meskipun mungkin nantinya menyakiti hati mereka," kata Gibran.

"Ya udah sekarang kamu ke kamar. Istirahat, besok kita ke kantor aku, kan?"

"Iya. Mas Gibran juga istirahat ya. Good night," kata Della.

Bahagiaku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang