[ Mystery, Fantasy, Sci-fi, & Adventure ]
❝Jika mimpi dapat membuat sebuah kehidupan yang gila, mengapa dinyatakan mutlak tidak nyata? Darimana bisa terciptanya jikalau bukan kehidupan itu benar adanya?..❞
Mengisahkan tentang beberapa pemuda yang te...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beberapa jam sebelum mereka pergi berwisata ke Beach Ez.
Kala itu, di sebuah ruangan yang begitu hening, hanya terdengar suara hembusan nafas di dalam air. Riga, kini tengah memandang dengan tatapan kosong pada Gric dan juga Dona yang berada di dalam tabung transparan. Entah sudah berapa lama keduanya berendam tak sadarkan diri di sana. Meski Riga tahu jiwa keduanya telah berpindah dimensi, namun mengingat bahwa belum ditemukannya cara untuk mengembalikan mereka, ia menjadi sangat prihatin. Apalagi dengan Dona, entah jiwanya sedang berada dimana, ia sama sekali tidak terdeteksi keberadaanya.
"Semoga lo berada di tempat yang layak. Lo nggak perlu kembali lagi kalo udah merasa nyaman disana." Riga mengusap tabung yang berisikan tubuh Dona.
Perempuan itu, masih sebaya dengan Riga. Beberapa waktu lalu, ia mendapati data-data para ilmuwan Grid f5. Begitu ia melihat data dan riwayat kerja Dona, yang rupanya orang yang begitu paling gigih dalam bekerja keras mengembangkan potensi dibandingkan dengan ilmuwan pemula lainnya. Usahanya yang tak pernah dihargai, dia sering kali merasa dirinya sama sekali tak berguna bagi siapapun, dan tercatat di sana, dia juga sudah beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.
Riga menghela nafas berat. Akankah ia bernasib sama seperti Dona?
Sesaat kemudian, Riga mengangkat benda yang kini berada dalam genggamannya. Buku Diary Prof. Lexa.
Beberapa menit yang lalu, saat ia melarikan diri dari rumah Rellona dan berteleportasi ke Basecamp —Riga pikir itu adalah cara terbaik agar gadis itu tidak mengetahui jejaknya yang telah menyelinap diam-diam. Dan saat ia pergi ke ruang makanan, yang awalnya ia hanya ingin mengambil sebuah minuman soda untuk sekedar meredakan rasa panik, justru ia menemukan sebuah benda yang selama ini ia cari.
Riga menatap gusar, meski ia masih bingung bagaimana buku itu bisa tergeletak bebas di rak makanan, namun disisi lain ia juga merasa lega.
***
"Runa, lo gapapa?"
Rellona akhirnya tersadar. Dozi mencoba membantu Rellona untuk terbangun, ia masih sesekali terbatuk sebab pernafasannya masih tersendat oleh banyaknya air yang masuk. Jika saja pria itu tak memberikan nafas buatan, entah apa jadinya nasib Rellona kalau saja Dozi terus berlarut dalam rasa ragu untuk melakukan tindakan itu. Bukan ia terpaksa apalagi sengaja seolah mencuri kesempatan, tidak, ia justru sudah melakukan tindakan darurat lain seperti memompa dadanya berkali-kali, namun nihil cara itu tak bekerja sama sekali.
Mereka masih dalam keadaan basah kuyup —yang bahkan Dozi masih telanjang dada, pun sama dengan Rellona yang masih memakai pakaian mininya, saling memandang satu sama lain tanpa melontarkan kalimat, hanya raut wajah khawatir penuh tanya yang terpancar dari keduanya.
Sadar akan pertanyaan Dozi terabaikan, Rellona akhirnya memalingkan wajahnya. Ia mencoba mengatur nafasnya yang masih terasa sesak.
"Sebentar, gue ambil kain dulu." Dozi beranjak cepat ke ruang pakaian.