Part 10

6.2K 216 1
                                    

"Habisin makan siangnya ya biar Aira cepet pulih. Bisa sekolah lagi," kata Della sembari menyuapi Aira.

Tadi malam Firly dan Tama yang pulang karena kata Gibran jika pria itu yang akan menjaga Aira di sini. Meski awalnya Firly kurang yakin tapi setelah mendengar ucapan Della, akhirnya ia dan suaminya pulang tentunya dengan banyak pesan tentang Aira.

Kagetnya, Della disambut baik oleh Aira saat ia masuk ke ruangan ini tadi malam. Yang membuat tangisan haru Della pecah ketika Aira meminta izin dirinya untuk panggilan "bunda" padanya.

"Makasih ya Bunda."

Aira menatap lekat Della yang terus menyuapinya.

"Sama-sama Sayang. Bunda juga berterima kasih banget sama Aira karena menerima dengan terbuka kehadiran Bunda di sini," ujar Della mengusap pipi Aira.

"Karena ayah bahagia sama Bunda. Aira akan sayang sama siapa pun yang ayah sayang. Selama Aira jauh dari ayah, pasti Bunda yang selalu ada untuk ayah,"  sahut Aira seraya tersenyum.

Tadi begitu Della sadar dari tidurnya di sofa ruangan Aira, Gibran langsung pamit pulang. Pagi ini pria itu ada meeting penting di sekolah dan tadi malam mereka sudah sepakat jika Della yang akan menjaga Aira selama Gibran ke kantor.

"Kalau nanti Aira udah sembuh, Aira mau nggak tinggal sama ayah dan Bunda?" tanya Della.

Wanita itu meletakkan gelas yang isinya tinggal setengah ke atas meja, berdampingan dengan mangkok bubur yang sudah habis.

"Emm... Aira mau banget sih, Bun. Tapi..."

Raut berbinar gadis itu berubah sendu. Bahkan bahunya terlihat merosot lesu. Helaan nafasnya berat.

"Tapi kenapa? Aira bingung cara minta izinnya ke Tante Firly?"

Aira menggeleng cepat. Ia yakin tantenya sama sekali tidak berkeberatan. Lagi pula rumah mereka tidak terlalu jauh jaraknya jadi kapan pun Aira rindu tantenya ia bisa dengan mudah mendatangi rumah itu.

"Terus?" tanya Della.

"Aira masih belum yakin ya kalau ayah udah berubah? Bunda yang akan jamin kalau ayah...."

"Aira nggak mau buat oma marah, Bun."

Seketika Della terdiam. Ia lupa jika ibu mertuanya memang belum menerima kehadiran Aira. Dari cerita Gibran, sang mertua sepertinya memang tidak menyukai Aira.

"Aira jangan sedih ya. Banyakin doa biar Allah lembutkan hati oma. Bunda yakin kalau sebenarnya oma itu sayang kok sama Aira. Sama kayak ayah," kata Della menyemangati Aira.

"Makasih ya Bunda. Aira boleh peluk Bunda nggak?"

Tanpa menjawab Della langsung memeluk Aira. Air matanya tiba-tiba saja menetes dengan sendirinya ketika tubuh gadis remaja itu ia dekap. Sungguh rasanya campur aduk menjadi seorang Della.

Della bahagia bisa diterima dengan baik oleh putri semata wayang dari suaminya tapi di sisi lain hatinya juga berkecamuk campur aduk. Meski sudah diperistri oleh Gibran tapi tetap saja Della masih sulit rasanya untuk menjadi seorang ibu. Sekarang tanpa melahirkan bahkan dirinya sudah dipanggil bunda. Demi apapun, Della sulit dalam keadaan yang seperti ini. Mengurus suaminya saja ia terkadang teledor, untung yang menjadi suaminya itu orang yang super pengertian dan sayang istri. Jadi sering kali Della dimaklumi.

"Sebenarnya Aira kangen sama oma, Bun. Aira pingin ngerasain disayang juga sama oma tapi..."

Tangan kanan Della terus mengelus rambut indah Aira.

"Suatu saat nanti, oma pasti akan sayangi Aira. Percaya sama Bunda, oma itu orangnya penyayang banget. Cuma mungkin sekarang hatinya masih kecewa."

"Sekarang Aira istirahat ya. Meremin matanya. Bunda akan di sini temenin Aira," ujar Della.

Bahagiaku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang