Part 32

3K 108 4
                                    

"Justru harusnya aku bilang makasih sama kamu karena dengan kamu kabarin aku kalau ibu masuk rumah sakit, aku jadi tau gimana suamiku."

"Tapi nanti kamu minta penjelasan ya sama dia. Siapa tau kita cuma salah paham aja, Del. Nggak semua yang kita lihat itu kebenarannya," kata Elsa yang diangguki oleh Della.

Elsa tidak tahu saja perihal isi pesan yang tadi dikirimkan oleh Dina ke ponsel Gibran. Sekuat apapun Della, ia tetap punya titik rapuh yang kapan pun siap patah.

"Ya udah sekarang kita lihat ibu kamu, yuk. Aku juga khawatir Sa," Della mengingatkan Elsa akan ibu sahabatnya itu.

"Lap dulu air mata kamu," ujar Elsa memberikan dua lembar tissue pada Della.

Setelah dirasa beres, dua orang bersahabat itu sama-sama bangun dari kursi dan melanjutkan langkah menuju ruang di mana Ibu Naima ditangani sang dokter.

_____________

"Rumah kok kosong, sih? Pada ke mana ya?" tanya Aira pada dirinya sendiri.

Aira mendudukkan dirinya di atas sofa. Ia baru pulang dari rumah sang oma karena kemarin ia menginap di sana. Pulang-pulang ke rumah eh malah rumahnya kosong seperti ini.

"Eh, Non Aira udah pulang? Kok Bik Nur nggak denger ya?" sapa serta tanya Bik Nur yang datang dari arah ruang tengah dengan vas bunga mini di tangannya.

"Hehe iya, Bik. Tadi Aira nggak manggil siapa-siapa sih soalnya cuma salam doang terus masuk karena pintunya nggak dikunci," jawab Aira.

"Bunda sama ayah ke mana ya, Bik?" Gantian Aira yang bertanya.

"Bapak sih tadi habis dari kantor katanya ke rumah sakit, Non. Jenguk temannya yang lagi sakit gitu. Kalau ibu tadi juga pergi pamitnya jenguk ibunya Bu Elsa," sahut Bik Nur.

Aira mengangguk lalu tersenyum pada Bik Nur dan memberikan satu paper bag pada asisten rumah tangga orangtuanya itu.

"Ini kue nastar, Bik. Tadi Aira buat sama Oma. Semoga Bik Nur suka," kata Aira.

Wajah Bik Nur langsung sumringah mendengarnya. Kue nastar itu kue kesukaannya. Jarang ia beli atau buat kecuali menjelang lebaran.

"Wah, Non Aira baik banget. Ini pasti rasanya enak. Ya ampun ini banyak banget lagi, Non. Nanti biar Bik Nur masukin toples aja ya. Bapak sama ibu juga pasti suka kalau yang buat Non Aira," cerocos Bik Nur.

"Iya boleh, Bik. Ya udah Aira mau ke kamar dulu ya. Habis ini mau ke luar dulu bentar ada yang harus dibeli untuk sekolah besok," ujar Aira.

"Baik Non."

___________

Gibran memasuki rumahnya yang terlihat sepi. Dahinya mengernyit pertanda bingung, malam ini tidak seperti biasanya. Tidak ada Della yang menunggunya duduk di temani teh hangat di sofa depan menunggunya pulang dari kantor. Ya, ini memang sudah sangat malam jadi mungkin sang istri sudah tidur.

Dahi Gibran semakin mengernyit melihat sebuah jepit rambut berwarna putih tergeletak begitu saja di atas salah satu sofa ruang tamu rumahnya. Seingatnya Aira masih di rumah sang mama, dan tadi sebelum kembali meninggalkan rumah Gibran sempat menduduki sofa itu bersama Della.

"Aira udah pulang?" gumamnya sendiri.

Sejenak kemudian pria itu menghela panjang sebelum melangkah ke arah kamarnya yang terletak tidak jauh dari rumah tengah.

Sementara itu Della yang mendengar pintu kamar dibuka bangun dari duduknya dan menghampiri Gibran. Ia salami punggung tangan sang suami seperti biasa, seperti biasa juga ia mendapat kecupan di kening. Indra penciumannya yang tajam bisa mencium wangi parfum yang bukan milik sang suami. Ahh, tadi kan ia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Gibran dipeluk oleh Dina.

Bahagiaku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang