Gibran tidak bisa duduk tenang di ruang tengah rumahnya. Raganya di sini tapi pikirannya masih tertinggal di rumah sakit tepatnya pada Aira yang tadi ia tinggal bersama Dirga. Pria remaja yang terlihat sangat akrab dengan putrinya.
"Mas, ini kopinya kok nggak diminum?" tanya Della yang melihat kopi buatannya masih utuh di dalam cangkir.
Melihat raut wajah suaminya yang tidak kentara membuat Della berusaha membaca arti tatapan resah Gibran. Wanita itu duduk di kursi yang berseberangan dengan Gibran. Meraih tangan pria itu untuk ia genggam.
"Mas mikirin Aira ya?" tebaknya yang langsung diangguki sang suami.
"Aku lagi mikirin Aira dan kamu," kata Gibran membuat kernyitan muncul di dahi cantik istrinya.
"Kok mikirin aku? Kan aku di sini sama Mas. Malah aku mikirnya kalau Mas Gibran lagi mikirin Dirga yang perhatian banget sama Aira. Terus mikirin Aira yang nyamaaaaan banget sama Dirga. Kalau cowoknya seperhatian itu gimana Aira nggak nyaman ya. Udah orangnya ganteng, enak dipandang. Ngomongnya lembuuut banget sama Aira terus perhatiannya pasti buat semua perempuan iri sama Aira," cerocos Della mendapat tatapan dalam dari Gibran.
"Oooo jadi ceritanya kamu kagum nih sama Dirga?" sindir Gibran sambil menatap ke lain arah.
"Ya ... ya siapa yang nggak kagum coba, Mas?"
"Lebih berpahala tuh kagum sama suami sendiri. Aku kurang ganteng emangnya untuk dipandang?"
Nada bicara Gibran terdengar sewot. Percayalah, tidak ada orang yang mau dibanding-bandingkan. Tapi niat Della memang tidak membandingkan. Wamita itu hanya mengutarakan kekagumannya terhadap Dirga pada orang yang ternyata salah. Salah lho, memuji dan mengagumi pria lain di hadapan suami sendiri karena berpotensi mengacu hadirnya konflik dalam rumah tangga.
Della semakin menarik kedua sudut bibirnya dan bangun dari duduknya, lantas berdiri di belakang kursi yang diduduki Gibran. Melingkari kedua tangannya ke leher Gibran.
"Lebih dari ganteng. Suami aku ini pria paling ganteng di mata aku," kata Della.
"Terus kenapa muji-muji Dirga?"
"Muji doang, Mas. Lagian..."
"Aku cemburu ya kalau kamu puji-puji pria lain. Dan kamu harus dihukum."
Gibran berdiri dan langsung memegang pinggang Della. Wajahnya menunduk, menyatukan keningnya dengan kening Della. Jangankan dari dekat seperti ini, ditatap dari jauh saja, istrinya terlihat menawan.
"Mau ngapain?" cicit Della menahan dada Gibran dengan kedua tangannya.
"Mau ini," kata Gibran sembari menyusap bibir tipis Della dengan ibu jarinya.
"Mmmmm..."
Tidak sempat Della protes, bibir pinknya sudah dilumat oleh sang suami. Resleting bajunya yang berada di depan sudah diturunkan Gibran saat bibir pria itu menjelajahi area leher jenjangnya.
"Massss," lenguh Della lemas.
"Aku nggak tahan, Sayang...." bisik Gibran.
Tubuhnya diangkat sang suami dan dibawa ke kamar mereka. Sepertinya siang ini Gibran akan mengajak Della menjelajahi surga dunia.
Lebih dari satu jam mengunci pintu kamar, akhirnya pasangan pengantin baru itu keluar dengan keadaan sudah selesai mandi.
"Makasih ya Sayang," kata Gibran sembari menuntun istrinya menuju dapur.
"Sama-sama Mas," jawab Della.
Belum sampai ke dapur, Gibran berhenti melangkah dan berdiri tepat di depan Della. Menatap lekat wajah cantik istrinya yang mampu menanangkan hatinya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagiaku Bersamamu
RomanceDella tidak tahu jika dirinya akan menikah dengan Gibran.